Ramadhan dan Muraqabah
Ramadhan adalah bulan ampunan, rahmat dan berkah. Setiap orang yang beriman pasti merindukan kedatangannya, karena Ramadhan adalah momen yang paling tepat untuk menjadi hamba yang paling mulia di sisi Allah, yaitu menjadi orang bertakwa. Di bulan ini kita terdorong untuk aktif dalam ketaatan, mulai dari puasa, shalat, sedekah, baca al-Quran, dan ibadah-ibadah yang lain. Di bulan ini juga kita tinggalkan segala dosa dan maksiat yang akan membatalkan atau mengurangi pahala puasa kita.
Ada satu sifat yang menjadi salah satu syarat agar kita mampu meraih takwa di bulan Ramadhan ini, sifat ini juga yang mampu menjadi pendorong untuk berlomba-lomba dalam ibadah dan menjauhi segala dosa. Tahukah Anda sifat tersebut?
Sifat yang dimaksud adalah muraqabah, itulah syarat untuk meraih ketakwaan. Ibarat sebuah alat yang akan kita gunakan untuk tujuan tertentu, sudah semestinya kita mengetahui tentang alat tersebut. Demikian pula dengan muraqabah, banyak di antara kita yang meremehkan sifat tersebut lantaran tidak tahu arti dan keutamaannya, atau sebagian telah mengetahuinya namun tidak tahu bagaimana memfungsikan sifat muraqabah agar menjadi alat kontrol bagi hati dan anggota badan dalam meraih ketakwaan setiap saat, terutama di bulan Ramadhan.
Berikut ini ulasan secara singkat tentang muraqabah, dengan harapan bisa menjadi bekal selama bulan Ramadhan agar ibadah puasa yang akan kita lakukan pada Ramadhan kali ini mampu menaikkan derajat kita di sisi Allah Ta’ala.
Makna muraqabah
Muraqabah artinya keyakinan seorang muslim akan pengawasan Allah Ta’ala terhadap seluruh aktivitas dirinya baik lahir maupun batin.
Keyakinan terhadap muraqabah Allah tidak akan tumbuh kecuali bila seseorang benar-benar mengetahui bahwa Allah senantiasa melihat perbuatannya, mendengar ucapannya serta bisikan hati dan perasaannya. Pengetahuan inilah yang akan membuahkan sifat muraqabah, yaitu meyakini bahwa diri dan perbuatannya tidak pernah luput dari pengawasan, penglihatan, dan pendengaran Allah, meskipun dalam sekejap mata.
Seseorang yang memiliki sifat muraqabah sebagaimana dijelaskan di atas, tentu akan berhati-hati dalam setiap ucapan dan perbuatannya, selalu mempertimbangkan akibat dan balasan dari setiap yang dikerjakan, tidak gegabah dan meremehkan sekecil apapun ucapan dan perbuatan yang menyebabkan dosa dan keburukan.
Buah sifat muraqabah
Buah yang indah dipandang dan manis rasanya tentu berasal dari pohon yang baik karena terawat dan selalu dipelihara. Demikian pula dengan sifat muraqabah yang menghasilkan buah-buah yang baik, enak rasanya dan setiap orang pasti menginginkannya.
Di antara buah sifat muraqabah adalah:
- Iman yang baik
Tidak semua yang mengaku beriman memiliki iman yang baik, bahkan ada di antara mereka yang berdusta dengan imannya. Tanda terbesar baiknya iman seseorang adalah meyakini dan merasakan bahwa Allah Ta’ala senantiasa bersamanya dan selalu mengawasinya. Bila iman telah baik, tentu kepribadian, perbuatan serta ucapan seseorang akan baik pula, yang dengannya ia akan mendapatkan segala kebaikan dari Allah Ta’ala.
- Terjaga dari perbuatan maksiat
Maksiat adalah penyebab terbesar kebinasaan seseorang, oleh karena itu setan sangat serius dalam menggoda dan mengajak manusia agar terperangkap di dalamnya. Senjata yang paling ampuh untuk menghalau godaan setan yang terkutuk tersebut adalah muraqabah. Bayangkan orang yang sudah berada di jurang kemaksiatan dan hampir terjatuh di dalamnya masih terselamatkan lantaran Allah mengingatkannya. Dalam sebuah hadits shahih dijelaskan tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan dari panasnya hari kiamat kelak, salah satu di antara mereka adalah orang yang sudah siap melakukan zina dan tidak ada penghalang sedikit pun untuk melakukan perbuatan buruk tersebut, namun Allah mengingatkan dan menyadarkannya sehingga lisannya berucap: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah.” [HR. Muttafaqun ‘Alaihi].
Mari kita renungkan, rasanya mustahil orang tersebut akan sadar dan ingat kepada Allah yang selalu melihat dan mengawasinya, bilamana sifat muraqabah tidak ada dalam hatinya.
Itulah penjagaan Allah yang akan diberikan kepada hamba-hambaNya yang memiliki sifat muraqabah, dan adakah penjagaan yang lebih kita butuhkan dari terjaganya diri ini dari maksiat yang akan menjerumuskan ke dalam siksa neraka-Nya?
- Sempurna dalam ibadah
Cukup satu alasan saja, mengapa ibadah menjadi sesuatu yang paling penting di dunia, yaitu karena ibadah adalah tujuan penciptaan manusia, dan ketika ia kembali kepada Allah tujuan tersebut akan dipertanggungjawabkan. Bila diterima, maka baginya surga dan bila ditolak, maka baginya neraka.
Di antara syarat ibadah yang akan diterima adalah sempurna dalam niat dan sempurna dalam mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melakukan ibadah tersebut. Jalan untuk menyempurnakan kedua rukun tersebut adalah muraqabah.
Ketika shalat dilakukan dengan penuh keyakinan bahwa Allah melihat setiap gerakan dan mendengar setiap doa dan zikir yang dilantunkan, bahkan mengetahui segala gerakan hati yang berupa khusyuk, takut, dan berharap, tentu shalat akan dilakukan dengan sempurna. Setiap gerakan dan bacaan memiliki keadaan mengagumkan yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata maupun tulisan. Bila shalat dilakukan demikian, niscaya tidak terasa panjangnya bacaan dan doa yang dilantunkan, dan akan terasa berat untuk menghentikan saat bermunajat kepada Allah Ta’ala tersebut, karena hanyut dalam lautan cinta dan rahmat-Nya.
Berbeda sekali dengan shalat yang kosong dari muraqabah, antara hati dan gerakan tidak bersinergi dan menyatu. Biasanya hati sibuk memikirkan hal-hal di luar shalat, apakah itu pekerjaan, masalah yang belum terselesaikan, janji ini dan itu, sehingga tidak ada rasa khusyuk, berharap, dan takut kepada Allah Ta’ala, akibatnya gerakan, doa, dan zikir dalam shalat pun dilakukan asal-asalan; asal takbir, asal baca al-Fatihah, asal ruku, asal sujud, dan hasil akhirnya adalah asal shalat.
Shalat yang dilakukan tanpa muraqabah akan terasa berat, ingin cepat-cepat untuk mengakhirinya, dan bila selesai melakukannya, tidak ada pengaruhnya dalam kehidupan, masih saja berdusta atau menipu, tidak jera dari maksiat dan kemungkaran.
Sengaja pembahasan ini lebih panjang, agar bisa menjadi cermin bagi ibadah-ibadah lain seperti puasa, sedekah, membaca Al Quran, haji dan sebagainya. Bila mana sifat muraqabah ada dalam hati, niscaya ibadah-ibadah tersebut akan dilakukan dengan sempurna baik dalam niat maupun tata caranya sesuai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Surga
Untuk menjelaskan alasan mengapa surga adalah buah dari sifat muraqabah, cukup renungi firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Mulk ayat 12 yang artinya:
“Sesungguhnya orang orang yang takut kepada Tuhan mereka, bagi merekalah ampunan dan pahala yang besar ( surga ).”
Merekalah orang yang takut terjatuh dalam maksiat meskipun tidak ada yang melihat dan mendengar. Merekalah orang yang takut lalai ketika melakukan ibadah, takut dari riya’ dan ingin dipuji orang, takut bila ibadah yang dilakukannya tidak sempurna dan tidak sesuai dengan contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, takut bila ada sebagian waktu, tenaga, atau hartanya yang digunakan di jalan setan.
Pantaslah bila mereka meraih ampunan dan surga Allah. Karena mereka tidak pernah melupakan-Nya di mana pun, kapan pun, serta bagaimanapun keadaan mereka.
Akibat buruk tidak adanya sifat muraqabah
Secara sederhana akibat buruk tidak adanya sifat muraqabah adalah kebalikan dari buah-buah yang baik di atas seperti buruknya iman. Bila semakin memburuk dan dibiarkan, maka iman tersebut bisa berubah menjadi kemunafikan dan inilah iman orang munafik yang Allah ancam dengan firman-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang munafik ada di dalam kerak api neraka.” [QS. An-Nisa’: 145]
Salah satu sifat orang-orang munafik adalah sebagaimana yang Allah gambarkan dalam firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 108 yang artinya:
“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.”
Di antara akibat buruk yang lain adalah hilangnya pahala dan ganjaran ibadah yang dilakukan. Mengapa demikian?
Silakan renungi jawabannya dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di bawah ini.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Akan aku kabarkan tentang kaum dari umatku, pada hari kiamat mereka membawa kebaikan seperti besarnya gunung, kemudian Allah jadikan kebaikan tersebut debu yang beterbangan.” Tsauban bertanya: ”Wahai Rasulullah, jelaskanlah mereka kepada kami, agar kami tidak seperti mereka, sedangkan kami tidak mengetahui.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Mereka adalah saudara kalian, mereka beribadah seperti kalian, hanya saja bila mereka menyepi dan bersendiri, mereka berani melanggar hal-hal yang diharamkan.” [HR. Ibnu Majah, sanadnya hasan].
Kita berlindung kepada Allah dari sifat mereka, setelah lelah beribadah namun hanya dosa dan siksa yang didapatkan, lantaran ibadah tersebut tidak dilakukan karena Allah Ta’ala, boleh jadi karena riya’, terpaksa atau hanya ikut-ikutan agar tidak malu dan dipojokkan oleh orang lain. Bukti tidak adanya keikhlasan dalam hati mereka adalah disaat mereka menyendiri dan menyepi sementara tidak ada yang melihat dan mendengar, mereka berani durhaka kepada Allah dengan bermaksiat kepada-Nya dan bersenang-senang dengan memenuhi hawa nafsunya, padahal sesungguhnya Allah Ta’ala Maha melihat dan Maha mendengar apa yang sedang mereka lakukan.
Kiat-kiat menumbuhkan dan meningkatkan sifat muraqabah
Ada beberapa kiat yang bisa menjadi sarana dalam meningkatkan sifat muraqabah yang ada di dalam hati, di antaranya:
- Berusaha untuk lebih mengenal Allah Subhanahu wata’ala, melalui Al-Asmaul Husna (nama-nama Allah yang baik lagi sempurna), dengan memahami makna dan konsekuensinya.
Dengan mengetahui nama Allah Ar-Raqiib, dan memahami maknanya, yaitu yang Maha mengawasi, akan mendorong kita untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah, takut dari maksiat dan tidak putus asa karena masalah dan ujian, karena sesungguhnya Allah tidak lupa dan tidak menyia-nyiakan.
Demikian pula nama-nama yang lain seperti As-Sami’ (Yang Maha mendengar), Al-Bashir (Yang Maha melihat), dan sebagainya.
Bila seseorang semakin mengenal Allah Ta’ala, maka derajat muraqabah dalam hatinya semakin tinggi dan meningkat, demikian pula sebaliknya.
- Meyakini bahwa seluruh anggota tubuh, begitu juga setiap tempat di muka bumi ini akan menjadi saksi di akhirat atas segala ucapan dan perbuatan yang dilakukan.
Silakan renungkan terjemahan surah Yasin ayat 65 di bawah ini:
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.”
Juga surah Fushshilat ayat 20 sampai 24 yang artinya:
“Dan mereka berkata:”Aduhai celakalah kita!” Inilah hari pembalasan. Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya.
(Kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah; Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya.”
Demikian pula surah al-Zalzalah ayat 4 yang artinya:
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.”
Rasulullah menafsirkan ayat tersebut dengan sabdanya: “Bumi akan bersaksi atas segala perbuatan manusia yang dilakukan di atasnya, bahwa telah terjadi seperti ini, pada waktu ini.” [HR. Tirmidzi, sanadnya lemah]
- Istiqamah dan memperbanyak ibadah
Itulah hakikat muraqabah, salah satu ibadah hati yang sangat agung nilainya, dan tingkatan iman yang paling tinggi, dengannya seseorang bisa mencapai derajat mukmin bertakwa, kekasih Allah Subhanahu wata’ala.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala senantiasa mengaruniakan taufik dan hidayah-Nya kepada kita sekalian.