ZAM-ZAM

Sumur Zam-zam terletak 20 m dari Ka’bah, kedalamannya mencapai 30 m.
Sejarah awalnya, ketika Hajar sa’i ketujuh kalinya, ia mendengar suara dari arah anaknya, Ismail. Ternyata Jibril -‘alaihissalam- telah menghentakkan kakinya pada tempat keluarnya air Zam-zam itu dan terpancar seketika dari bawah kedua kaki Ismail. Melihat itu, Hajar segera menampung air itu dengan pasir agar tidak merembes ke segala arah, kemudian ia mengambilnya dengan kedua tangan. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Semoga Allah merahmati Ummu Ismail [Hajar], seandainya ia membiarkan Zam-zam mengalir, maka ia akan menjadi air yang mengalir [seperti sungai dan tidak menjadi sumur].” [HR. Bukhari].
Pada masa jahiliyah sumur Zam-zam sempat menghilang jejaknya dan ditemukan kembali oleh Abdul Muththalib, kakek Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Pelajaran
Disunnahkan meminum air Zam-zam dan membasahi kepala dengannya setelah melakukan thawaf dan sebelum sa’i.
Zam-zam merupakan air yang bisa digunakan sebagai obat, bahkan dibolehkan untuk ngalap berkah dengan air ini, baik dengan cara meminumnya atau mengusapkannya ke anggota tubuh, dengan syarat mengharap berkah dari Allah Ta’ala dengan perantaraan Zam-zam. Air suci ini juga bisa mengenyangkan seperti halnya makanan.
Doa ketika minum air Zam-zam sangat mustajab, sebagaimana dalam hadits, “Air Zam-zam [manfaatnya] sesuai dengan niat meminumnya.” [HR. Ibnu Majah, shahih].
Zam-zam ini seakan mengajari kita bahwa rizki dari Allah tidak selamanya datang melalui jalur usaha dan kerja kita. Allah tidak memancarkan mata air ini di tempat Hajar bolak-balik antara Shafa dan Marwah, tetapi di dekat posisi Ka’bah. Kewajiban kita bekerja dan berusaha, adapun rizki Allah telah menjaminnya.