Motivasi Islami

Menjadi Mukmin yang Kuat (1)

Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan manusia untuk mengamati dan mempelajari berbagai ciptaan-Nya. Tujuannya agar mereka bertambah yakin alangkah luar biasanya ciptaan-Nya dan sampai pada puncak keyakinan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu lagi Maha Bijaksana.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasyiah: 17- 20).

Gunung Sebagai Pasak Bumi

Salah satu ciptaan yang Allah perintahkan untuk kita amati, teliti dan pelajari adalah gunung-gunung yang bertebaran di berbagai pelosok bumi, yang: “di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.” (QS. Fathir: 270).

Di dalam Al-Qur’an sendiri, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan keagungan penciptaan gunug-gunung dan berbagai manfaatnya yang sangat besar bagi penduduk bumi. Manfaat paling istimewa pegunungan dan bebukitan adalah sebagai pasak bumi. Allah Ta’ala berfirman: “Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? dan gunung-gunung sebagai pasak?” (QS. An-Naba’: 6-7).

Juga berfirman: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu.” (QS. Luqman: 10).

Selain itu gunung juga menjadi suaka bagi beraneka ragam satwa, tumbuhan dan juga manusia. Allah Azza wa Jalla berfirman: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.” (QS. An-Nahl: 68).

Juga berfirman: “Dan Allah menjadikan bagimu tempat bernaung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (QS. An-Nahl: 81)

Baca Juga  Menjadi Mukmin yang Kuat (2)

Rahasia Kekukuhan Pegunugan

Hasil penelitian para ahli geologi membuktikan bahwa bagian gunung yang terhunjam di dalam bumi jauh lebih besar dan dalam dibandingkan bagian yang tampak kasat mata di permukaannya.

Profesor Emeritus Frank Press dari Washington (AS) menyimpulkan hasil penelitiannya tentang pegunungan dengan menulis buku berjudul “The mountains, like pegs, have deep roots embedded in the ground” (Gunung, seperti pasak, berakar di dalam tanah). Dari penelitiannya, dia mendapati bahwa bila lapisan terluar bumi membentang 5 km dari permukaannya, maka kedalaman lapisan gunung menghunjam sejauh 35 km. Jadi gunung inilah yang berfungsi sebagai pasak untuk menstabilkan kerak bumi.

Profesor Siaveda, ahli geologi dari Jepang menjelaskan bahwa ketika lempengan bumi saling bertumbukkan, maka lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya. Sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Inilah yang mengikat kuat di dasar permukaan bumi.(1)

Intinya, gunung dapat berdiri kukuh dan menjadi pasak bumi karena bagian yang tersembunyi di dalam bumi lebih dalam dan lebih kuat, jauh melebihi bagian luar yang terkadang terlihat menjulang tinggi ke langit.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali contoh nyata yang mirip dengan hakikat ilmiah tersebut. Ketika seseorang memaku tembok kayu atau semen, maka bagian paku yang menancap di dalam tembok tersebut harus lebih banyak dari pada bagian yang tersisa di luar, jika tidak maka fungsi paku tersebut tidak akan maksimal. Begitu pula saat berkemah, biasanya tali-tali pendukung kemah diikatkan ke awtad (pasak-pasak) yang terhunjam dalam ke tanah.

Komparasi Seorang Mukmin dan Gunung

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan bahwa mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah, meski keduanya tetap memiliki sisi positif. Namun kekuatan yang dimaksud bukanlah kekuatan fisik semata, melainkan kekuatan iman, keyakinan dan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ialah seorang mukmin yang tegar dan sabar dalam berinteraksi dengan sesama manusia, walau sering disakiti ia tetap tabah dalam membimbing mereka ke jalan yang lurus.

Baca Juga  Efisien

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah, dan pada kedunya tetap ada kebaikan.”(2)

Seorang mukmin yang kuat dalam iman dan istiqamahnya di atas agama Allah, lebih dicintai Allah karena ia tidak hanya mampu mewujudkan kesalehan pribadi, tetapi juga mampu mentransfer kesalehan tersebut kepada orang lain, ia juga mampu mengkader muslim yang kuat iman dan agamanya. Sehingga ia menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya, dan sering kali mampu memberi manfaat besar bagi negara dan umatnya.

Kekuatan iman dan istiqamah di atas kebenaran, serta kesabaran dalam berbagai musibah dan ujian hanya dapat tercapai jika ibadah khafiyyah (tersembunyi) seorang mukmin lebih banyak dan berkualitas dari pada ibadah zhahiriyyah (terlihat) yang ia lakukan.

Sama seperti gunung, rahasia kekuatannya bukanlah pada permukaannya yang terlihat tinggi menjulang ke langit, melainkan pondasi tersembunyinya yang menghunjam kuat di dalam bumi. Gunung yang kukuh tersebut tidak hanya mampu melindungi makhluk hidup yang ada di permukaannya, melainkan ia mampu juga menjaga stabilitas bumi agar tidak berguncang, tidak runtuh, tidak pula luluh dengan seizin Allah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

Tes Kualitas Iman dan Takwa

Untuk mengetahui kualitas kekuatan iman, setiap muslim dapat menguji ibadahnya, seperti shalat, zikir, dan yang lainnya. Hendaklah ia membandingkan shalatnya saat bersama jamaah kaum muslimin atau di tempat ramai, dengan shalat yang ia laksanakan di rumah sendiri dan tersembunyi saat tidak ada orang yang melihat. Apakah kualitas khusyuk, panjangnya shalat dan bacaan di dalamnya, thuma’ninah dan sebagainya sama antara kedua kondisi tersebut? Apakah ia melaksanakan shalat-shalat sunnah saat sendirian di rumahnya, seperti ia melakukannya saat bersama jamaah atau di masjid di tengah khalayak ramai?

Baca Juga  Mendaki Ke Puncak Cita

Jika kualitas ibadah khafiyyah yang ia lakukan saat sendirian di rumahnya sama dengan saat ibadah ‘alaniyyah (yang diketahui orang) di tengah jamaah masjid atau tempat lainnya, maka bahagialah dia karena iman dan keyakinannya kukuh, dan konsistensinya kuat. Namun jika kualitas ibadah ‘alaniyyah dengan ibadah khafiyyah-nya berbeda, maka hendaklah ia ketahui bahwa benang tipis pembeda antara keduanya adalah kemunafikan. Nifaq ‘amaliy (kemunafikan dalam amalan) biasanya merasuki diri mayoritas kaum muslimin, dan tiada yang selamat darinya kecuali mereka yang dirahmati Allah, yang senantiasa menjaga niat dan keikhlasannya.

Dalam aktifitas sehari-hari kita jarang sekali terlepas dari perhatian orang lain di mana pun kita berada. Tetapi siapa saja yang senantiasa memanfaatkan saat sepi dan kesendiriannya untuk beribadah, memperbanyak zikir dan munajat kepada Allah, dan ia merasa bahagia ketika meraih kesempatan ibadah dan munajat tersebut, saat itulah ia
mencapai derajat mukmin yang kuat. Ia telah mencapai derajat di atas derajat Islam dan iman, yakni derajat ihsan.

Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan hakikat ihsan dalam sabda beliau: “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.”(3)

Ketika seorang hamba yakin bahwa Allah menyaksikannnya dan semua perbuatannya di mana pun ia berada, maka pastilah ia menjaga kualitas ibadahnya, niscaya ia menjauhi semua maksiat, karena ia sadar bahwa ia tidak akan mampu menyembunyikan sesuatu pun dari Allah Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui yang nyata dan tersembunyi, bahkan mengetahui sesuatu yang tersirat dalam hati.

  1. Silahkan Lihat: https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/06/m0geznsubhanallah-inilah-mukjizat-alquran-tentang-rahasia-gunung.
  2. HR. Muslim, no. 2664.
  3. HR. Bukhari, no: 50, Muslim, no. 8.

Abu Zulfa, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?