Fatawa Umum

Apa Hukum Tradisi Yasinan di Malam Jumat dan Pembacaan Yasin Fadhilah Untuk Yang Berhajat?

Ust izin bertanya, terkait tradisi Yasinan di malam jum’at dan juga pembacaan Yasin Fadhilah untuk yang berhajat?

JAWABAN

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah ﷺ, keluarga, dan para sahabat beliau.

Seorang muslim tidak dibenarkan menetapkan suatu bentuk ibadah tanpa adanya dalil dari syariat. Menentukan bacaan surah tertentu, atau ayat tertentu dengan jumlah tertentu untuk tujuan tertentu tidak sah kecuali jika ada riwayat dari Nabi ﷺ. Hal ini karena dalam masalah ibadah tidak ada ruang untuk akal dan pendapat.

Allah ﷻ tidak menerima amal kecuali yang ikhlas karena-Nya dan sesuai dengan syariat-Nya. Maka, bid‘ah bukanlah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah agar doa dikabulkan.

Surat Yāsīn, sebagaimana surah lain dalam Al-Qur’an, boleh dibaca untuk memohon pertolongan kepada Allah dalam urusan hajat atau kebutuhan. Hal ini berdasarkan hadis:

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ فَلْيَسْأَلِ اللَّهَ بِهِ

“Barang siapa membaca Al-Qur’an, maka hendaklah ia meminta kepada Allah dengannya.” (HR. at-Tirmidzi, dinyatakan sahih oleh al-Albānī).

Imam al-Mubārakfūrī dalam Tuḥfat al-Aḥwadzī menjelaskan:

فَلْيَسْأَلِ اللَّهَ بِهِ – أَيْ فَلْيَطْلُبْ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى بِالْقُرْآنِ مَا شَاءَ مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ – أَوْ الْمُرَادُ أَنَّهُ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ فَلْيَسْأَلْهَا مِنْ اللَّهِ تَعَالَى وَإِمَّا أَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ عَقِيبَ الْقِرَاءَةِ بِالْأَدْعِيَةِ الْمَأْثُورَةِ.

“Maka mintalah kepada Allah dengan Al-Qur’an,” maksudnya meminta kepada Allah apa saja dari urusan dunia dan akhirat. Bisa juga maksudnya: ketika membaca ayat rahmat, hendaklah ia memohon rahmat itu dari Allah. Atau berdoa kepada Allah setelah selesai membaca Al-Qur’an dengan doa-doa yang ma’tsūr.”

Larangan Membatasi dengan Jumlah Tertentu

Tidak boleh membatasi bacaan itu dengan jumlah tertentu yang tidak ada tuntunannya dalam syariat. Lebih parah lagi jika memenggal ayat atau mengulang sebagian lafaz yang tidak sempurna maknanya seperti mengulang-ulang: “عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ” (di atas jalan yang lurus). Perbuatan seperti ini jelas termasuk bid‘ah, karena tidak ada faidah yang sempurna dari penggalan lafaz tersebut.

Para ulama telah menetapkan bahwa ibadah itu berdasarkan tawqīf (ketetapan wahyu). Artinya, Allah tidak disembah kecuali dengan apa yang disyariatkan dalam Kitab-Nya atau melalui lisan Rasul-Nya ﷺ. Setiap perkara yang tidak ada dalilnya dalam syariat, lalu dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka itu adalah bid‘ah.

Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini sesuatu yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR. Muslim).

Definisi Bid‘ah Menurut Asy-Syāṭibī

Imam Asy-Syāṭibī mendefinisikan bid‘ah dalam al-I‘tiṣām:

طَرِيقَةٌ فِي الدِّينِ مُخْتَرَعَةٌ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوكِ عَلَيْهَا الْمُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُّدِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ

“Bid‘ah adalah suatu cara dalam agama yang diada-adakan, menyerupai syariat, dengan maksud berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah.”

Kemudian beliau memberikan contoh:

Membiasakan cara-cara tertentu dalam ibadah yang ditentukan bentuknya, padahal tidak ada ketentuan dari syariat, seperti dzikir dengan suara serempak dalam satu majelis.

Mengikatkan diri pada ibadah tertentu pada waktu tertentu yang tidak pernah ditetapkan dalam syariat.

🔹 Kesimpulan:

Membaca Al-Qur’an untuk memohon kepada Allah adalah amal yang syar‘i, tetapi menentukan surah tertentu dengan jumlah tertentu, atau mengulang lafaz tertentu tanpa dalil, termasuk bid‘ah. Yang benar adalah membaca Al-Qur’an dengan ikhlas, sesuai tuntunan, dan berdoa dengan doa-doa yang ma’tsūr.

Berian Muntaqo Fatkhuri, Lc., M.A.

Kandidat Doktor, Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button