Tuntunan Bersosial Media (1)
Media Massa; Antara Fitnah dan Peluang
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terus meningkat, kian hari kian canggih. Bagai pisau bermata dua, media massa bisa mengantarkan seseorang menuju sukses dunia dan akhirat, namun juga dapat menjerumuskannya kepada kerugian dunia akhirat.
Saat seorang sahabat, Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di sela-sela perang Tabuk, beliau bersabda kepadanya, “Hitunglah enam peristiwa menjelang hari kiamat tiba; wafatku, pembebasan Baitulmaqdis, wabah kematian menyerang bagai wabah yang mematikan kambing, melimpah ruahnya harta hingga seseorang diberi 100 dinar tapi masih kesal (menganggapnya sedikit), fitnah yang memasuki rumah semua orang Arab, kesepakatan damai antara kalian (muslimin) dengan Bani Ashfar (Bangsa Romawi) kemudian mereka berkhianat dan datang menyerangmu di bawah 80 bendera, di bawah setiap bendera 12.000 pasukan”.([1])
Pada tanda yang kelima, Rasulullah mengingatkan akan munculnya fitnah yang memasuki semua rumah orang Arab, sebagian ulama menyebutkan fitnah yang dimaksud adalah fitnah yang terjadi setelah syahidnya Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, disusul dengan perang saudara yang terjadi antara sesama kaum muslimin, seperti perang Shiffin dan perang Jamal, dan fitnah tersebut terus berlanjut sampai hari ini.
Sebagian ulama kontemporer, seperti Syekh al-Muhaddits Abdul Aziz Ath-Tharifiy hafizhahullah menyebutkan bahwa termasuk fitnah yang memasuki setiap rumah adalah media massa dengan berbagai macamnya([2]). Kini melalui TV dan internet berbagai ideolgi, syubhat bahkan maksiat dapat sampai ke setiap orang di mana pun dia berada. Hampir setiap orang saat ini mempunyai akun di media sosial, dia bisa mengakses apa saja dan berkomunikasi dengan siapa saja di seluruh penjuru dunia.
Seorang sahabat, Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu mempertegas hal ini, beliau berkata, “Hampir saja keburukan ditumpahkan kepadamu dari langit hingga sampai ke fayafi”. Ditanyakan kepada beliau: apa itu fayafi wahai Aba Abdillah? Beliau menjawab: Tanah terpencil”([3]).
Sekarang kita menyaksikan banyak orang meskipun tinggal di kampung terpencil, tapi tetap mempunyai TV satelit/parabola dan bisa menyaksikan siaran yang ia sukai.
Kata fitnah yang disebutkan pada hadits riwayat Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu di atas sejatinya berkonotasi negatif, artinya dampak fitnah tersebut bisa merusak akidah, akhlak dan perilaku seseorang. Selain membawa dampak negatif, media massa juga memainkan peran besar dalam memutar balikkan fakta, mengaburkan kebenaran dan menyebarkan kebatilan. Kebatilan disajikan dalam bentuk kebenaran, sementara kebenaran hakiki ditutupi, bahkan disajikan sebagai suatu hal menakutkan atau membahayakan yang harus dijauhi. Inilah hakikat fitnah, sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,
لَقَدِ ابْتَغَوُا الْفِتْنَةَ مِنْ قَبْلُ وَقَلَّبُوا لَكَ الْأُمُورَ حَتَّى جَاءَ الْحَقُّ وَظَهَرَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَارِهُونَ (48)
“Sesungguhnya dari dahulu pun mereka telah mencari-cari fitnah (kekacauan) dan mereka mengatur berbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya“. (QS. At-Taubah: 48)
Ibnu ‘Asyur rahimahullah menjelaskan, “Kata قَلَّبُوا pada ayat di atas bisa berarti menyembunyikan perkara yang jelas dan memperlihatkan perkara yang tersembunyi.”([4])
Hidayah yang Menghampiri setiap Rumah
Dari sisi lain, media massa juga memiliki pengaruh positif. Jika para pecinta dunia memanfaatkan media massa untuk menebarkan kesesatan dan mencari keuntungan duniawi kendati merusak moral dan agama, maka para pecinta akhirat, pembela kebanaran dan keadilan juga dapat memaksimalkan media massa untuk visi dan misi mereka.
Rasulullah shallalhu ‘alaihi wasallam telah menjanjikan bahwa hidayah Islam -suka atau tidak suka-, akan sampai ke setiap rumah. Dalam hadis yang diriwayatkan sahabat, Tamim ad-Dariy radhiyallahu ‘anhu, beliau bersabda, “Sungguh perkara (agama Islam) ini akan sampai ke bumi yang dilalui oleh malam dan siang. Allah tidak akan melewatkan seluruh perumahan baik di kota maupun pelosok desa, kecuali memasukkan agama ini ke dalamnya, dengan kemulian yang mulia dan kehinaan yang hina. Yakni kemuliaan yang dengannya Allah memuliakan Islam dan kehinaan yang dengannya Allah merendahkan kekufuran“. ([5])
Tamim ad-Dariy radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku telah membuktikannya dalam keluargaku, yang masuk Islam dari mereka memperoleh kebaikan, kemuliaan dan kehormatan, sedang yang tetap dalam kekufuran terkena kehinaan, kerendahan dan jizyah (kewajiban bayar upeti).” ([6])
Bila kita amati secara seksama, maka kita temukan bahwa media yang mampu menghantar cahaya Islam menembus setiap dinding rumah masa kini adalah media massa. Semua orang di dunia bisa menyaksikan ibadah salat di Masjidilharam secara live, ceramah dan kajian tertentu bisa ditonton penduduk desa terpencil via TV, youtube, FB, Twitter, dan media sosial lainnya.
Karena itu, tidak ada lagi alasan bagi seorang muslim untuk tidak ambil andil dalam menebarkan cahaya hidayah Islam, sebab semua media terbuka seluas-luasnya. Jika seorang muslim hanya memilih diam berpangku tangan, dengan alasan bahwa janji Rasulullah tersebut pasti terealisasi, maka dirinya sendirilah yang akan merugi.
Hanya saja, dalam berinteraksi dengan media massa atau media sosial haruslah bijaksana dan professional, baik untuk konsumsi pribadi maupun sebagai sarana dakwah sosial. Ada sederetan kaidah dan hukum yang senantiasa perlu diketahui dan diamalkan.
Bersambung…
([2]) https://www.youtube.com/watch?v=ivOBDON3fKU
([3]) HR. Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, no. 37399.
([4]) Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, jilid X, hal. 219.
([5]) HR. Ahmad, no. 16958, dengan sanad yang shahih, Hakim dalam al-Mustadrak, no. 8326.