Sisihkan Ruang Kecewa di Hatimu

Sisihkan Ruang Kecewa di Hatimu
Setiap orang pasti pernah kecewa. Terkadang kita kecewa pada manusia, harapan, dan bahkan tanpa tidak sadar kita kecewa pada takdir. Kecewa datang saat harapan tak sesuai kenyataan, saat doa terasa lama dijawab, atau saat orang yang kita percaya ternyata mengecewakan. Namun, dari semua rasa itu, adakah kita pernah berpikir bahwa kekecewaan bukan untuk disimpan, tapi untuk disisihkan—agar harapan bisa kembali tumbuh?
Kecewa, jika dibiarkan, bisa mengeras menjadi putus asa. Padahal, hati manusia tidak diciptakan untuk memelihara luka selamanya. Di dalam hati yang sempit, kita perlu memilih: membiarkan luka membesar atau menyisihkannya demi memberi ruang bagi harapan. Menyisihkan kecewa bukan berarti menyangkal rasa sakit, tapi mengakui bahwa harapan layak mendapatkan tempat yang lebih luas.
Bayangkan seorang petani yang menanam benih di musim kering. Ia tahu tanahnya retak, air sulit didapat, dan cuaca tidak bersahabat. Tapi ia tetap menabur. Ia kecewa saat hujan tak kunjung turun. Tapi ia tidak berhenti berharap. Ia sisihkan rasa kecewanya, ia tetap rawat tanah itu. Hingga suatu hari, hujan datang, dan benih yang nyaris mati tumbuh menjadi harapan baru.
Namun, Islam mengajarkan bahwa hati seorang mukmin harus lapang, karena dunia bukan tempat balasan, melainkan tempat ujian.
Allah ﷻ berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.”
(QS. At-Taghabun: 11)
Ibnu Katsir menjelaskan, maksudnya: “Barangsiapa ditimpa musibah dan mengetahui bahwa itu adalah takdir Allah serta bersabar dan mengharap pahala, maka Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya dan menggantikan untuknya dengan sesuatu yang lebih baik.”
Kita tidak bisa menghindari kecewa, tapi kita bisa memilih untuk tidak membesarkannya. Sisihkan ruang kecewa di hatimu—cukup untuk belajar darinya, tapi jangan biarkan ia menguasai seluruh isi jiwamu. Sebab harapan selalu butuh ruang. Dan selama kita masih ingin melangkah, harapan itu harus terus dijaga.
Izinkan hatimu belajar lapang. Bukan karena semuanya baik-baik saja, tapi karena kamu yakin—Allah tahu yang terbaik buatmu.
Muhammad Ali
Mahasiswa UIM – Jurusan Akidah dan Dakwah