Puasa & Ramadhan

Ramadan Puncak Tarbiah Umat

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Demikianlah Allah Ta’ala menyeru kaum mukminin untuk menunaikan puasa. Selama sebulan penuh mereka masuk ke madrasah Ramadan, di dalamnya mereka disuguhi dengan berbagai materi tarbiah, latihan dan ujian, supaya pada akhirnya dapat lulus dengan meraih predikat takwa.

Target utama dari Tarbiah Ramadaniah adalah merestorasi bangunan keimanan, ketaatan dan akhlak dalam skala keumatan, kemasyarakatan dan individual, yang selama 11 bulan lamanya mungkin telah terkikis dengan berbagai dosa, kesalahan dan kelalaian.

Renungan mendalam terhadap syariat puasa Ramadan dan peranannya dalam menarbiahkan umat Islam, akan mengantarkan kita kepada nilai-nilai tarbiah yang agung, yang sejatinya harus senantiasa kita gaungkan dan amalkan.

Rukyat Hilal Menyatukan Umat

Syariat Islam adalah syariat yang komprehensif, universal dan berlaku untuk semua tempat dan setiap masa. Fakta ini dapat dibuktikan dengan berbagai hal, di antaranya standar penetapan awal dan akhir puasa Ramadan.

Syariat Islam menetapkan rukyat hilal dengan mata kepala sebagai standar untuk menetapkan awal bulan Hijriah, termasuk bulan Ramadan. Standar ini dapat diterapkan di setiap zaman dan di negara mana pun, mulai zaman Rasulullah sampai hari kiamat kelak. Meski dapat dibantu dengan teknologi modern, akan tetapi teknologi tersebut tidak selamanya ada dan dimiliki oleh semua komunitas kaum muslimin sepanjang masa. Jika hilal tidak terlihat, maka bulan Syakban digenapkan menjadi 30 hari dan puasa Ramadan dimulai setelahnya.

Standar yang valid ini bertujuan untuk menyatukan kaum muslimin di seluruh dunia dalam sebuah ritual ibadah yang agung, yaitu ibadah puasa. Jika terjadi perselisihan awal mula Ramadan di beberapa negara, maka biasanya tidak lebih dari satu hari. Standar ini pula yang digunakan untuk menentukan akhir puasa Ramadan, yakni dengan melihat hilal awal bulan Syawal.

Baca Juga  Buku: Tuntas Tadabur di Bulan Ramadan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ

“Puasalah kalian karena melihat hilal dan berhari rayalah kalian karena melihat hilal. Jika (hilal) tersembunyi darimu, maka genapkanlah bilangan bulan (Syakban) menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari, no. 1909, Muslim, no. 1081).

Jika hilal awal Ramadan telah diputuskan oleh lembaga resmi sebuah negara, maka setiap muslim yang ada di negara itu wajib menaati keputusan tersebut, mulai dari kepala negara sampai rakyat jelata. Semua ini demi menjaga persatuan dan kebersamaan umat. Bahkan seseorang yang melihat hilal, namun kesaksiannya ditolak oleh lembaga resmi negara, ia wajib berpuasa -menurut pendapat jumhur ulama- dan merahasiakan puasanya, agar tidak menjadi fitnah bagi yang lain.

Salat Tarawih Mengukuhkan Jamaah

Salat sunah sejatinya lebih utama jika dilaksanakan sendirian, kecuali beberapa salat yang disyariatkan secara berjamaah, di antaranya adalah salat tarawih di malam-malam bulan Ramadan.

Sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami berpuasa Ramadan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau tidak salat malam bersama kami, hingga pada malam kedua puluh empat beliau salat malam bersama kami sampai sepertiga malam, malam berikutnya beliau tidak malam bersama kami, pada malam kedua puluh enam beliau salat malam bersama kami hingga tengah malam, aku (Abu Dzar) berkata: ‘Wahai Rasulullah, bila saja Anda lanjutkan salat malam bersama kami?’ Beliau bersabda:

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

“Barang siapa salat bersama imamnya sampai selesai, maka dicatat baginya (pahala) malam semalam penuh.”

Pada malam berikutnya beliau tidak malam bersama kami, hingga saat tersisa tiga hari lagi (malam kedua puluh delapan), beliau salat malam bersama kami sampai kami takut waktu sahur lewat.” (HR. Ahmad, no. 21419, Abu Dawud, no. 1375, Tirmidzi, no. 806).

Baca Juga  Halaqah Tarbiyah  di Zaman Rasulullah ﷺ

Dalam hadis ini Rasulullah menekankan urgensi mengikuti imam dalam jamaah sampai salat selesai. Pahala yang diperoleh juga cukup besar, hanya dengan salat sebelas rakaat atau lebih bersama imam, setiap anggota jamaah akan mendapat pahala salat satu malam penuh.

Di masa Khalifah Abu Bakar ash-shiddiq sampai awal masa Khalifah Umar bin Khattab, kaum muslimin melaksanakan salat tarawih secara berpencar, ada yang salat sendirian dan ada yang salat secara berkelompok, hingga akhirnya Khalifah Umar berijtihad untuk menyatukan mereka dipimpin satu imam, sebagaimana pernah diamalkan oleh Rasulullah di masa beliau hidup. (Lihat: Shahih al-Bukhari, no. 2010).

Perhatikanlah, bagaimana syariat Islam menarbiah kita untuk selalu bersama jamaah kaum muslimin dan menjaga kebersamaan tersebut dalam semua perkara yang disyariatkan pelaksanaannya secara berjamaah.

Tarbiah Memupuk Solidaritas Sosial Umat

Menahan makan dan minum mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari bukanlah perkara ringan, namun jiwa dan raga kita ditarbiah untuk bersabar dan solidaritas kita terhadap sesama kaum muslimin dipupuk. Kita ditarbiah untuk lebih peduli kepada saudara seiman yang terpaksa menahan lapar setiap hari walau bukan dalam kondisi berpuasa, baik karena kemiskinan maupun karena menjadi korban perang atau bencana alam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِمْ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

“Barang siapa memberi makanan berbuka untuk orang yang berpuasa, maka ia meraih pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut tanpa kurang sedikit pun.” (HR. Ibnu Majah, no. 1746, Tirmidzi, no. 807).

Bukan hanya selama ibadah puasa berlangsung, tapi seusai puasa ramadan, di saat mayoritas kaum muslimin merayakan kemenangan, kita masih ditarbiah untuk peduli dengan saudara seiman dan seagama dengan membagikan zakat fitrah, agar para mustahik dan keluarganya juga ikut merasakan kegembiraan merayakan kemenangan bersama. Sungguh tidak layak, ketika sebagian kaum muslimin bergembira ria dengan pakaian baru dan makanan beraneka rasa, masih ada sebagian lain yang meminta-minta demi sesuap nasi.

Baca Juga  Keutamaan dan Teknis Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

Kemajuan teknologi saat ini sangat membantu kita untuk mentransfer derma dan kebajikan ke seluruh pelosok dunia, apalagi sebagian ulama telah memfatwakan bolehnya mengeluarkan zakat harta sebelum sempurna haulnya, jika ada kaum muslimin yang sangat membutuhkannya. Tentu jika zakat atau sedekah tersebut bisa membantu mereka untuk puasa dan mendirikan malam-malam Ramadan dengan sempurna, tentu pahala yang diperoleh pemberi zakat dan sedekah lebih besar lagi. Wallahu A’lam

Abu Zulfa, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?