Pendidik yang terlupakan
Pendidikan merupakan bagian penting yang menjadi perhatian serius dalam Islam, sehingga peran para pendidik dalam mencetak generasi islam yang kuat mendapat tempat mulia dalam agama ini.
Dari Abu Umamah Al Bahili Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
Sesungguhnya Allah, para malaikatNya, penduduk langit, penduduk bumi, sampai semut di lubang-lubangnya, dan ikan-ikan, mereka bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. (HR. At Tirmidzi No. 2685, katanya: hasan shahih gharib. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir No. 7912, 28740, Alauddin Al Mutaqqi Al Hindi, Kanzul ‘Ummal No. 28736. Syaikh Baari’ ‘Irfan Taufiq mengatakan: shahih. Lihat Shahih Kunuz As Sunnah An Nabawiyah, Baab Al ‘Ilm wa Amru Al ‘Aalim wal Muta’allim No. 13)
Para pendidik memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam sendi kehidupan umat karena darinyalah generasi islam dibentuk keimanan dan ketaatannya kepada Allah subhanahu wata’ala, ilmu dan wawasannya, bahkan akhlaq dan kepribadiannya. Sehingga masa depan umat sangat tergantung pada kebaikan para pendidiknya.
Allah subhanahu wata’ala telah memperingatkan kita akan datangnya generasi yang kurang agamanya dan memperturutkan hawa nafsu, Allah berfirman :
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
Artinya: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan dimasukan dalam lembah neraka.” QS. Maryam: 59
Kerusakan generasi adalah sebab lemahnya pendidikan yang jauh dari manhaj/ sistem Qur’ani. Dengan hanya bertumpu pada pengetahuan saja tanpa porsi yang cukup untuk pendidikan keimanan, ibadah dan akhlaq peserta didik sehingga menjadikan jalan kerusakan di era modern ini semakin mulus untuk mencapai tujuannya. Sudah sepantasnya umat islam bangkit dan memberi perhatian serius dalam penerapan pendidikan yang berkiblat pada Sistem Qur’ani, bukan hanya disekolah tapi lebih penting dari itu adalah pendidikan dirumah sebagai madrasatul ula/ pendidikan yang pertama dan utama.
Para pendidik memegang peran utama dalam terwujudnya generasi yang kuat dalam iman, ilmu, dan amal, menjadi Teladan dalam akhlaq dan kehidupan, serta ahli dalam bidang yang digelutinya. Itulah harapan pendidikan islam. Harapan ini akan terwujud jika seluruh komponen pendidik memiliki kesadaran, visi, dan tanggung jawab yang sama .
Kekeliruan pemahaman yang sering muncul dimasyarakat adalah Para pendidik merupakan guru yang mengajar disekolah , bahkan lebih parahnya lagi jika memahami bahwa seluruh tanggung jawab kebutuhan pengetahuan anak disandarkan pada guru disekolah sedangkan orang tua bertugas untuk menghidupi keluarga dan membayar biaya pendidikan semata.
Padahal pendidik adalah pihak yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik generasi, dan tentunya yang pertama dan utama adalah kedua orang tua , Allah Subehanahu wata’ala berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”( Q.S.at-Tahrim/66:6).
Imam Mawardi menjelaskan Maksud dari ayat di atas jagalah dirimu dan keluargamu dari neraka dengan cara mengajari dirimu dan keluargamu tentang sesuatu yang membuat mereka takut pada neraka.
Orang tua mestinya memiliki perhatian dan kebersamaan lebih banyak dengan sang anak pada semua sisi dibandingkan dengan sang guru disekolah.
Orang tua sebagai pendidik utama perlu menyadari akan besarnya tanggung jawab pendidikan tersebut, bukan hanya pada pemilihan sekolah yang tepat dan islami, tapi harus ada program yang baik yang diterapkan oleh orang tua kepada sang anak dalam lingkungan rumah, minimal dalam mendidik iman, ibadah dan akhlaqul karimah sang anak, bahkan sampai pada bantuan dan perhatian orang tua pada ilmu lain yang anak pelajari disekolah adalah sisi penting orang tua sebagai pendidik utama.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam sejarah islam lahirnya para ulama tak lepas dari peran besar sang pendidik utama yaitu orang tua. Bukankah imam syafi’i lahir dan tumbuh menjadi seorang ulama terkemuka karena peran besar ibunya dalam mengarahkan, mengantarkannya belajar dari negeri yaman ke negeri hijaz untuk mendapatkan guru yang tepat bagi sang anak, bahkan sampai tinggal bersamanya ditempat perantauan dalam kabilah al azdi sampai anaknya mengkhatamkan hafalan Al qur’an kemudian beliau membawanya pindah ke mekkah untuk menimba ilmu dari ulama mekkah. serta terus memotivasi dan mendoakan sang anak untuk semangat belajar dan agar menjadi ulama besar dikemudian hari.
Dikisahkan juga bahwa sang ibu kadang tidak membukakan pintu untuk imam as syafi’I kecil agar kembali belajar ke ulama lainnya. Meskipun dalam kemiskinan, sang ibu tak menjadikannya penghalang untuk mengantarkan kesuksesan seorang ulama besar Syekh Muhammad bin Idris As Syafi’i yang akhirnya ilmu beliau menjadi rujukan umat islam se dunia.
Kisah lainnya juga berasal dari Ibu seorang Imam besar Ahmad bin hambal yang selalu membangunkan Imam ahmad sewaktu kecil sebelum waktu subuh , melakukan shalat malam , kemudian bersama sang anak pergi ke mesjid dan mengajari sendiri anaknya sampai tengah hari, sebelum menumpuh perjalanan untuk menuntu ilmu. Dan banyak lagi kisah ulama terdahulu yang penuh pelajaran terhadap peran penting pendidikan orang tua.
Baru saja kita dihebohkan dengan seorang anak kecil yang menjuarai hafalan Al qur’an internasional pada beberapa Musabaqah padahal umurnya belum cukup 5 tahun, dialah Musa anak dari La Ode Abu Hanafi yang punya komitmen mendidik anaknya dengan cita cita agar sang anak menjadi ulama besar masa depan, Beliau orang biasa tapi punya komitmen kuat , nampak pada jadwal harian yang beliau buat untuk sang anak mulai setengah jam sebelum subuh di isi dengan shalat tahajjud,dan sang anak menjadi imam untuk adek adeknya, kemudian shalat dilanjutkan dengan mengulang hafalan lama , sudah zhuhur menambah hafalan baru, setelah ashar menghafal hadits dan antara maghrib isya, mendengarkan pengajian yang di isi oleh bapaknya sendiri.
Begitulah komitmen seorang pendidik utama, yang memiliki peran terbesar dalam kesuksesan sang anak. Sudah saatnya paradigma masyarakat berubah yang sekedar menyandarkan pendidikan anak pada para pendidik di sekolah beralih pada komitmen untuk mengembalikan fungsi pendidik utama yaitu orang tua dengan program yang teratur beserta komitmen yang kuat.
Anak adalah aset nyata dan terbesar yang dimiliki oleh orang tua untuk masa depan dunia dan akhiratnya.
Riyadh, 17 Rabi’ Ats Tsani 1437 H