Menghormati Diri Sendiri
Hormat pada diri sendiri dapat diartikulasikan dengan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, baik berdasarkan pengalamannya, atau berdasarkan penilaian orang lain terhadap dirinya. Tidak bisa dipungkiri bahwa penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri memiliki peran dan pengaruh yang begitu hebat bagi pribadinya, sebagaimana kehilangan rasa hormat pada diri sendiri akan menjadikan seseorang musuh bagi dirinya sendiri.
Berikut beberapa kiat dalam menumbuhkan rasa hormat pada diri sendiri:
- Takwa
Dalam islam, Seseorang akan dipandang telah menghormati dirinya sendiri manakala ia merefleksikan ketakwaan dalam hidupnya, sebagaimana ia akan dipandang telah menghinakan dirinya dan menjadi musuh bagi dirinya sendiri (munafik) manakala ia jauh dari prinsip-prinsip ketakwaan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan siapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang memuliakannya.” (QS: Al-Hajj: 18).
Imam Al-Qurthubiy rahimahullahu berkata mengomentari ayat ini: “Maksudnya siapa yang menghinakan dirinya dengan maksiat dan kekufuran, maka tidak seorang pun yang sanggup menyingkirkan kehinaan itu dari dirinya.” (Tafsir Al-Qurthubiy).
Berkata Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah: “Dahulu para ulama saling bersurat menasihati sesama mereka dengan beberapa kalimat berikut: siapa yang memperbaiki kesendiriannya, maka Allah akan memperbaiki keramaiannya, siapa yang memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia, siapa beramal untuk akhiratnya, maka Allah akan mencukupkan dunianya”. (Al-Ikhlash, Ibnu Abi Dunya).
- Menjauhi tempat-tempat fitnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الحلال بين والحرام بين وبينهما أمور مشتبهات لا يعلمهن كثير من الناس، فمن اتقى الشبهات استبرأ لدينه وعرضه، ومن وقع في الشبهات وقع في الحرام؛ كراعي يرعى حول الحمى يوشق أن يوقعه، ألا إن لكل ملك حمى ألا إن حمى الله في الأرض محارمه، ألا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat (samar-samar) yang mana mayoritas manusia tidak mengetahuinya, maka siapa yang menghindarkan dirinya dari syubhat itu ia telah menjaga agama dan kehormatanya, dan siapa yang terjatuh pada syubhat itu, sungguh ia telah terjatuh pada perkara haram, sebagaimana ada penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar area larangan, yang hampir menjerumuskan ia ke dalamnya. Ketahuilah, setiap raja memiliki area larangan gembala, dan area larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, pada tubuh ini ada seonggok daging, jika ia baik maka baik pula seluruh tubuh ini, dan jika ia rusak maka rusak pula seluruh tubuh ini, ketahuilah bahwa seonggok daging itu adalah hati”. (Muttafaqun A’laihi).
Hadis ini menjelaskan tentang keharusan seorang muslim menjauhi sumber-sumber fitnah agar terselamat kehormatan agama dan dirinya.
Pernah suatu malam di bulan ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengantar pulang istrinya Shafiyyah binti Huyay radhiyallahu ‘anha ke rumahnya, kala itu Rasulullah melihat dua orang pemuda yang mempercepat jalannya karena melihat beliau bersama seorang wanita. Rasulullah kemudian menghentikan mereka berdua dan memberitahukan bahwa wanita di sampingnya adalah Shafiyyah istrinya, kemudian menyebutkan alasan mengapa beliau menghentikan keduanya, beliau bersabda:
إن الشيطان يجري من ابن آدم مبلغ الدم، وإني خشيت أن يقذف في قلوبكما
“Sesungguhnya setan berjalan pada aliran darah manusia, dan aku khawatir kalau-kalau setan membisikkan tuduhan dusta atau hal yang tidak baik dalam hati kalian”. (HR Al-Bukhari).
Lihatlah bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjaga dirinya dan kedua sahabatnya dari fitnah dan sumbernya.
- Tidak menghina orang lain.
Menghina atau mencela orang lain pada hakikatnya adalah mencela diri sendiri, hal ini dikarenakan orang yang kita cela akan balik mencela kita dengan celaan yang serupa atau bisa saja lebih. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (QS: Al-An’am: 108).
Berkata Imam An-Nawawiy rahimahullahu: “Para ulama berkata bahwa: Allah Ta’ala telah melarang mencela Tuhan-Tuhan kaum kafir, padahal hal itu mubah dan dianjurkan secara syariat; dikarenakan hal itu membuat gerah dan marah kaum kuffar, dan tindakan memicu kemarahan kaum kuffar adalah bentuk taqarrub kepada Allah, meskipun demikian Allah melarangnya dan mengharamkan tindakan tersebut dikarenakan akan menyampaikan pada tindakan balasan yakni mencela Allah Ta’ala”. (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لعن الله من لعن والديه، قالوا: يا رسول الله ! ويلعن الرجل والديه ؟، قال: يسب الرجل أبا الرجل فيسب أباه، ويسب أمه فيسب أمه
“Semoga Allah melaknat orang yang melaknat kedua orang tuanya”. Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah ada orang yang melaknat kedua orang tuanya?”, Rasul bersabda: “Itulah orang yang mencela bapak orang lain, lalu orang lain itu balikmencela bapaknya, ia mencela ibu orang lain, lalu orang lain balik mencela ibunya”. (HR At-Tirmizi).
- Memperhatikan kebersihan diri dan kerapian penampilan
Dari Al-Ahwas Al-Jusyamiy, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam pernah melihatku mengenakan pakaian lusuh, lalu beliau bertanya: “Apakah engkau memiliki harta?”, Aku menjawab: “Iya, aku punya harta”. Beliau melanjutkan: “Harta apa saja yang kamu punya?”, Aku menjawab: “Dari semua yang Allah berikan kepadaku berupa unta dan domba”. Beliau pun bersabda:
فلتر نعمته وكرامته عليك؛ فهو سبحانه يحب ظهور أثر نعمته على عبده
“Perlihatkanlah nikmat dan pemberian-Nya itu pada penampilanmu, sungguh Allah senang melihat tanda nikmat-Nya pada penampilan hamba-Nya”.(HR At-Tirmizi)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersada:
إن الله جميل يحب الجمال
“Sesungguhnya Allah itu Mahaindah, dan menyukai yang indah-indah”. (HR Muslim)
Ibnul Jauzi rahimahullahu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang sangat bersih, sangat wangi, tidak pernah meninggalkan siwak (sikat gigi), dan beliau sangat menjaga agar tidak tercium dari dirinya wangi yang tidak sedap, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sosok yang sempurna ilmu dan amalnya, beliaulah suri teladan, dan beliaulah hujah bagi manusia seutuhnya”. (Shaidul Khatir, ibnul jauzi).
- Tidak menggantungkan harapan kepada orang lain
Allah tempat bergantung segala harapan, meninggalkan sesuatu karena Allah akan diganti dengan yang lebih baik, dikaruniai jiwa yang merdeka, hati yang tentram lagi penuh qanaah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
من كان همه الآخرة جمع الله عليه أمره وجعل غناه في قلبه وآتاه الدنيا وهي راغمة، ومن كان همه طلب الدنيا جعل الله فقربين عينيه وشتت عليه أمره ولم يأتيه الدنيا إلا ما كتب له
“Siapa yang menjadikan akhirat prioritas hidupnya, maka Allah akan menghimpunkan (memudahkan) urusannya, selalu merasa cukup, dan dunia tidak bernilai di hadapannya. Dan siapa yang menjadikan dunia prioritas hidupnya, maka Allah akan menceraiberaikan (mempersulit) urusannya, tidak pernah merasa cukup, dan tidak diberikan dunia melebihi apa yang sudah ditetapkan baginya”. (HR. Ahmad).
- Kurangi canda, tawa dan banyak bicara
Sering bercanda, tertawa dan banyak berbicara, akan menjadikan seseorang kehilangan rasa hormat pada dirinya sendiri, yang pada gilirannya akan hilang rasa hormatnya kepada orang lain.
Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Siapa yang sering tertawa, maka kurang wibawanya. Siapa yang suka bercanda, maka ia akan diremehkan. Siapa yang rutin pada suatu hal, ia akan dikenal dengannya. Siapa yang banyak bicaranya, maka akan banyak salahnya dan berkurang rasa malunya. Siapa yang kurang rasa malunya, maka berkurang pula sifat waraknya (kehati-hatian dalam menjaga kesucian diri). Dan siapa yang kurang sifat waraknya, maka matilah hatinya”. (Syu’abul iman, Al-Baihaqy).
Wallahu A’lam