Sifat-sifat Hamba Ar-Rahman (Sifat Kedua)

وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِهَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا
“… dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam.” (QS. AL-Furqān : 63)
Di setiap zaman, tempat, generasi, pasti ada golongan orang yang bertabiat buruk, berakhlak menyimpang, menyukai permusuhan dan kekacauan. Mereka mencari makan dengan adanya permusuhan dan perkelahian, mengganggu orang-orang yang menahan, menjaga, dan menutupi diri mereka. Olehnya, kebiasaan orang-orang baik adalah menghindari orang-orang jahat tersebut, menghindari keburukan mereka dan membalas mereka dengan kebaikan yaitu dengan mengucapkan ucapan yang benar sebagaimana yang Allah deskripsikan,
وَاِذَا سَمِعُوا اللَّغْوَ اَعْرَضُوْا عَنْهُ وَقَالُوْا لَنَآ اَعْمَالُنَا وَلَكُمْ اَعْمَالُكُمْ ۖسَلٰمٌ عَلَيْكُمْ ۖ لَا نَبْتَغِى الْجٰهِلِيْنَ
“Apabila mendengar perkataan yang buruk, mereka berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, salāmun ‘alaikum (semoga keselamatan tercurah kepadamu), kami tidak ingin (bergaul dengan) orang-orang bodoh.” (QS. Al-Qaṣaṣ : 55)
Mereka pun menghindari gangguan dan ketidaknyamanan dari orang lain dengan dua cara :
Pertama, dengan ucapan mulia, bahasa yang santun nan indah, mereka pun mengucapkan, “Salam” dan “Assalamualaikum”. Itulah jawaban yang bermartabat, memutus jalan bagi lisan untuk memperpanjang kalam.
Ibnu Al-Qayyim mengatakan, “Bukan maksudnya bahwa mereka mengucapkan lafaz ini dalam bentuk tunggal secara manṣūb, namun maksudnya ialah mereka mengucapkan ucapan salam, seperti (ucapan seseorang bahwa mereka mengucapkan ucapan) yang tepat (sadādan) dan benar (ṣawāban). Suatu ucapan disebut sebagai salam karena ucapan tersebut mengandung dan menyampaikan makna keselamatan guna menghilangkan keseganan dan menuai keakraban.”([1])
Kedua, berpaling dari hal yang sia-sia, tidak ikut membicarakan hal yang batil, memboikot ahli bidah, tidak sibuk dengan hal-hal yang bersifat tidak jelas dan menjebak.
Kedua cara mulia ini menjadikan diri mereka selamat, terjaga urusan agama, dunia dan akhirat. An-Nu’mān bin Muqarrin Al-Muzani meriwayatkan bahwa ada seseorang yang mengumpat orang lain di hadapan Rasulullah ﷺ , orang yang diumpat pun mengatakan, “’Alaikassalam (Semoga Allah memberikan keselamatan bagimu)”. Rasulullah ﷺ pun bersabda,
أَمَا إِنَّ مَلَكًا بَيْنَكُمَا يَذُبُّ عَنْكَ كُلَّمَا يَشْتُمُكَ هَذَا قَالَ لَهُ بَلْ أَنْتَ وَأَنْتَ أَحَقُّ بِهِ وَإِذَا قَالَ لَهُ عَلَيْكَ السَّلَامُ قَالَ لَا بَلْ لَكَ أَنْتَ أَحَقُّ بِهِ.
“Ketahuilah, sungguh satu malaikat di antara kalian berdua membelamu. Setiap orang itu mencelamu malaikat itu berkata (kepadanya), ‘Justru kamu lebih berhak atas (celaan) itu.’ Sedang saat ia mengucapkan padamu, ‘’Alaikassalam (Semoga Allah memberikan keselamatan bagimu)’ malaikat itu berkata, ‘Justru engkaulah yang lebih berhak atas hal itu.”([2]) HR. Ahmad dengan sanad yang hasan.