Fikih

Yang Mesti Anda Ketahui Tentang Bulan Sya’ban

Tak terasa, seiring berjalannya waktu dan silih bergantinya siang dan malam, kini kita semua telah memasuki bulan Sya’ban, suatu bulan yang sangat dinantikan oleh seluruh umat Islam untuk mempersiapkan diri menyambut bulan penuh berkah, Ramadhan. Sebagai bulan yang mengiringi hadirnya Ramadhan, dan gerbang untuk memfokuskan diri beribadah di dalamnya, tentunya ia memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Selain terdapat beberapa ibadah yang sunnah untuk diamalkan di dalamnya, juga terdapat berbagai hukum dan amalan yang erat kaitannya dengan bulan Ramadhan.

Namun ketika memperhatikan  fenomena sebagian umat Islam di bulan ini, kita mendapati bahwa mereka telah banyak membuat-buat amal ibadah khusus yang tidak pernah dicontohlan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bulan ini, sehingga mereka mencampur adukkan antara amalan sunnah yang haq dan amalan bid’ah yang batil, padahal penentuan adanya amal ibadah itu merupakan hak Allah Ta’ala, tidak boleh bagi siapapun mengkhususkan ibadah – baik tata cara atau waktunya – tanpa adanya dalil baik dari Al-Quran dan hadits-hadits shahih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Barangsiapa yang beramal dengan sebuah amalan yang bukan dari ajaran kami maka amalan itu akan tertolak.” (Muttafaqun ‘alaih)

Semoga tulisan  ini dapat membuka hati kita untuk lebih mengenali amalan-amalan yang disunnahkan dan amalan yang tidak disunnahkan dalam bulan ini.

Amalan Yang Disunnahkan

Pertama: Memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Ini merupakan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha :

مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ

Artinya : ” Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali dalam Ramadhan dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih banyak daripada di bulan Sya’ban.(HR. Bukhari : 1969 dan Muslim : 1156)

Adapun sebab beliau memperbanyak puasa di bulan  ini  adalah : 1)Agar mengajar umatnya untuk berlatih puasa sehingga akan terasa mudah menjalani puasa Ramadhan karena telah terbiasa dengan puasa Sya’ban. 2)Beliau melakukannya untuk mengingatkan para sahabatnya akan dekatnya bulan Ramadhan. 3)Sebagai rasa syukur atas dekatnya kedatangan Ramadhan.

Baca Juga  Fiqih Puasa Ramadhan

Apakah dibolehkan berpuasa setelah pertengahan bulan Sya’ban ?

Jawabannya adalah tetap dibolehkan berpuasa karena hadits larangan berpuasa selepas pertengahan Sya’ban yaitu (Jika pertengahan Sya’ban telah tiba maka janganlah berpuasa) adalah dhoif lagi munkar dan menyelisihi hadits shahih yang hanya membatasi larangan itu pada sehari atau dua hari sebelum Ramadhan.

Kedua: Tidak berpuasa sehari atau dua hari sebelum Ramadhan. Sebagaimana dalam hadits : “Janganlah seorang di antara kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari kecuali jika seseorang telah terbiasa dengan puasanya, maka hendaknya ia berpuasa pada hari itu.  (HR. Bukhari 1914). Sebabnya adalah karena ia merupakan yaum asy-syakk ; hari yang diragukan apakah ia masih dalam Sya’ban atau sudah masuk Ramadhan. Dalam hadits, Ammar bin Yasir radhiyallahu ‘anhuma berkata :  “Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan, maka sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Abul Qosim (yaitu Rasulullah) shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan shahih.” Dishahihkan oleh Al Albani)

Puasa pada  sehari atau dua hari sebelum Ramadhan ini tidak boleh dilakukan kecuali ;
a) Bagi orang yang telah terbiasa puasa misalnya telah terbiasa puasa senin kamis atau puasa Daud, maka ia boleh berpuasa pada hari itu jika bertepatan dengan hari puasa kebiasaannya.

b) Bagi orang yang masih memiliki utang qadha puasa Ramadhan sebelumnya atau puasa nadzar atau kaffarat yang belum lunas, maka ia wajib mengqadha puasanya walaupun bertepatan tanggal 30 Sya’ban (yaum asy-syakk), karena puasa qadha ini adalah kewajiban yang harus ia bayar sebelum masuk bulan Ramadhan.

Ketiga: Orang yang masih memiliki utang puasa Ramadhan di tahun sebelumnya atau puasa nadzar/kaffarat yang belum ia lunasi, maka wajib baginya untuk melunasi puasa yang ia tinggalkan ini dalam bulan Sya’ban sehingga ia masuk dalam Ramadhan tanpa memiliki beban dan hutang puasa.

Keempat: Disyariatkannya melihat hilal bulan Ramadhan di akhir Sya’ban untuk penentuan awal hari bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika kalian melihatnya (hilal) maka berpuasalah….” (Muttafaq ‘alaihi). Hal ini merupakan kewajiban orang yang memiliki keahlian dalam bidang ru’yah serta bersifat amanah dari segi agama dan akhlaknya.

Baca Juga  Mengusap Kedua Khuff Pada Saat Berwudhu

Amalan Sebagian Umat Islam yang Tidak Dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Bulan Sya’ban.

1- Peringatan malam nishfu Sya’ban. Amalan ini tidak memiliki dalil shahih dari amalan Rasul ataupun para sahabat, bahkan ia adalah suatu amalan baru yang bid’ah.

2- Menghidupkan malam nishfu Sya’ban untuk banyak beribadah dan shalat, serta berpuasa di siang harinya. Pengkhususan ini dilandasi oleh hadits-hadits dhoif dan munkar tentang keutamaan malam nishfu Sya’ban, di antaranya hadits : “Allah memandang semua makhluk-Nya pada malam nishfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni mereka semua kecuali orang musyrik atau yang saling bertengkar.

Hadits ini diriwayatkan dari beberapa sahabat dan semuanya adalah hadits dhoif jiddan/lemah sekali dan munkar yang sama sekali tidak bisa dijadikan dalil.

Juga hadits lainnya yang lemah sekali, bahkan palsu : “Jika pada malam nishfu Sya’ban, maka shalatlah pada malam harinya, dan berpuasalah pada siang harinya, karena pada hari itu Allah turun ke langit dunia ketika matahari terbenam, lalu berfirman : Adakah orang yang memohon ampunan niscaya Aku mengampuninya…sampai terbitnya fajar.

Abu Syamah Asy-Syafi’i dalam kitabnya Al-Ba’its (33) menukil dari Ibnu Dihyah bahwa ia berkata : “Para ulama hadits  menyatakan : Tidak terdapat satupun hadits shahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban.

Perlu diketahui bahwa seorang muslim tetap disunnahkan menghidupkan malam nishfu Sya’ban sebagaimana malam-malam lainnya karena setiap akhir malam Allah Ta’ala turun ke langit dunia, juga disunnahkan berpuasa pada siang harinya karena bertepatan dengan tanggal 15, salah satu ayyamul-bidh yang disunnahkan puasa, namun dengan tidak diiringi keyakinan untuk menghidupkan atau meraih fadhilah  nishfu Sya’ban secara khusus sebab semua dalilnya lemah sekali dan munkar.

3- Memperbanyak dan mengkhususkan ziarah kubur di bulan Sya’ban. Ziarah kubur merupakan sunnah, namun jika dikhususkan di bulan Sya’ban dan menjelang Ramadhan, maka ini adalah perkara yang tidak sesuai dengan sunnah, bahkan lebih dekat dengan bid’ah sebab tidak ada satu dalil shahih pun yang menerangkannya. Dalam hadits : ” Barangsiapa yang beramal dengan sebuah amalan yang bukan dari ajaran kami maka amalan itu akan tertolak.” (Muttafaqun ‘alaih)

Baca Juga  Selayang Pandang Fikih Ibadah (4)

4- Shalat Alfiyah (di dalamnya membaca surat Al-Ikhlash 1000X); yaitu shalat dengan 100 rakaat, setiap rakaat membaca surat Al-Ikhlash 10X. Shalat ini diriwayatkan dalam hadits palsu sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul-Jauzi dalam kitabnya “Al-Maudhu’at (Hadits-Hadits Palsu)”.

5- Mengadakan berbagai macam ritual adat yang lebih menjurus pada khurafat dan keyakinan syirik, seperti acara mandi bersama, atau sendiri-sendiri menjelang Ramadhan agar dapat menggugurkan dosa-dosa atau mendatangkan keberkahan. Demikian pula ritual kenduri dan acara makan bersama yang biasanya diawali dengan membaca Al-Fatihah, shalawatan, yasinan, atau tahlilan, lalu menghadiahkan pahalanya kepada arwah keluarga atau kerabat yang telah meninggal. Semua amalan seperti ini tidak ada dalilnya sama sekali dari agama Islam, sebab itu seorang muslim seharusnya menjauhinya sesuai dengan kesanggupannya.

Sambutlah Ramadhan Dengan Ilmu dan Tarbiyah.

Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun dari 5 rukun Islam, hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim dewasa, berakal dan mampu untuk melaksanakannya. Karena ibadah ini suatu kewajiban bagi tiap individu muslim sebagaimana halnya shalat lima waktu, maka hukum mempelajari dan mengilmui masalah puasa ini juga wajib bagi setiap muslim, tidak ada alasan untuk bermalas-malasan atau enggan mempelajarinya. Sebab itu, sudah sepantasnya bagi kita untuk menyambut bulan ini dengan mempelajari hukum-hukumnya serta tata cara memaksimalkan ibadah di dalamnya, baik dengan menghadiri/mendengarkan kajian, ataupun membaca buku-buku seputar Ramadhan yang sesuai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selain persiapan ilmu, seorang muslim juga hendaknya mempersiapkan jiwa dan hatinya agar ia masuk ke dalam Ramadhan dengan hati yang suci dan siap menjadikannya sebagai moment mentarbiyah dirinya di atas ibadah dan akhlak mulia. Sebab itu, jika belum terbiasa dengan amalan-amalan ibadah, marilah di bulan Sya’ban ini, kita melatih diri masing-masing dan menempanya dengan banyak puasa, dzikir, shalat malam, dan jenis-jenis ibadah lainnya agar kita terlatih dan melewati Ramadhan dengan penuh kemudahan dan meraih pahala dan ampunan, serta tetap konsisten dengan ibadah-ibadah ini selepas Ramadhan. Wallahu A’lam wa Ahkam []

Maulana Laeda, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Ilmu Hadits, Universitas Islam Madinah, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?