Khutbah Jumat: Amanah

Khutbah pertama
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
الحَمْدُ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلٰى يَوْمِ الدِّينِ.
أُوصِيكُمْ أَيُّهَا المُسْلِمُونَ وَنَفْسِيَ الْمُقَصِّرَةَ بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَإِنَّ تَقْوَى اللّٰهِ خَيْرُ زَادٍ يَتَزَوَّدُ بِهِ العَبْدُ لِيَوْمِ الْمِيعَادِ، ﴿ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى ﴾ [البقرة: 197].
أَمَّا بَعْدُ، مَعَاشِرَ المُسْلِمِينَ وَزُمْرَةَ المـُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ
Sesungguhnya di antara tujuan terbesar Islam adalah menanamkan makna amanah di dalam jiwa kaum mukminin, serta menjadikannya sebagai akhlak yang kokoh dan perilaku yang terus menerus diamalkan. Amanah adalah ciri khas orang beriman dan tanda keimanan yang sejati.
Allah Ta‘ālā telah memerintahkan untuk menunaikan amanah dalam Kitab-Nya yang mulia. Dia berfirman:
إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلٰى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisā’: 58)
Dan Nabi bersabda:
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah.” (HR. Ahmad)
Dengan amanah, kehidupan menjadi tertata dengan baik, hak-hak dapat terjaga, serta keamanan dan ketenteraman akan menyebar luas dalam masyarakat.
Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jum’at yang dimuliakan Allah
Allah menjadikan manusia sebagai pemegang amanah di muka bumi, memikul tanggung jawab agung ini setelah amanah itu ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka semua enggan memikulnya dan merasa khawatir terhadapnya, maka manusialah yang menerima amanah tersebut. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” QS. Al-Ahzab: 72.
Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jum’at yang dimuliakan Allah
Dalam Islam, amanah adalah tanggung jawab manusia di hadapan Allah terhadap segala hal yang diperoleh melalui perbuatannya.
Di antara bentuk amanah yang paling besar adalah amanah tanggung jawab; tanggung jawab dalam Islam berarti bahwa setiap Muslim yang mukallaf dewasa dan berakal bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaan atau kewenangannya.
Tanggung jawab ini dapat bersifat pribadi individu atau kolektif bersama-sama.
Jika seseorang melaksanakannya dengan baik, maka ia akan mendapatkan pahala.
Namun jika ia melalaikannya, maka ia akan mendapatkan dosa dan siksa.
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Dari Ibnu Umar radliallahu ‘anhu dari Nabi , bahwa Beliau bersabda: “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang memimpin rakyat akan bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab atas mereka semua, seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Muslim No: 3408).
Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jum’at yang dimuliakan Allah
Setiap orang yang diberi amanah oleh Allah untuk mengurus urusan kaum Muslimin harus menyadari bahwa tanggung jawab tersebut bukan kehormatan dan kedudukan semata, melainkan amanah dan beban taklif kewajiban yang besar.
Maknanya: setiap orang yang diangkat dalam suatu tugas publik jabatan, kepemimpinan, pengelolaan urusan masyarakat, maka ia termasuk dalam cakupan firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا…
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” QS. An-Nisā: 58.
Allah juga berfirman:
وَقِفُوهُمْ إِنَّهُم مَّسْئُولُونَ
“Tahanlah mereka di padang Mahsyar, sesungguhnya mereka akan ditanya dimintai pertanggungjawaban.” QS. Ash-Shaffāt: 24
Dan firman-Nya:
فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِيْنَ * عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka perbuat.” QS. Al-Ḥijr: 92–93
Allah juga memuji orang-orang beriman dengan sifat amanah:
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan janjinya.” QS. Al-Muminūn: 8
Artinya, jabatan dan tugas publik adalah titipan deposit dari masyarakat dan amanah dari Allah yang akan dimintai pertanggungjawaban.
Ma’asyiral muslimin sidang shalat Jum’at yang dimuliakan Allah
Di dalam Islam, tidak semua orang layak memikul amanah tanggung jawab publik, Hanya mereka yang memiliki sifat dan kriteria tertentu yang berhak dipercaya dan diberi tanggung jawab. Diantara kriteria pemegang amanah dalam Islam antara lain sebagai berikut:
Pertama: Kekuatan dan Kejujuran (al-quwwah wa al-amānah)
Allah Ta‘ālā berfirman tentang sifat Nabi Musa alaihis salam:
إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
“Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” QS. Al-Qaṣaṣ: 26
Karena itu, dalam Islam tidak boleh seseorang menduduki jabatan atau amanah publik kecuali orang yang memiliki dua sifat ini: kekuatan kompetensi dan amanah integritas. Kekuatan bermakna kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan baik, dan hal itu berbeda-beda tergantung jenis pekerjaan:
Dalam kepemimpinan perang, kekuatan berarti keberanian, keahlian strategi, kepandaian dalam taktik, serta kemampuan fisik dan mental.
Dalam kepemimpinan hukum dan pemerintahan, kekuatan berarti kemampuan memahami hukum syariat, kearifan dalam memutuskan perkara, keberanian menegakkan keadilan terhadap yang kuat maupun yang lemah, serta ketegasan dalam mengambil keputusan penting.
Kedua: Ilmu dan Kemampuan (al-ḥifẓ wa al-‘ilm)
Sebagaimana dikisahkan Allah dalam surat Al Baqarah: Allah memilih Ṭālūt sebagai raja bagi Bani Israil bukan karena harta atau kedudukan, tetapi karena dua keistimewaan: ilmu dan kekuatan.
Dengan ilmu dan kekuatannya, Ṭālūt — atas izin Allah — mampu memimpin kaumnya meraih kemenangan dan keselamatan. Allah berfirman:
فَهَزَمُوهُمْ بِإِذْنِ اللَّهِ وَقَتَلَ دَاوُودُ جَالُوتَ وَآتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَهُ مِمَّا يَشَاءُ ۗ
“Maka mereka tentara Ṭālūt mengalahkan mereka dengan izin Allah, dan Daud membunuh Jalut. Lalu Allah memberikan kepadanya Daud kerajaan dan hikmah serta mengajarinya apa yang Dia kehendaki.” QS. Al-Baqarah: 251.
Demikian pula Nabi Yusuf alaihis salam, Al-Quran mengisahkan bahwa beliau dikenal memiliki ilmu, amanah, kemuliaan akhlak, dan keahlian, sehingga raja Mesir memilihnya untuk menjadi orang kepercayaannya. Allah Ta‘ālā berfirman:
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي ۖ فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ
“Raja berkata: ‘Bawalah dia Yusuf kepadaku, akan kujadikan dia orang yang dekat denganku. Maka tatkala raja bercakap-cakap dengannya, dia berkata: ‘Sesungguhnya pada hari ini engkau menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya di sisi kami.” QS. Yusuf: 54
Mendengar hal itu, Nabi Yusuf alaihis salam dengan penuh percaya diri mengajukan diri untuk mengelola urusan negara:
اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
“Jadikanlah aku bendahara negara Mesir; sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan.” QS. Yusuf: 55
Ini menunjukkan bahwa dalam Islam meminta jabatan tidak dilarang apabila seseorang memiliki kompetensi nyata dan yakin dapat menunaikan amanah dengan baik, sebagaimana Yusuf alaihis salam menyelamatkan Mesir dari krisis pangan besar dengan perencanaan strategis selama 15 tahun: meningkatkan produksi, menghemat konsumsi, mengatur distribusi, dan menabung dengan bijak. Maka Mesir tidak hanya selamat dari kelaparan, tetapi juga menjadi penolong bagi negeri-negeri sekitarnya.
Dari sini tampak jelas bahwa dengan Kekuatan dan Kejujuran, ilmu pengetahuan dan abilitas akan tegak keadilan yang menjadi prinsip pokok dalam memegang amanah tanggung jawab. Dengannya, umat Islam dahulu mampu memimpin dunia dengan wibawa dan keadilan yang tidak memandang suku, agama, atau kelas sosial.
Karenanya, Rasulullah tidak memberikan jabatan kepada sembarang orang hanya karena hubungan pribadi atau kedekatan. Bahkan beliau menolak permintaan Abū Żar al-Ghifārī radliallahu ‘anhu untuk menjadi pejabat dengan berkata:
“Wahai Abū Żar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya jabatan itu adalah amanah. Ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan pada Hari Kiamat, kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan kewajibannya.” HR. Muslim.
أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيمَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ.
Khutbah kedua
الحمدُ للهِ على إِحسانِهِ، والشُّكرُ لهُ على توفيقِهِ وامْتِنانِهِ، وأشهدُ أنْ لا إِلٰهَ إلَّا اللهُ وحدَهُ لا شريكَ لهُ تعظيمًا لشأنِهِ، وأشهدُ أنَّ محمَّدًا عبدُهُ ورسولُهُ الدَّاعِيَ إلى رِضْوانِهِ، صلَّى اللهُ عليهِ وعلى آلِهِ وصحابَتِهِ وسلَّمَ تسليمًا كثيرًا. أمَّا بعدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ:
اتَّقُوا اللهَ – تعالى – وَلَا تَمُوتُنَّ إلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ، وَتَمَسَّكُوا بِكِتَابِ رَبِّكُمْ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ رَسُولِ اللهِ، وَاحْذَرُوا الْبِدَعَ وَالْمُحْدَثَاتِ، فَإِنَّ شَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، الْزَمُوا جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ، فَإِنَّ يَدَ اللهِ مَعَ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ، وَمَنْ شَذَّ عَنْهُمْ شَذَّ فِي النَّارِ.
Wahai kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Sesungguhnya amanah dan tanggung jawab tidak akan tegak kecuali dengan adanya orang-orang yang layak memegang amanah. Islam telah menetapkan sejumlah kriteria penting bagi pemegang amanah, agar tanggung jawab dapat ditunaikan dengan benar dan hak-hak manusia tidak terabaikan. Diantara kriteria selanjutnya adalah:
Ketiga: Kasih Sayang dan Kelembutan
Seorang pemimpin dalam Islam harus memiliki jiwa besar, hati yang penyayang, dan tutur kata yang lembut, karena manusia selalu membutuhkan perhatian dan kepedulian.
Allah ﷻ berfirman kepada Nabi Muhammad :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Maka maafkanlah mereka. QS. Āli ‘Imrān: 159
Para pemimpin kaum Muslimin meneladani Rasul dalam hal ini:
Abu Bakar ash-Ṣiddīq radliallahu ‘anhu dalam satu hari melakukan empat ibadah sosial: Berpuasa, mengikuti jenazah, memberi makan orang miskin, dan menjenguk orang sakit.
Umar bin al-Khaṭṭāb radliallahu ‘anhu sendiri memanggul karung gandum dan memasak makanan untuk anak-anak kecil yang kelaparan di malam hari.
Rasulullah bersabda:
«مَنْ لَا يَرْحَمِ النَّاسَ لَا يَرْحَمْهُ اللهُ»
“Siapa yang tidak menyayangi manusia, maka Allah tidak akan menyayanginya.” HR. al-Bukhārī
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الأُمَنَاءِ الصَّادِقِيْنَ، وَأَعِنَّا عَلَى أَدَاءِ الأَمَانَاتِ وَالمـَسْئُوْلِيَّاتِ كَمَا تُحِبُّ وَتَرِْضَى، وَلَا تَجْعَلْنَا مِنَ الخَائِنِيْنَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
“Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang amanah dan jujur, tolonglah kami untuk menunaikan amanah dan tanggung jawab sebagaimana yang Engkau cintai dan ridai, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk golongan orang-orang yang berkhianat, wahai Zat Yang Maha Penyayang.”
Akhirnya, marilah bershalawat dan salam kepada junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana perintah Allah Ta‘ala:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzāb: 56).
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وَسَلَّمْتَ عَلَى نَبِيِّنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ نَبِيِّنَا إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى نَبِيِّنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ نَبِيِّنَا إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُومًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُومًا، وَلَا تَدَعْ فِينَا وَلَا مَعَنَا شَقِيًّا وَلَا مَحْرُومًا.
اللَّهُمَّ انْصُرِ الْإِسْلَامَ وَأَعِزَّ الْمُسْلِمِينَ، وَاجْمَعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الْخَيْرِ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَانْشُرِ السَّلَامَ وَالْأَمْنَ فِي الْعِبَادِ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ كُنْ عَوْنًا لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ، وَكُنْ مَعَهُمْ وَلِيَّهُمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ، وَاجْعَلِ الدَّائِرَةَ عَلَيْهِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدُّعَاء.
﴿ ۞ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا﴾ ﴿إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ﴾ وأقيموا الصلاة…



