Fikih

Selayang Pandang Fikih Ibadah (5)

(Pembatal-pembatal Ibadah 2) 

 Selain pembatal-pembatal ibadah yang telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya, masih ada perbuatan lain yang berpotensi membatalkan ibadah dan mengurangi pahalanya, atau membatalkan pahala dan ketaatan tertentu. Di antaranya: 

  1. Meniggalkan shalat Ashar. 

Meninggalkan shalat fardu secara umum dengan sengaja merupakan dosa besar. Bahkan muslim yang meninggalkan shalat secara total bisa terjatuh dalam kekufuran. Tetapi, mereka yang meninggalkan shalat Ashar, mendapat ancaman khusus dari Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Buraidah radhiyallahuanhu meriwayatkan,  

فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ العَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ» 

Sesungguhnya Nabi shallallahualaihi wasallam bersabda: Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka telah gugurlah amalannya.” (HR. Bukhari, no. 553) 

Dalam kitabnya Ash-Shalah wa Ahkam Tarikihaa (Shalat dan Hukum Orang yang Meninggalkannya, hal. 65), Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah menukil berbagai penjelasan ulama tentang maksud gugurnya amal dalam hadis ini, kemudian beliau menyimpulkan 

والذي يظهر في الحديث والله أعلم بمراد رسوله أن الترك نوعان: ترك كلي لا يصليها أبدا؛ فهذا يحبط العمل جميعه، وترك معين في يوم معين؛ فهذا يحبط عمل ذلك اليوم. 

Pendapat terkuat dari meninggalkan shalat yang dimaksudkan oleh  Rasulullah dalam hadis iniwallahu a’lam-, ada dua macam. Pertama; meninggalkan shalat Ashar secara total, maka seluruh amalnya akan gugur. Kedua, meninggalkan shalat Ashar pada hari tertentu, maka yang gugur adalah amalannya pada hari itu.” 

Rasulullah shallallahualaihi wasallam juga bersabda,  

«الَّذِي تَفُوتُهُ صَلاَةُ العَصْرِ، كَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ» 

“Orang yang melalaikan shalat Ashar, seperti orang yang dirampas keluarga dan hartanya.” (HR. Bukhari, no. 552, Muslim, no. 626) 

  1. Riya 
Baca Juga  Ada Apa dengan Riba?

Pada dasarnya riya adalah syirik kecil, yakni memamerkan amal ibadah demi mendapat pujian dan apresiasi manusia. Atau jika seseorang mengharapkan selain keridaan Allah dari ketaatan yang ia lakukan, atau menyekutukan Allah dengan yang lain dalam amal tersebut. Sebagian ulama mengkhususkan syirik kecil pada riya yang sedikit, jika banyak sehingga mendominasi ibadah dan amal baiknya maka bisa dikategorikan syirik akbar. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda, 

«قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ» 

 Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Aku Dzat yang paling tidak butuh kepada sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan yang di dalamnya itu ia menyekutukan Aku dengan selain-Ku, niscaya Aku tinggalkan ia bersama sekutunya itu”.(HR. Muslim, no. 2985) 

 

Amal ibadah sebesar apa pun, jika terkontaminasi riya akan sia-sia saja. Abu Umamah al-Bahiliy radhiyallahuanhu mengisahkan: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam, ia bertanya, Bagaimana menurut engkau jika ada orang yang berperang untuk mengharapkan pahala dan sekaligus ingin disebut namanya (sebagai pahlawan), apa yang ia dapatkan? Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda, Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Lelaki tadi mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali. Rasulullah shallallahualaihi wasallam tetap bersabda, Ia tidak mendapatkan apa-apa.” Lalu beliau bersabda, Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla tidak menerima amalan kecuali yang ikhlas mengharapkan wajah-Nya. (HR. An-Nasa’iy, no. 3140) 

Apakah Semua Pujian Termasuk Riya 

Memang terkadang kita dapat merasakan percikan hasil amal kebaikan di dunia, jika amal tersebut dilakukan dengan ikhlas maka pujian atau balasan duniawi yang kita peroleh bukanlah hasil riya, melainkan balasan kebaikan yang disegerakan di dunia ( عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِن ).  

Baca Juga  Fikih Jual Beli: "Di saat Pembatalan Jadi Pilihan"

Sahabat, Abu Dzarr radhiyallahuanhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam 

أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنَ الْخَيْرِ، وَيَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ؟ 

Bagaimana jika seseorang berbuat kebaikan (karena Allah), kemudian manusia memujianya atas perbuatan baik tersebut?” 

Rasulullah shallallahualaihi wasallam menjawab,  

«تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ» 

Itulah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim, no: 2642). 

Ganjaran yang disegerakan ini adalah sebagai bukti bahwa Allah menerima amal-Nya dan mencintai-Nya. Balasan ini tidak akan mengurangi pahala dan balasan baik yang akan dia peroleh di akhirat kelak yang dijanjikan Allah dalam firman-Nya 

{بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ} [الحديد: 12] 

Artinya: Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Demikian itulah kemenangan yang agung.” (QS. Al-Hadid: 12) 

  

  1. Memelihara anjing, kecuali anjing untuk berburu atau menjaga tanaman dan hewan ternak 

Abu Hurairah radhiyallahuanhu meriwayatkan: Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda,  

«مَنْ أَمْسَكَ كَلْبًا يَنْقُصْ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ إِلَّا كَلْبَ حَرْثٍ، أَوْ كَلْبَ مَاشِيَةٍ»  

Artinya: Barangsiapa yang memelihara anjing, maka setiap hari pahala amalannya berkurang satu qirath, kecuali anjing untuk menjaga ladang tanaman atau menjaga ternak.” (HR. Bukhari, no. 3324, dan Muslim, no. 1575). 

Dalam riwayat lain, Abdullah bin Umar radhiyallahuanhuma meriwayatkan: Aku mendengar Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda, 

Baca Juga  Persetujuan Penghalalan yang Haram

«مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا، إِلَّا كَلْبًا ضَارِيًا لِصَيْدٍ أَوْ كَلْبَ مَاشِيَةٍ، فَإِنَّهُ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ» 

Artinya: Barangsiapa memelihara anjing, kecuali untuk berburu atau menjaga ternak, maka berkurang pahalanya setiap hari sebanyak dua qirath. (HR. Bukhari, no. 5481, dan Muslim, no. 1574). 

Imam An-Nawawiy berkata, Qirath adalah suatu ukuran yang hanya Allah yang tahu, makna hadts adalah berkurangnya sebagian pahala amalnya.” (Syarh Shahih Muslim, jilid X, hal. 238).  

Hanya saja ketika menyebutkan pahala orang yang ikut menyalatkan dan mengantarkan jenazah, Rasulullah menjelaskan maksud dua qirath, beliau bersabda: Seperti dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari, no. 1325, dan Muslim, no. 945). 

Bolehkah Memiliki Anjing untuk Jaga Rumah? 

Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Imam An-Nawawiy berkata,  

وهل يجوز لحفظ الدور والدروب ونحوها فيه وجهان أحدهما لا يجوز لظواهر الأحاديث فإنها مصرحة بالنهي إلا لزرع أو صيد أو ماشية وأصحها يجوز قياسا على الثلاثة عملا بالعلة المفهومة من الأحاديث وهي الحاجة 

“Ada dua pendapat, pertama; tidak boleh berdasarkan makna lahir hadis yang melarang kecuali untuk menjaga kebun, berburu atau menjaga hewan ternak. Kedua, pendapat terkuat; boleh, dikiaskan dengan tiga hal tersebut, dengan alasan adanya hajat kebutuhan, sesuai pemahaman terhadap hadis-hadis tersebut.” (Syarh Shahih Muslim, jiid X, hal. 236).  

Meski sebagian ulama membolehkannya, akan tetapi lebih baik tidak  memanfaatkan anjing untuk menjaga rumah, sebab banyak dampak negatifnya, jilatannya adalah najis, jika masuk rumah maka malaikat tidak akan masuk rumah, belum lagi dampak negatif bagi tetangga dan orang lain di sekitarnya. Wallahu A’lam. 

Abu Zulfa, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?