UMRAH: BUKAN SEKADAR DESTINASI, MELAINKAN PERJALANAN HATI

Banyak orang memandang umrah hanya sebagai perjalanan wisata religi, sekadar berpindah dari satu kota ke kota suci, lalu kembali dengan album foto dan cendera mata. Padahal, umrah sejatinya adalah perjalanan hati menuju Allah, sebuah ibadah agung yang menghidupkan kembali makna penghambaan. Rasulullah ﷺ bersabda:
عُمرةٌ إلى عُمرةٍ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا
“Umrah ke umrah berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan keutamaan umrah sebagai sarana penghapus dosa. Artinya ketika seorang hamba menunaikan umrah dengan niat ikhlas dan mengikuti syariat, dosa-dosa kecil yang terjadi di antara umrah yang pertama dan berikutnya akan diampuni oleh Allah.
Perjalanan umrah dimulai dengan niat ikhlas. Saat seseorang mengenakan ihram, ia melepas atribut duniawi dan menyatakan dirinya hanyalah hamba Allah. Inilah momen ketika hati ditata, sebagaimana firman Allah:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS. Al-Baqarah: 196)
Ayat ini menekankan pentingnya niat ikhlas dan kesempurnaan dalam melaksanakan ibadah haji dan umrah. Kata (sempunakanlah), menunjukkan bahwa setiap ibadah harus dilakukan sesuai aturan syariat, mulai dari niat hingga pelaksanaan seluruh rangkainnya seperti ihram, tawaf, sa’i, dan tahallul. Sementara frasa (karena Allah), menegaskan bahwa tujuan utama ibadah bukan sekadar perjalanan fisik atau wisata ke Tanah Suci, melainkan untuk meraih ridha Allah. Dengan demikian, ayat ini mengajarkan bahwa ibadah lahir dan batin harus selaras, sehingga setiap gerakan, doa, dan niat menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta..
Tawaf mengelilingi Ka’bah bukan sekadar berjalan berputar, tetapi simbol pengakuan bahwa Allah adalah pusat kehidupan. Setiap langkahnya adalah doa, setiap putarannya adalah ikrar ketundukan. Sa’i antara Shafa dan Marwah mengajarkan tentang harapan, kesabaran, dan keyakinan, sebagaimana kisah Hajar yang berlari mencari air untuk Ismail. Allah mengabadikan peristiwa itu:
إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِن شَعَائِرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah.” (QS. Al-Baqarah: 158)
Pelajaran ini menegaskan bahwa umrah mengajarkan perjuangan hati, bagaimana seorang hamba bergantung penuh kepada Rabb-nya.
Ketika jamaah menutup ibadahnya dengan tahallul, seolah-olah ia dilahirkan kembali. Rambut yang dipotong bukan sekadar helai yang hilang, tetapi simbol pembersihan dosa dan penyucian diri. Rasulullah ﷺ mendoakan:
“Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (kepalanya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Umrah sejatinya adalah perjalanan hati menuju Allah, bukan sekadar kunjungan ke Tanah Suci. Ia membersihkan dosa, melatih kesabaran, dan memperkuat ikatan dengan Sang Pencipta. Maka, siapapun yang berangkat hendaklah menyadari: tujuan akhirnya bukan hanya Ka’bah, melainkan ridha Allah.
Semoga Allah memberi kita kesempatan untuk menunaikan umrah dengan hati yang tulus, agar perjalanan itu menjadi bekal menuju surga.
Muhammad Ali
Mahasiswa Universitas Islam Madinah