Haji & Umrah

Beginilah Haji Mengajarkanku

Haji adalah sekolah yang agung, penuh dengan pelajaran dan hikmah yang tidak dapat dirangkum dalam satu artikel atau diungkapkan dalam satu kesempatan. Namun, setiap jamaah haji seharusnya “lulus” dari sekolah haji ini dengan membawa pemahaman yang tidak boleh diabaikan mengenai ajaran dan pelajaran dari ibadah haji. Ia juga seharusnya senantiasa berbicara kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain – baik dengan lisan maupun perbuatannya – tentang apa yang telah ia pelajari dari sekolah haji ini, dengan mengatakan:

  1. Haji mengajarkanku: untuk ikhlas dalam ibadah dan amalanku, sebagaimana firman Allah:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

“Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah” (QS. Al-Baqarah: 196)

dan sebagaimana dalam ayat-ayat tentang manasik haji:

 حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ

“Dengan lurus kepada Allah, tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun” (QS. Al-Hajj: 31)

dan firman-Nya:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ * لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Demikianlah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri.” (QS. Al-An’am: 162–163)

Demikian pula dalam talbiyah dan niat Nabi ﷺ saat haji:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ

“Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu, aku memenuhi panggilan-Mu…”

serta penegasannya:

اللَّهُمَّ حَجَّةً لَا رِيَاءَ فِيهَا وَلَا سُمْعَةَ

“Ya Allah, jadikanlah hajiku ini tanpa riya dan tanpa mencari popularitas.” (HR. Ibnu Majah, no. 2890)

  1. Haji mengajarkanku: untuk mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah ﷺ dalam ibadah dan pendekatanku kepada Allah, sebagaimana firman Allah:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Dan sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ

“Ambillah dariku manasik (tata cara) hajimu.” (HR. Muslim, no. 1279)

  1. Haji mengajarkanku: untuk bertakwa kepada Allah dan membawa ketakwaan itu dalam setiap aspek kehidupanku, sebagaimana firman Allah:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 197)

Haji juga mengajarkanku bahwa ketakwaan adalah standar utama kemuliaan di sisi Allah:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (QS. Al-Hujurat: 13)

  1. Haji mengajarkanku: untuk mengendalikan diri, mematuhi batasan-batasan Allah, memperbaiki akhlak, dan menjaga adab dalam berbicara, sebagaimana firman Allah:

فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ

“Barang siapa yang menetapkan niat dalam dirinya untuk berhaji dalam bulan-bulan tersebut, maka tidak boleh rafats (kata-kata atau perbuatan yang menjurus kepada syahwat), tidak berbuat fasik, dan tidak berbantah-bantahan dalam haji.” (QS. Al-Baqarah: 197)

  1. Haji mengajarkanku: untuk senantiasa berdzikir kepada Allah semampuku, agar lisanku selalu basah dengan pujian, tasbih, pengagungan, dan pemuliaan terhadap-Nya, sebagaimana firman Allah:

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا

“Apabila kamu telah menyelesaikan manasik hajimu, maka berdzikirlah kepada Allah sebagaimana kamu menyebut-nyebut (mengenang) nenek moyangmu, bahkan dengan dzikir yang lebih dari itu.” (QS. Al-Baqarah: 200)

  1. Haji mengajarkanku: untuk berbaik sangka kepada Allah dan selalu berharap akan ampunan serta rahmat-Nya. Dia berfirman:

ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (yaitu Arafah), dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 199)

Juga sebagaimana disebutkan dalam sabda-Nya ketika membanggakan para jamaah haji di hadapan para malaikat:

أُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ

“Aku bersaksi kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni mereka.” (HR. Ahmad, no. 8047)

Dan dalam hadis lain:

أَفِيضُوا مَغْفُورًا لَكُمْ وَلِمَنْ شَفَعْتُمْ لَهُ

“Kembalilah kalian (dari Arafah) dalam keadaan telah diampuni dosa-dosanya, dan juga orang yang kalian mintakan syafaat untuknya.” (HR. Al-Bazzar, no. 6177, dan lainnya)

  1. Haji mengajarkanku: untuk selalu menjaga doa, kapan pun dan di mana pun, terutama doa-doa yang mencakup segala kebaikan (jawaami’ al-kalim), seperti doa yang Allah ajarkan dalam ayat-ayat haji:

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah: 201)

  1. Haji mengajarkanku: betapa luasnya rezeki dan karunia Allah. Lihatlah jutaan manusia makan dan minum serta hidup dalam kenikmatan Allah selama haji berlangsung, membuktikan firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 58)

  1. Haji mengajarkanku: bahwa agama ini adalah ikatan sejati yang menyatukan umat Islam. Rabb mereka satu, Nabi mereka satu, kitab mereka satu, dan kiblat mereka satu. Semua ini terlihat jelas dalam rasa kasih, rahmat, kepedulian, dan kerja sama mereka dalam pelaksanaan manasik haji, meskipun warna kulit, bangsa, dan bahasa mereka berbeda-beda. Ini adalah perwujudan dari firman Allah:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara,” (QS. Al-Hujurat: 10)

dan firman-Nya:

فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

“Lalu Allah menjadikan hati kalian bersatu, maka dengan nikmat-Nya kalian menjadi bersaudara.” (QS. Ali ‘Imran: 103)

  1. Haji mengajarkanku: akan besarnya kekuasaan Allah dalam mengumpulkan manusia di hari kiamat – dan betapa mudahnya hal itu bagi Allah – sebagaimana firman-Nya:

مَا خَلْقُكُمْ وَلَا بَعْثُكُمْ إِلَّا كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ

“Penciptaan dan kebangkitan kalian itu hanyalah seperti (menciptakan) satu jiwa saja.” (QS. Luqman: 28)

Pemandangan di padang Arafah adalah gambaran kecil dari peristiwa besar yang akan terjadi di akhirat, dan karena itulah ayat-ayat tentang haji ditutup dengan peringatan tentang hari itu:

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

“Dan bertakwalah kepada Allah, serta ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 203)

  1. Haji mengajarkanku: betapa agung kekuasaan Allah dalam meliputi seluruh makhluk-Nya, kebutuhan mereka, apa yang tersembunyi dalam hati mereka, dan bisikan jiwa mereka, meskipun bahasa dan logat mereka berbeda-beda. Tidak ada satu pun yang rancu bagi-Nya dari semua itu. Kemudian Allah memberikan apa yang mereka minta dan mengabulkan permohonan mereka, tanpa berkurang sedikit pun dari kerajaan-Nya. Sebagaimana dalam hadis Qudsi:

يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ ثُمَّ سَأَلُونِي فَأَعْطَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ مِنْ مُلْكِي شَيْئًا

“Wahai hamba-Ku, seandainya orang pertama hingga terakhir dari kalian, baik manusia maupun jin, berdiri di satu tempat lalu meminta kepada-Ku, dan Aku beri setiap orang permintaannya, maka itu tidak akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikit pun.” (HR. Muslim, no. 2577)

  1. Haji mengajarkanku: bahwa keamanan dan rasa aman – setelah keimanan – adalah nikmat yang tiada tandingannya. Seandainya bukan karena anugerah Allah berupa keamanan, niscaya jutaan orang dari berbagai penjuru dunia tidak akan bisa datang untuk menunaikan manasik haji, memenuhi panggilan Rabb mereka. Mereka juga tidak akan dapat menikmati makanan dan minuman yang lezat, serta tidak akan merasakan ketenangan dan kenyamanan dalam beribadah, dengan penuh ketenteraman dan kemudahan.

Dasar dari semua itu adalah:

  • Berpegang teguh kepada tali Allah
  • Bersatu dalam satu kalimat, dan
  • Menjauhi perpecahan

sebagaimana firman Allah:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا

“Berpeganglah kalian semuanya kepada tali Allah, dan janganlah bercerai-berai.” (QS. Ali ‘Imran: 103)

Semua ini menuntut kita, umat Islam, untuk:

  • Berpegang teguh pada ketaatan kepada Rabb kita dan memperbaiki ibadah kita kepada-Nya.
  • Menjauhi maksiat dan melampaui batas-Nya.
  • Mendukung para pemimpin, pemerintah, dan ulama rabbani di tengah kita.

Dengan demikian, keamanan akan tetap terjaga, nikmat akan terus berlanjut, dan syiar-syiar agama akan tetap tegak dan tampak, sebagaimana dalam firman-Nya:

فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ * الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ

“Maka hendaklah mereka menyembah Rabb Pemilik rumah ini (Ka’bah), yang telah memberi mereka makanan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut.” (QS. Quraisy: 3–4)

Ya Allah, jadikanlah haji ini haji yang mabrur,
sa’i sebagai sa’i yang diterima, dan dosa-dosa sebagai dosa yang diampuni.

13-12-1446 H

Prof. Dr. Ahmad bin Misy’al Al-Ghamidi

Makkah Al-Mukarramah

Sayyid Syadly, Lc

Mahasiswa S2, Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button