Fikih

Rambu-rambu Bisnis Online (1)

Kehidupan normal jenis baru setelah lama dirumahkan melahirkan banyak pebisnis-pebisnis pemula dunia maya. Dagangan yang tadinya dijual di pasar dan toko beralih ke lapak-lapak online. Hal ini sangat lumrah terjadi, sebab setiap orang akan memutar otak agar dapurnya tetap ngepul untuk menyambung hidup berasama anak dan istri. 

Namun, mereka yang senantiasa menjaga keberkahan penghasilannya akan bertanya-tanya, Adakah rambu-rambu khusus untuk perdagangan online yang diajarkan syariat?”  

  • Si A misalnya seorang pedagang emas yang akhirnya memasarkan emas dagangannya melalui media sosial dan lapak online. Bolehkah secara syariat? 
  • Si B menjadi seorang dropshiper karena terkendala modal yang terbatas; dengan memajang foto produk-produk orang lain dan menjualnya. Bagaimana tinjauannya secara syariat? 

Definisi Jual Beli Online 

Jual beli online adalahtransaksi jual beli yang terjadi melalui media yang tersedia di internet, tanpa pertemuan langsung antara kedua belah pihak yang bertransaksi“. 

Berdasarkan definisi ini perlu diperhatikan beberapa hal berikut: 

  1. Transaksi terjadi melalui media yang tersedia di internet, maka perjanjian di medsos untuk bertemu di suatu tempat untuk bertransaksi, tidak masuk dalam pembahasan kali ini.
  2. Adanya tenggang waktu penyerahan barang kepada pembeli disebabkan adanya jarak antara penjual dan pembeli yang tidak memungkinkan serah terima langsung. 

Rambu-Rambu Terkait 

Setelah mengenal apa fokus pembahasan pada tulisan ini, dapat disimpulkan sebagai berikut 

  1. Hukum asal jual beli adalah boleh“, hingga adanya dalil atau sebab yang mengharamkannya.
  2. Produk-produk yang dipersyaratkan padanya serah terima langsung (seperti emas dan perak), tidak diperkenankan untuk dijual secara online.  
Baca Juga  Sujud Sahwi (Bag. 2)

Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda,Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, dengan takaran yang sama dan kontan (serah terima langsung). Jika dengan jenis yang berbeda maka jual terserah kalian secara kontan. [HR. Muslim]

3. Adanya jeda waktu penerimaan barang mengaharuskan untuk memperhatikan larangan jual beli hutang dengan hutang; maksudnya hutang uang dan barang terjeda.

4. Tidak menjual barang yang bukan miliknya. Berdasarkan sabda nabi kepada Hakim bin Hizam: “Janganlah engkau menjual apa yang tidak ada padamu”.

Pembagian Pedagang Online  

Berangkat dari rambu-rambu di atas, mari kita telisik para pedagang online yang memenuhi jagat maya dewasa ini. Apakah sudah memperhatikan rambu-rambu di atas?  

Jika melihat fakta lapangan sebatas pengamatan penulis, pedagang online dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar berdasarkan kepemilikan barang yang akan diperdagangkan. Pembagiannya sebagai berikut: 

  1. Memiliki barang.
  2. Tidak memiliki barang. 

Adapun yang pertama; mereka yang memiliki barang tidak lepas dari 2 kemungkinan 

  1. Produser; mereka yang memproduksi atau membuat sendiri barang yang akan dijual.
  2. Reseller; mereka yang membeli barang dengan tujuan dijual kembali setelah barang diterima dan dimiliki. 

Kedua jenis pebisnis ini dapat melakukan transaksi online selama tidak menjual barang yang dipersyaratkan padanya serah terima langsung seperti emas dan perak, dengan pembayaran kontan agar tidak terjatuh pada larangan jual beli hutang dengan hutang“, sebab barang akan diterima terlambat. Wallahu a’lam.  

Bersambung 

Muhammad AlBonjowiy, B.A., M.A.

Alumni S2, Universitas Islam Madinah, Lc., M.A.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?