Ujian Terberat Nabi Yusuf ﷺ
“Siapa yang ingin menghibur dirinya di saat badai ujian menerpa, maka bacalah surat Yusuf.” Demikian nasehat salah seorang guru kami yang berdarah Afrika dalam salah satu kajian tadabur surat yang agung nan indah ini.
Surat yang meringkas kisah lengkap hidup Nabi Yusuf dalam 111 ayat dengan diksi rabani yang super indah ini turun atas permintaan para sahabat agar Rasulullah menceritakan kisah Alquran kepada mereka[1].
Pada bagian prolog Allah menyebutnya sebagai ahsanul qashash yaitu kisah terbaik yang ada di dalam Alquran. Imam Al-Qurtubi menjelaskan beberapa alasan surat ini disebut sebagai kisah terbaik di antaranya adalah karena keindahan sikap dan kesabaran Nabi Yusuf dalam menghadapi setiap ujian hidup yang menimpanya[2]. Ada juga pendapat yang menyebutkan karena klimaks kisah Nabi Yusuf adalah happy ending bagi setiap pemerannya baik itu Nabi Yusuf dan ayahnya Nabi Yakub, saudara-saudaranya, istri Al-Aziz bahkan konon sang raja pun masuk Islam lantaran nabi Yusuf ‘alaihissalam[3]. Hal berbeda dengan kisah-kisah para Nabi lainnya dalam Alquran yang berakhir dengan kebinasaan kaum mereka[4].
Sebagaimana kisah Alquran lainnya kisah Nabi Yusuf ini turun untuk menguatkan hati orang beriman tatkala menghadapi ujian keimanan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat dan peringatan bagi orang yang beriman”. (Hud: 120)
Oleh karenanya, surat yang mulia ini diturunkan di Mekkah yang merupakan fase sulit bagi kaum mukminin saat itu yang juga bertepatan dengan pasca wafatnya Khadijah dan Abu Thalib yang selama ini mendukung dakwah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang dikenal dengan ‘amul huzn (tahun kesedihan).
Surat ini selain menjadi hiburan untuk Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabat juga merupakan bisyaroh dan kabar gembira akan pertolongan Allah bagi kaum muslimin sebanyak dan seberat apa pun kesulitan dan rintangan yang menghadang, sebagaimana kesulitan dan ujian yang dialami oleh Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang kemudian berakhir dengan kejayaannya atas izin dan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala.
Berbicara tentang ujian, maka tahukah kita, bahwa ujian terberat bagi Nabi Yusuf bukanlah saat ia dilempar ke liang sumur oleh sepuluh saudaranya sendiri, padahal itu bisa saja mengancam nyawanya?
Ujian terberat itu adalah saat pintu-pintu rumah telah dikunci rapat, tak ada satu pun orang yang melihat dan istri Al-Aziz yang cantik jelita dengan nada menggoda berkata kepada Nabi Yusuf:
هيت لك
“Marilah mendekat kepadaku”.
Alasannya adalah karena meskipun kedua ujian itu menuntut kesabaran ekstra, hanya saja kesabaran yang pertama sifatnya “idhthirori” alias terdesak, mau tidak mau Yusuf kecil harus bersabar di lempar ke dasar sumur, ingin melawan percuma, selain kalah jumlah ia juga kalah fisik, tidak ada upaya lain kecuali pasrah, seperti halnya ujian sakit yang menimpa seseorang tanpa izin dan memberi pilihan, keadaan betul-betul memaksa untuk bersabar.
Adapun sabar pada ujian kedua, sifatnya “ikhtiyari” yakni murni atas dasar pilihan Nabi Yusuf setelah mendapat petunjuk dari Allah tentunya. Karena saat itu Yusuf dihadapkan dengan dua pilihan, antara iya atau tidak, antara menolak atau menerima, antara sabar bertahan atau “pasrah” menyerah. Ujian menjadi semakin berat karena ia berkaitan dengan wanita yang sangat cantik lagi terpandang dan Nabi Yusuf saat itu adalah bujang berdarah muda. Seorang bisa saja sabar atas lapar dan dahaga tapi tidak dengan wanita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أضَرَّ علَى الرِّجالِ مِنَ النِّساءِ.
“Aku tidak meninggalkan satu godaan pun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita”. (muttafaqun ‘alaihi)
Ditambah lagi, Nabi Yusuf adalah pendatang di negeri Mesir, kalaupun ketahuan kondisinya tidak separah jika terjadi di tanah lahirnya sendiri. Lagi pula penawaran itu datang dari istri Al-Aziz yang paham betul tempat dan momen yang tepat untuk melancarkan misinya tersebut, itu artinya kemungkinan untuk ketahuan sangat kecil.
Bukan hanya itu, Nabi Yusuf statusnya adalah penumpang di rumah itu dan istri Al-Aziz adalah majikannya, menolak tawaran berarti sama saja menentang perintah atasan dan harus siap dengan konsekuensi berupa perlakuan buruk darinya. Tidak hanya itu, Nabi Yusuf diancam untuk dipenjara dan dihinakan bila menolak permintaan sang “bos” dan beberapa alasan lainnya yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’. Namun semua itu sama sekali tidak menggoyahkan keimanan dan kesabaran Nabi Yusuf ‘alaihissalam.
Oleh sebabnya, para ulama saat menjelaskan level kesabaran menyebutkan bahwa pada dasarnya sabar dalam rangka menahan diri dari kemaksiatan itu lebih utama dari pada sekedar sabar atas musibah yang menimpa.
قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik, sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung”. (Yusuf: 23), Tegas Yusuf menolak tawaran murahan dan menjijikkan itu. Sebuah kalimat singkat yang membuat beliau dimuliakan sepanjang abad.
Ya, pintu-pintu rumah itu bisa saja terkunci rapat, tapi pintu ‘ishmah (penjagaan) dan hidayah Allah akan selalu terbuka untuk hamba-Nya yang bertakwa.
‘Alaihi as-shalatun wa salaam
[1] Mustadrak Al-Hakim:2/376, no:3319
[2] Tafsir Al-Qurtubi: 9/106
[3] Lihat: Tafsir Al-Qurtubi: 9/106
[4] Lihat: Al-Burhan fi tanasubi suwaril quran: 228