Keluarga

Saat Harus Berjauhan dengan Keluarga

Bekerja di negeri sendiri merupakan dambaan setiap orang, karena ia akan selalu dekat dengan orang-orang yang dicintainya. Keletihan seketika hilang saat ia pulang dan disambut oleh anak-anak yang lucu dengan canda tawanya serta senyuman tulus istrinya.

Akan tetapi hidup ini terkadang menghadapkan kita pada hal-hal sulit yang mengharuskan kita keluar dari zona ideal. Ya, karena tiada kesempurnaan kecuali milik Allah dan dunia ini adalah ruang ujian bagi kita manusia. Tak terkecuali dalam ranah rezeki. Adakalanya kondisi ekonomi kampung kita sedang memburuk, peluang kerja yang sesuai dengan keahlian kita tidak tersedia, atau ada sebab lainnya yang menuntut kita untuk meninggalkan sanak saudara demi mengais rezeki yang juga menjadi bagian dari tanggung jawab kita, kepala keluarga.

Hidup berjauhan dengan orang yang kita cintai tidaklah sederhana, terutama istri dan anak-anak. Tidak berlebihan karena hati satu dengan lainnya sudah tertaut kuat oleh ikatan yang dalam Al-Quran disebut sebagai mitsaqan ghalizha. Di sini kita bisa merasakan bahwa cinta dan kasih sayang pantas menjadi bagian dari tanda kebesaran Allah. Sering kali kita sendiri tidak mengerti dengan perasaan yang sedang melanda hati kita saat kerinduan sampai pada puncaknya. Unik memang.

Di sisi lain tak jarang kita mendengar terjadinya keretakan dalam rumah tangga karena perpisahan ini. Bermula dari kecurigaan dan berakhir dengan perselingkuhan atau bahkan perceraian. Selanjutnya anak-anak yang menjadi korban, tidak terurus, tidak terdidik dan sering kali lebih memilih jalanan untuk menjadi ‘keluarga’ mereka.

Ini adalah kenyataan yang harus menjadi pertimbangan tersendiri sebelum kita memutuskan untuk merantau dengan meninggalkan keluarga. Namun jika memang tidak ada pilihan lain, maka sangat disarankan agar salah satu pasangan tetap menemani anak-anak di rumah, tidak pergi dua-duanya, dan dalam kondisi demikian baiknya si ibu yang bersama anak-anak.

Baca Juga  Membina Rumah Tangga dengan Agama

Poin-poin berikut barangkali dapat memberikan gambaran apa yang bisa kita lakukan saat berjauhan dengan keluarga:

Pertama: membangun komunikasi yang baik.

Boleh dikata poin ini adalah poin terpenting dalam masalah ini. Komunikasi yang tidak lancar adalah sumber keretakan rumah tangga. Tidak hanya saat sudah berjauhan, komunikasi suami-istri semestinya dibangun sejak mereka menjalin ikatan pernikahan. Keterbukaan antara satu dengan yang lain akan menumbuhkan perasaan bahwa pernikahan ini adalah amanah yang harus dijaga bersama, keluarga kecil ini ibarat bahtera yang hanya akan melaju jika masing-masing memainkan perannya. Kalaupun dalam perjalanannya menghadapi situasi ekonomi yang labil, maka dengan komunikasi yang baik akan dipahami bahwa masalah ini adalah masalah bersama yang perlu dicari jalan keluarnya.

Melibatkan pasangan dalam mengambil keputusan akan melahirkan kesiapan untuk menjalani setiap risiko dan konsekuensinya. Tidak berhenti di sini, komunikasi selama berjauhan perlu dipersiapkan sesuai dengan kemungkinan yang tersedia. Terlebih dengan kecanggihan teknologi telekomunikasi saat ini. Intinya harus diatur waktu yang tepat agar masing-masing pihak tetap bisa berkomunikasi.

Melalui komunikasi ini pula hendaknya perkembangan anak-anak dipantau. Artinya, saat berjauhan bukan berarti tanggung jawab pendidikan kita gugur. Akidah anak-anak tetap dijaga, ibadah mereka tetap dicek, baca Al-Quran dan belajar Islam mereka selalu dipantau.

Kedua: saling percaya.

Cinta tidak selalu berarti bersama, tetapi identik dengan sikap saling percaya. Sama dengan poin komunikasi, kepercayaan harus ditumbuhkembangkan seiring jalinan perkawinan.

Selain saling percaya, suami-istri hendaknya juga saling menjaga kepercayaan yang lain dan tidak menyalahgunakannya. Baik menyangkut kesetiaan terhadap pasangan, maupun dalam pembelanjaan uang. Hal ini menuntut adanya akhlak baik sangka. Kalaupun ada hal-hal yang mencurigakan, maka kembali pada poin awal untuk mengomunikasikannya dengan hati yang jernih dan mengedepankan pikiran positif.

Baca Juga  Poster: Celaan Terhadap Istri yang Tidak Bersyukur

Ketiga: dekat dengan tuntunan Islam.

Hal yang paling bisa dijadikan jaminan kepercayaan seperti pada poin kedua adalah kepatuhan terhadap ajaran agama. Ya, kualitas Islam seseorang adalah kontrol terbaik yang dapat membentenginya dari sikap khianat. Masing-masing dari suami-istri yang berjauhan akan merasa ‘aman’ jika pasangannya selalu menjaga ibadahnya, lebih-lebih aktif dalam kajian keislaman.

Rumah tangga yang didirikan di atas ilmu dan amal shalih akan kokoh dan tangguh. Jika suami dekat dengan ilmu dan istri juga demikian, maka dalam kondisi apapun ilmu selalu menjadi rujukan utamanya, bukan perasaan, emosi, ataupun ego pribadi. Dan di manapun ia singgah, maka ia akan selalu mencari  tempat menuntut ilmu, karena lantaran ilmu ini ia merasa terbimbing dan terjaga dari fitnah syubhat dan syahwat yang sangat menyengsarakan.

Islam menuntunkan sikap menjaga diri untuk wanita yang ditinggal suaminya, sikap yakin kepada Allah bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakannya sebagaimana sikap Hajar saat ditinggal oleh Ibrahim ‘alaihissalam, serta sifat sabar yang merupakan sinar dalam kehidupan.

Ketiga poin di atas idealnya diproses dari awal pernikahan. Namun, kalaupun ternyata kita baru tersadar saat ini, saat kita sudah terlanjur berjauhan tanpa ada persiapan matang sebelumnya, maka tidak ada kata terlambat. Segera lakukan upaya untuk menghindari hal yang tidak dinginkan. Bangun komunikasi, tumbuhkan sikap saling percaya, dan merapat ke majelis ilmu terdekat!

Sudarisman Ahmad, Lc., MA.

Alumni S2, Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?