Tarbawi

Petunjuk Nabi ﷺ dalam Mendidik (Bag. 5)

Bagian ke-5

Kedelapan: Mempertimbangkan perbedaan antar individu

Abu Rifa‘ah   pernah bercerita: “Aku datang kepada Nabi ﷺ saat beliau sedang berkhutbah, lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku adalah seorang pendatang yang ingin bertanya tentang agamanya karena tidak tahu tentang agamanya.’ Maka Rasulullah ﷺ menghampiriku, meninggalkan khutbahnya, hingga beliau sampai di dekatku. Lalu beliau dibawakan sebuah kursi yang kakinya terbuat dari besi. Beliau pun duduk di atasnya dan mulai mengajarkan kepadaku apa yang diajarkan oleh Allah kepadanya. Setelah itu, beliau kembali ke khutbahnya dan menyelesaikannya.” (HR. Muslim: 876)

Manusia itu ibarat logam yang memiliki kemampuan, potensi, dan tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Seorang guru harus siap menghadapi semua murid-muridnya dengan berbagai macam karakter dan potensi. Di sinilah letak keahlian guru untuk meyakinkan semua murid dan menciptakan keseimbangan di antara mereka.

Perhatian terhadap perbedaan individu bukanlah inovasi pendidikan modern, melainkan sesuatu yang telah disadari oleh para salaf terdahulu. Mereka menekankan pentingnya hal ini kepada para pendidik. Imam Nawawi berkata,” Sepatutnya seorang pengajar mencurahkan kemampuannya dalam menjelaskan ilmu kepada murid-muridnya, berupaya agar materi mudah dipahami, dan bersungguh-sungguh dalam membimbing mereka ke jalan kebenaran. Ia hendaknya memahami kapasitas setiap individu muridnya berdasarkan daya pikir dan daya ingatnya. Jangan memberatkan seseorang dengan apa yang tidak sanggup ia pikul, tetapi jangan pula terlalu meringankan bagi murid yang memilki kemampuan lebih. Saat berbicara dan menjelaskan pun berusaha menyesuaikan dengan tingkatan pemahaman serta semangat belajar muridnya. Bagi murid yang memiliki pemahaman yang bagus ia cukupkan dengan isyarat, bagi yang belum paham ia jelaskan secara rinci serta mengulangi penjelasan bagi yang membutuhkan. Hendaknya ia juga menjelaskan hukum dengan contoh-contoh praktis tanpa menyebutkan dalil bagi mereka yang tidak mampu menghafal dalil. Jika ada sebagian hukum yang tidak diketahui dalilnya, maka ia menyebutkan dalilnya kepada mereka.”

Baca Juga  Generasi Terbaik

Para ulama salaf terkadang memilih sebagian murid untuk diberi pelajaran atau hadis secara khusus, tidak bersama murid lainnya. Abu ‘Ashim berkata: ‘Saya pernah melihat Sufyan menarik seseorang dari tengah majelis, lalu menyampaikan kepadanya dua puluh hadis sementara yang lain tetap duduk.’ Mereka bertanya: ‘Mungkin orang itu lemah?’ Abu ‘Ashim menjawab: ‘Tidak.'”

Kesembilan: Mengarahkan pada bidang keahlian yang tepat

Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa kaumnya pernah berkata kepada Nabi ﷺ: “Di sini ada seorang anak laki-laki dari Bani Najjar (Zaid bin Tsabit) yang telah menghafal belasan surah.” Rasulullah ﷺ kemudian memintaku untuk membaca hafalanku, maka aku pun membaca Surah Qaf. Setelah itu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku menulis surat kepada suatu kaum, dan aku khawatir mereka akan menambah atau mengurangi isinya, maka pelajarilah bahasa Suryani.” Maka Zaid pun mempelajari bahasa Suryani dan menguasainya dalam waktu tujuh belas hari bahkan lima belas hari menurut versi riwayat yang lain.

Umat ini sangat membutuhkan potensi dan keahlian para generasinya. Dari pada disia-siakan atau disalurkan tanpa arah yang jelas, bukankah menjadi hak seorang murid untuk mendapatkan nasihat dan arahan dari gurunya pada bidang yang sesuai dengan bakat dan keunggulannya?.

Di sisi lain, umat ini juga butuh orang-orang yang siap untuk mengisi kekurangan pada pos-pos tertentu. Maka, perencanaan yang matang dan persiapan yang terarah mengharuskan adanya pengarahan potensi umat untuk menutup celah-celah tersebut. Dan dari mana pengarahan itu bermula jika bukan dari dunia pendidikan?

Terkadang seorang murid mengejar suatu bidang yang tidak sesuai dengan kemampuannya, atau mungkin orang tuanyalah yang mendorongnya kepada hal tersebut. Dalam situasi seperti ini, ketika seorang guru membantu mengarahkan murid ke jalur yang lebih tepat, ia tidak hanya memberikan manfaat besar kepada murid itu sendiri, tetapi juga kepada masyarakat secara umum.

Baca Juga  Golongan yang Dirindukan Surga

Kesepuluh: Memadukan Pembelajaran Personal dan Komunal

Dalam banyak teks hadits, kita seringkali membaca: “Nabi ﷺ sedang duduk bersama para sahabatnya,” atau “Ketika kami sedang duduk bersama Nabi,”. Ini merupakan contoh pendidikan secara komunal. Adapun pendidikan secara personal, terdapat banyak contohnya, di antaranya; Ibn Mas’ud -radhiallahu ‘anhu- berkata: “Rasulullah ﷺ mengajarkanku tasyahud dengan memegang tanganku, sebagaimana beliau mengajariku surat dari Al-Qur’an.”

Contoh lainnya adalah banyak hadits yang menyebutkan: “Rasulullah ﷺ berpesan kepadaku…”

Di antaranya adalah hadits Mu’adz -radhiallahu ‘anhu-: “Ketika aku dibonceng oleh Nabi ﷺ, tidak ada jarak antara aku dan beliau kecuali ujung pelana. Beliau berkata: ‘Wahai Mu’adz.’ Aku pun menjawab, ‘Aku penuhi panggilanmu, wahai Rasulullah.’ Lalu beliau melanjutkan perjalanan sejenak, kemudian berkata lagi: ‘Wahai Mu’adz.’ Aku menjawab, ‘Aku penuhi panggilanmu, wahai Rasulullah.’ Kemudian beliau kembali melanjutkan perjalanan sejenak dan berkata: ‘Wahai Mu’adz.’ Aku menjawab: ‘Aku penuhi panggilanmu, wahai Rasulullah.’ Lalu beliau berkata: ‘Tahukah kamu, apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya?’ Aku menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’ Beliau bersabda: ‘Hak Allah atas hamba-Nya adalah agar mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.’ Lalu beliau melanjutkan perjalanan sejenak dan berkata: ‘Wahai Mu’adz bin Jabal.’ Aku menjawab: ‘Aku penuhi panggilanmu, wahai Rasulullah.’ Kemudian beliau berkata: ‘Tahukah kamu apa hak hamba-hamba atas Allah jika mereka melakukan itu?’ Aku menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’ Beliau bersabda: ‘Hak hamba atas Allah adalah bahwa Dia tidak akan menyiksa mereka.'” (Muttafaqun ‘alaihi)

Kesebelas: Perhatian terhadap pendidikan perempuan

Ketika Rasulullah ﷺ selesai melaksanakan salat Id, beliau menuju ke arah jamaah wanita, memberikan nasihat, dan memerintahkan mereka untuk bersedekah. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas رضي الله عنهما: “Aku keluar bersama Nabi ﷺ pada hari Idul Fitri atau Idul Adha. Beliau melaksanakan salat, lalu berkhutbah, kemudian mendatangi para wanita, memberikan nasihat kepada mereka, mengingatkan mereka, dan memerintahkan mereka untuk bersedekah.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Baca Juga  Semua Nikmat Akan Ditanya di Hari Kemudian

Perhatian Rasulullah ﷺ terhadap pendidikan perempuan tidak terbatas pada pertemuan-pertemuan sepintas saja, namun, beliau memberikan waktu khusus untuk mereka. Sebagaimana yang diriwaytakan oleh Abu Sa‘id Al-Khudri رضي الله عنه, ia berkata: “Para wanita berkata kepada Nabi ﷺ, ‘Para laki-laki telah mendominasi waktu bersamamu, maka tetapkanlah hari khusus untuk kami.’ Beliau pun menjanjikan kepada mereka satu hari di mana beliau menemui mereka, memberikan nasihat, dan memerintahkan mereka. Salah satu yang beliau sampaikan adalah, ‘Tidak ada seorang wanita pun di antara kalian yang kehilangan tiga anaknya (karena wafat) kecuali hal itu menjadi penghalang baginya dari neraka.’ Lalu seorang wanita bertanya, ‘Bagaimana jika hanya dua anak?’ Beliau menjawab, ‘Dua juga.’” (Muttafaqun ‘alaihi).

Dalam masyarakat Islam, perempuan memiliki peran dan tanggung jawab besar yang harus mereka emban. Namun, mereka tidak akan mampu melaksanakan tanggung jawab ini dengan baik jika tidak ada perhatian terhadap pendidikan dan pembinaan mereka. 

Mubarak Umar, Lc., M.A.

Mahasiswa S2 Iqthishad Islami, Universitas Islam Madinah, Arab Saudi

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?