Tatsqif

Kemerdekaan

Kemerdekaan adalah anugerah besar dari Allah SWT yang harus disyukuri dengan penuh kesadaran. Bagi bangsa Indonesia, kemerdekaan yang diraih pada 17 Agustus 1945 bukan hanya hasil dari perjuangan fisik melawan penjajah, tetapi juga buah dari doa, pengorbanan, serta persatuan seluruh elemen bangsa. Dalam perspektif dakwah Islam, kemerdekaan bukan hanya dimaknai sebagai bebas dari penjajahan bangsa asing, tetapi juga bebas dari kebodohan, kemiskinan, dan belenggu hawa nafsu.

Syukur atas nikmat kemerdekaan ini selayaknya kita wujudkan dalam bentuk pengabdian kepada Allah, menjaga persatuan, serta mengisi kemerdekaan dengan amal saleh. Sebab, kemerdekaan tanpa iman dan takwa hanya akan menjerumuskan manusia pada kehancuran moral dan sosial.

Islam mengajarkan bahwa kebebasan adalah hak dasar manusia. Allah menciptakan manusia dengan fitrah untuk beribadah hanya kepada-Nya dan menolak segala bentuk perbudakan selain kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

وإذقال موسى لقومه اذكرو نعمة الله عليكم إذ أنجكم من ءال فرعون يسومونكم سوء العذاب ويذبحون أبناءكم ويستحيون نساء كم وفي ذالكم بلاء من ربكم عظيم

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, ‘Ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Fir‘aun dan) pengikut-pengikutnya; mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan yang besar dari Tuhanmu.” (QS. Ibrahim: 6)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa kemerdekaan dari penindasan adalah karunia yang harus disyukuri. Maka, merdeka bukan berarti bebas sebebas-bebasnya, tetapi bebas untuk menjalani hidup sesuai dengan aturan Allah, terbebas dari belenggu dosa, syirik, serta kezaliman.

Perjuangan Umat Islam dalam Merebut Kemerdekaan

Sejarah Indonesia mencatat bahwa umat Islam memiliki peran sentral dalam perjuangan kemerdekaan. Ulama, santri, dan umat Islam dari berbagai daerah bersatu melawan penjajah. Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dikumandangkan KH. Hasyim Asy’ari menjadi bukti bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan adalah bagian dari jihad fi sabilillah.

Para pejuang tidak hanya mengangkat senjata, tetapi juga mengobarkan semangat spiritual kepada rakyat bahwa mempertahankan tanah air adalah kewajiban agama. Dengan demikian, kemerdekaan Indonesia bukan sekadar hasil diplomasi politik, melainkan juga jihad yang berlandaskan iman.

Makna Syukur atas Kemerdekaan

Syukur atas nikmat kemerdekaan dapat diwujudkan dalam tiga bentuk:

1. Syukur dengan hati

Meyakini bahwa kemerdekaan adalah karunia Allah SWT, bukan semata-mata hasil perjuangan manusia. Kesadaran ini akan menumbuhkan rasa rendah hati dan tidak sombong.

2. Syukur dengan lisan

Mengucapkan puji syukur kepada Allah, memperbanyak doa untuk para pejuang yang telah gugur, serta mendoakan negeri agar selalu dalam lindungan Allah.

3. Syukur dengan amal perbuatan

Mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif: menuntut ilmu, bekerja dengan jujur, menjaga persatuan, serta menjauhi perbuatan yang merusak bangsa seperti korupsi, narkoba, dan perpecahan.

Tantangan dalam Mengisi Kemerdekaan

Meski bangsa ini telah merdeka lebih dari tujuh puluh tahun, kita masih menghadapi berbagai tantangan. Kemiskinan, korupsi, degradasi moral, dan perpecahan sosial masih menjadi ancaman.

Dalam dakwah, penting untuk menekankan bahwa hakikat penjajahan di era modern bukan lagi kolonialisme fisik, tetapi penjajahan gaya hidup, budaya, dan pemikiran. Banyak generasi muda yang terjerat hedonisme, individualisme, dan melupakan nilai-nilai agama.

Rasulullah SAW pernah mengingatkan:

“Sungguh, akan datang suatu masa di mana bangsa-bangsa akan mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang lapar mengerumuni hidangan.” Para sahabat bertanya, “Apakah jumlah kami ketika itu sedikit, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bahkan kalian banyak, tetapi kalian laksana buih di lautan. Allah mencabut rasa takut dari hati musuh-musuh kalian dan menanamkan dalam hati kalian penyakit al-wahn.” Mereka bertanya, “Apakah al-wahn itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Abu Dawud)

Hadis ini relevan dengan kondisi kita saat ini. Kemerdekaan bisa hampa jika umat Islam hanya mengejar dunia, tetapi melupakan akhirat.

Peran Dakwah dalam Menjaga Kemerdekaan

Dakwah memiliki peran penting dalam menjaga dan mengisi kemerdekaan. Melalui dakwah, masyarakat diingatkan agar tidak terlena dengan gemerlap dunia, melainkan menegakkan nilai-nilai iman, takwa, dan akhlak mulia.

Ada beberapa langkah dakwah yang relevan dalam konteks kemerdekaan:

1. Menanamkan cinta tanah air

Nabi Muhammad SAW sendiri menunjukkan kecintaan kepada tanah airnya, Makkah. Cinta tanah air bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan iman, bahkan menjadi bagian dari iman jika diarahkan untuk menjaga maslahat umat.

2. Mengajak kepada persatuan

Perpecahan adalah pintu masuk kehancuran suatu bangsa. Dakwah harus menekankan ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah insaniyah.

3. Mengajak masyarakat untuk produktif

Kemerdekaan harus diisi dengan kerja keras, inovasi, dan kontribusi nyata. Dakwah perlu menekankan pentingnya etos kerja, kejujuran, dan tanggung jawab.

4. Melawan segala bentuk penjajahan modern

Baik berupa ideologi yang menyesatkan, narkoba, hingga budaya yang merusak moral. Dakwah harus mampu memberikan benteng spiritual bagi umat.

Kemerdekaan adalah nikmat agung yang harus disyukuri dan dijaga. Dalam perspektif dakwah Islam, merdeka tidak hanya berarti bebas dari penjajahan bangsa asing, tetapi juga bebas dari kebodohan, kemiskinan, dan belenggu hawa nafsu. Umat Islam memiliki kewajiban untuk terus menjaga kemerdekaan dengan menegakkan iman, memperkuat persatuan, serta mengisi kehidupan dengan amal saleh.

Seperti pesan Bung Karno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Pesan ini menjadi pengingat bahwa mengisi kemerdekaan jauh lebih sulit daripada merebutnya.

Maka, mari kita jadikan dakwah sebagai jalan untuk menjaga nikmat kemerdekaan, membimbing masyarakat agar istiqamah di jalan Allah, dan menjadikan Indonesia sebagai negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur—negeri yang subur, aman, dan penuh ampunan dari Allah SWT.

Zayyinni Izzal Faqih B.A

Alumni Qassim University, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button