Haji & Umrah

Mendulang Mutiara Di Tanah Suci (Bag. 3)

  1. Mutiara Penghambaan dan Kesungguhan.

Tabiat asal manusia apabila diberi sedikit kelebihan atas yang lain akan merasa angkuh, sombong, bahkan terkadang melampaui batas. Allah Ta’ala berfirman:

{ (كَلاَّ إِنَّ الْإِنْسانَ لَيَطْغى (6) أَنْ رَآهُ اسْتَغْنى (7 }

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq: 6-7). 

Karenanya, manusia harus disadarkan bahwa mereka hakikatnya hanyalah seorang hamba. Seberapa banyakpun hartanya, setinggi manapun jabatannya, sekuat apapun tenaganya, dia tetaplah lemah tiada daya dan kekuatan kecuali dengan karunia Allah. Untuk itu, disyariatkanlah beberapa ibadah, agar manusia tetap tunduk, tawadhu’, dan sadar bahwa dia adalah hamba bagi Dzat Yang Maha Kuasa. Dia diperintahkan sujud minimal 34 kali sehari semalam. Manusia juga diperintahkan senantiasa menengadahkan tangan dan hati meminta serta memohon kepada Allah pemilik segalanya.

Rangkaian ibadah haji juga mengingatkan manusia bahwa mereka hanyalah seorang hamba yang wajib tunduk dan patuh kepada Allah Ta’ala. Semenjak sampai di Miqat, jama’ah haji sudah diperintahkan menanggalkan semua label duniawi. Bagi pria hanya dibenarkan memakai dua helai kain, tidak boleh menutup kepala, dan tidak boleh memakai sepatu. Wanita dan pria harus meninggalkan beberapa kesenangan duniawi, seperti hubungan suami istri, memakai parfum dan wangi-wangian, memotong kuku dan rambut, dan berburu hewan liar.

Sampai di Makkah saat thawaf  mengitari Ka’bah disunnahkan mencium batu ‘hajarul aswad’, namun ketika di Jamarat mereka diwajibkan melempar batu. Yang ini batu, yang di sana juga batu, tetapi seorang muslim tidak selayaknya bertanya kenapa batu yang ini dianjurkan untuk dicium sedang yang di sana dilemparkan. Sebab, Hakikat ibadah ini adalah ujian kepatuhan dan penghambaan.

Baca Juga  Umrah, Menapaki Jalan Ibadah Menuju Baitullah

Para sahabat rasulullah, termasuk Amirul Mukminin Umar bin Khattab sangat memahami makna ini, karenanya setelah mencium hajarul aswad beliau berkata: “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau hanyalah batu, tiada dapat membawa mudarat tidak pula manfaat, andai saja aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menciummu, aku takkan menciummu.” (HR. Bukhari, no. 1597, Muslim, no. 1270).

Puncak dari ketundukan dan penghambaan ini bermuara pada wukuf di padang Arafah. Pada saat itu, semua jamaah haji menundukkan diri dan hati kepada Dzat Yang Maha Tinggi.

Dengan sungguh-sungguh mereka berdzikir, membaca Al-Qur’an, memohon ampunan sebanyak-banyaknya, dan berdoa agar Allah membebaskan mereka dari api neraka. Selama lebih kurang enam jam, mereka berdiam di sana, hanya untuk menunjukkan betapa rendahnya mereka, betapa butuhnya mereka akan kasing sayang dan ampunan Allah Ta’ala.

Semakin merendah seorang hamba kepada Rabbnya, maka Dia pasti semakin mengangkat derajat dan memberi kemuliaan kepadanya.

Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tiada hari dimana Allah banyak membebaskan hamba di dalamnya dari api nereka selain hari Arafah, Sesungguhnya Allah mendekat, dan membanggakan mereka di hadapan para Malaikat, seraya berfirman: “Apa yang mereka inginkan?”. (HR. Muslim, no. 1348).

Pantaslah Allah Yang Maha Diraja, mengelu-elukan manusia di hadapan para malaikat yang mulia, karena mereka telah menunjukkan ketundukan dan kerendahan diri yang tiada tara. Lantas Allah bertanya kepada Malaikat -padahal Allah Maha Tahu- apa yang mereka inginkan? Allah Maha Tahu, bahwa mereka menginginkan ampunan dan kasih sayang-Nya.

Akhir kata.

Ibadah haji bukanlah akhir dari segalanya, para jama’ah masih akan kembali ke tanah air masing-masing, masih akan melakukan ibadah dan aktifitas sehari-hari, masih akan jatuh ke dalam salah dan dosa,  maka motivasi kesungguhan dalam penghambaan yang mereka raih dalam ibadah haji, haruslah dibungkus rapi di hati sanubari, untuk dibawa dan diamalkan setiap saat, sampai tiba masanya, Allah menutup lembaran hidup mereka.

Baca Juga  RUKUN YAMANI

Inilah lima mutiara hikmah yang dapat kita dulang dan angkat ke hadapan para pembaca, sungguh masih banyak mutiara nan indah terpendam di tanah suci, semoga kita dan jama’ah haji dapat bersungguh-sungguh meraih, mengamalkan, dan menikmati manfaatnya di dunia dan akhirat nantinya. Amin, Wallahu a’lam.  

Abu Zulfa, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?