Berdakwah Dengan Lembut
Dakwah adalah kegiatan menyeru atau mengajak orang untuk beriman dan taat kepada Allah subhanahu wata’ala sesuai dengan akidah, syari’at dan akhlak Islam. Dalam melakukan kegiatan yang mulia ini, seseorang tidak dapat melakukannya secara sembarangan. Allah subhanahu wata’ala selain menyeru kita untuk berdakwah kepada umat manusia, juga mengajari kita bagaimana etika dalam berdakwah. Ketika seseorang berdakwah secara serampangan dan tanpa menggunakan etika yang Allah ta’ala ajarkan maka itu bisa menjadi sebab larinya seseorang dari agama islam atau tidak tersampaikannya pesan-pesan islam secara baik. Maka dari itu pentingnya kita belajar bagaimana tata cara dan etika dalam berdakwah.
Berlemah lembut dalam kegiatan dakwah merupakan etika terpenting yang harus dijunjung oleh para penyeru agama Allah ta’ala. Dalam suatu ayat yang mulia Allah ta’ala sudah menjelaskan kepada kita bahwa ketika seseorang berdakwah dengan mulut yang kasar dan hati yang keras menjadi sebab larinya orang-orang dari kita.
﴿ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ ﴾ [آل عمران: 159]
Artinya : “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauh dari sekitarmu” (QS. Ali Imran: 159).
Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –rahimahullah- menjelaskan dalam kitab tafsirnya bahwa akhlak yang baik dapat menjadi pemikat seseorang untuk masuk ke dalam agama Islam, begitu juga sebaliknya, akhlak yang buruk menjadi sebab larinya seseorang dari agama islam.
قال الشيخ عبد الرحمن بن ناصر السعدي : “فالأخلاق الحسنة من الرئيس في الدين، تجذب الناس إلى دين الله ، والأخلاق السيئة من الرئيس في الدين تنفر الناس عن الدين.” (تيسير الكريم الرحمن في تفسير كلام المنان)
Kelembutan dalam berdakwah juga dipakai di dalam dakwah para Nabi dan Rasul. Sebagaimana bisa kita saksikan pada kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika menyampaikan risalah Islam kepada ayahnya yang merupakan seorang pembuat patung berhala. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengunakan kata yang lembut seperti yang dijelaskan dalam Alquran:
﴿يَٰٓأَبَتِ إِنِّيٓ أَخَافُ أَن يَمَسَّكَ عَذَابٞ مِّنَ ٱلرَّحۡمَٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيۡطَٰنِ وَلِيّٗا٤٥﴾ [مريم: 45]
Artinya : “Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan.” (QS. Maryam: 45).
Ayat di atas menunjukkan bagaimana kelembutan dakwah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kepada ayahnya. Perihal nama panggilan saja, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memilih nama panggilan yang terbaik kepada ayahnya, yaitu Abati (أَبَتِ). Selain itu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam juga berdakwah penuh dengan rasa kasih sayang. Hal tersebut bisa kita lihat akan kekhawatiran Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika ayahnya melakukan kesyirikan dan dari kesyirikan itulah menjadi sebab masuknya ia ke dalam neraka.
Kita juga bisa menyaksikan bagaimana Nabi Musa ‘alaihissalam ketika diperintah oleh Allah subhaanahu wa ta’ala berdakwah kepada Fir’aun. Apakah Allah ta’ala memerintah Nabi Musa ‘alaihissalam berdakwah dengan keras dan kasar? Tidak. Bahkan sebaliknya, Allah ta’ala memerintahkan Nabi Musa ‘alaihissalam untuk berdakwah dengan penuh kelembutan, meskipun kita ketahui bahwa Fir’aun adalah raja yang paling zalim dan sombong. Allah ta’ala berfirman:
﴿ٱذۡهَبَآ إِلَىٰ فِرۡعَوۡنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ٤٣ فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلٗا لَّيِّنٗا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ٤٤﴾ [طه: 43-44]
Artinya : “Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. lalu bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (Taha: 43-44).
Keramahan hati dan kelembutan lisan seorang pendakwah adalah wasilah masuknya risalah-risalah islam ke dalam hati umat manusia, karena fitrah manusia menyukai kelembutan dan tidak menyukai sikap kasar dan angkuh. Tulisan ini merupakan bentuk ajakan kepada setiap insan yang tersibukkan dengan agenda dakwah maupun pengajaran untuk jangan meninggalkan sikap lemah lembut.