Kaidah

KAIDAH-KAIDAH AKAD DALAM ISLAM (PERTAMA)

KAIDAH PERTAMA: PEMBAGIAN AKAD

Para ulama rahimahumullah membagi akad berdasarkan beberapa aspek:

Pertama: Dari sisi adanya imbalan atau tidak adanya imbalan

Akad terbagi menjadi empat macam:

Akad Mu‘awadhah (Akad Pertukaran)

Yaitu akad yang dilandasi oleh prinsip pertukaran antara dua pihak, biasanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan atau kepentingan bisnis. Contohnya: akad jual beli, sharf (tukar-menukar mata uang), salam [1] (jual beli tempo), ijarah (sewa-menyewa), musaqah [2] (kerja sama/bagi hasil pengelolaan kebun), muzara‘ah [3] (kerja sama/bagi hasil penggarapan lahan), syirkah (perkongsian), ju‘alah (sayembara), dan semisalnya.

Akad Tabarru‘at (Akad Sosial/Derma)

Yaitu akad yang dilandasi semangat tolong-menolong dan kebaikan, tanpa tujuan mencari imbalan. Contohnya: wasiat, wakaf, hibah, dan ‘ariyah (pinjam-meminjam barang).

Akad yang Berawal sebagai Tabarru‘, namun Berakhir sebagai Mu‘awadhah

Yaitu akad yang pada asalnya merupakan pemberian sukarela, tetapi pada akhirnya mengandung pertukaran. Contohnya:

Qardh (Pinjaman): pada awalnya pemberian sukarela, namun pada akhirnya peminjam wajib mengembalikan sejumlah yang sama.

Dhaman (Penjaminan): misalnya Zaid menjamin hutang Amr kepada Muhammad. Jika Amr tidak mampu membayar, maka Zaid yang menanggungnya, lalu Zaid dapat menagih kembali kepada Amr.

Kafalah (Tanggungan Kehadiran): misalnya Zaid menjamin kehadiran seseorang yang memiliki tanggungan harta kepada Amr. Jika orang tersebut tidak dapat dihadirkan, maka Zaid harus menanggung kewajiban itu, lalu ia berhak menagih kembali kepada orang tersebut.

Akad Tawtsiqot (Akad Penguat/Agunan)

Yaitu akad yang dimaksudkan untuk memperkuat akad mu‘awadhah, seperti dhaman, kafalah, dan rahn (gadai).

Kedua: Dari sisi kelaziman dan kebolehan untuk dibatalkan

Akad terbagi menjadi tiga macam:

Akad Lazim (Mengikat dari kedua belah pihak)

Yaitu akad yang tidak dapat dibatalkan kecuali dengan kerelaan kedua belah pihak. Contohnya: akad jual beli, ijarah (sewa-menyewa), salam, sharf, musaqah, muzara‘ah, dan nikah.

Akad Jaiz (Boleh dibatalkan oleh salah satu pihak)

Yaitu akad yang dapat dibatalkan oleh salah satu pihak meskipun pihak lainnya tidak rela. Contohnya: syirkah (perkongsian), mudharabah (bagi hasil modal-kerja), ju‘alah (sayembara), dan wakalah (perwakilan).

Akad yang Jaiz (boleh dibatalkan) dari satu pihak, namun Lazim (mengikat) bagi pihak lain

Misalnya akad rahn (gadai). Akad ini bersifat lazim (mengikat) bagi pihak yang menyerahkan barang (rahin), karena ia tidak bisa menarik kembali barangnya tanpa izin penerima gadai (murtahin). Sedangkan bagi murtahin, akad ini bersifat jaiz (boleh dibatalkan sepihak) karena ia boleh membatalkan akad kapan pun.

Contoh: Zaid meminjam uang dari Amr sebesar seribu riyal, lalu (Zaid) menyerahkan mobilnya sebagai jaminan (rahn). Dalam hal ini:

Zaid adalah rahin (pemberi jaminan).

Amr adalah murtahin (penerima jaminan).

Akad rahn bagi Amr bersifat jaiz, karena ia berhak membatalkan akad; sedangkan bagi Zaid bersifat lazim, karena ia tidak bisa menarik kembali mobil tersebut kecuali atas persetujuan Amr.

_________________

1) akad jual beli di mana pembeli membayar lunas di awal dan barang diserahkan di kemudian hari pada waktu dan spesifikasi yang disepakati.

2) Dalam akad musaqah objeknya adalah kebun/pohon yang sudah ada, tugas mitra adalah merawat hingga berbuah

3) Dalam akad muzara’ah objeknya adalah lahan kosong, tugas mitra adalah menanam, merawat hingga panen.

 

Mubarak Umar, Lc., M.A.

Mahasiswa S3 Iqthishad Islami, Universitas Islam Madinah, Arab Saudi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button