Tarbawi

Menjadi Pendengar Yang Baik

Di awal dakwah islam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kerap menjumpai beragam tuduhan dari kaum musyrikin, seperti tuduhan sebagai orang gila, dukun, tukang sihir, pujangga, dan tuduhan lainnya. Meskipun begitu, ketinggian akhlak dan keluhuran budi pekerti Muhammad menjadikan para musuh itu satu persatu memeluk islam. Di antara akhlak yang beliau tunjukkan kepada mereka adalah menjadi pendengar yang baik.  

Di antara kisah keluhuran akhlak beliau adalah yang dikisahkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa suatu ketika Dhimad tiba di Mekah. Dhimad dikenal mahir meruqyah penyakit yang disebabkan oleh hembusan angin (jin). Lalu ia mendengar beberapa penduduk Mekah yang bodoh berkata, “Sesungguhnya Muhammad adalah orang gila”. Dhimad pun berkata, “Seandainya aku melihat Muhammad, pasti Tuhan akan menyembuhkannya melalui kedua tanganku”.

Lalu Dhimad bertemu dengan Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, dan berkata kepadanya, “Wahai Muhammad, sesungguhnya aku dapat meruqyah penyakit yang disebabkan oleh angin ini (jin) dan sesungguhnya Tuhan akan menyembuhkan siapa saja yang dikehendaki-Nya melalui kedua tanganku. Maka, mahukah engkau aku sembuhkan?”.

Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah. Kami memuji-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa disesatkan Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Amma ba’du”.

Kemudian Dhimad berkata, “Ulangilah kalimat-kalimatmu tadi untuk ku”. Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. Lalu Dhimad berkata, “Sungguh aku pernah mendengar perkataan para dukun, para tukang sihir dan para penyair, namun aku tidak pernah mendengar seperti kalimat-kalimatmu itu. Sungguh, kalimat-kalimat itu sampai ke dasar lautan”.

Baca Juga   Di Balik Ibadah Penantian

Lalu Dhimad berkata, “Berikan tanganmu, aku berbaiat kepadamu untuk menganut agama Islam”. Maka Dhimad pun berbaiat kepada Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam. (HR. Muslim).

Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi pendengar yang baik, membiarkan Dhimad menjelaskan ilmu dan kemahiran yang ia punya, tanpa menginterupsi, memalingkan wajah darinya apalagi berpaling meninggalkan dia, Dhimad yang kala itu masih muda, dan percaya dengan tuduhan gila tersebut, oleh nabi diberikan kesempatan seluas-luasnya hingga tuntas apa yang ada di benaknya, barulah Nabi menyampaikan risalahnya, seketika itu pula Dhimad bersyahadat dan hijrah menjadi seorang muslim.

Menjadi seorang pendengar yang baik adalah kunci kesuksesan dalam membangun suatu hubungan, bahkan ia merupakan bagian dari ilmu komunikasi, sebab mendengar artinya memberi kesempatan bagi pembicara untuk berpendapat, dengan begitu maka komunikasi akan terasa lebih hidup.

Dalam dunia komunikasi, menjadi pendengar yang baik, adalah dengan tidak tergesa-gesa menginterupsi, sabar mendengar, mengerti bahasa tubuh, menghadapkan wajah kepada pembicara, mendengar keluhannya, aktif dan larut dalam pembicaraannya dan berusaha semampu mungkin untuk menutup rapat-rapat rahasianya.

Ajaibnya, jika kita teliti dengan seksama akan kita temukan bahwa teori-teori tersebut telah dipraktikkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perilaku kesehariannya. Semoga kita sebagai umat beliau mampu menjadi seorang pendengar yang baik, dalam membangun komunikasi dengan orang lain. Amin.

 

Rustam Koly, Lc., M.A., Ph.D.

Alumni S3, Bidang Pengajaran Bahasa Arab, Universitas Islam Madinah, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?