Tadabbur Al-Quran

Mendulang Mutiara Al-Fatihah (Bag. 1)

Sebanyak 6.205 kali surat al-Fatihah wajib dilantunkan dalam setahun, bila dikalikan 10 tahun berarti 62.050 kali. Bukankah ini adalah jumlah yang sangat besar? Dan jumlah ini akan bertambah besar bagi mereka yang telah berusia 25, 30, 40, 50 atau 60 tahun.

Kita patut bertanya, ada apa dibalik jumlah lantunan al-Fatihah tersebut?

Sebelum kita menjawab, ada baiknya kita renungkan keutamaan dan kedudukan al-Fatihah terlebih dahulu, karena terdapat korelasi yang sangat erat dengan pertanyaan tersebut.

Al-Fatihah adalah surat teragung dalam al-Quran yang tidak tertandingi oleh surat-surat lain, baik dalam al-Quran maupun dalam kitab-kitab lain yang Allah turunkan. Keagungan al-Fatihah mencakup kedudukan dan isinya. Al-Fatihah adalah pembuka al-Quran, membacanya adalah rukun dalam shalat yang bilamana ditinggalkan, maka shalat tersebut tidak sah. Surat berisi 7 ayat ini berfungsi sebagai tameng dari setan-setan bangsa jin dan manusia. dan obat bagi segala penyakit. Karena ketinggian kedudukannya, al-Fatihah dan akhir surat al-Baqarah diturunkan oleh malaikat yang tidak pernah turun sebelumnya, dan melalui pintu langit yang tidak pernah dibuka sebelumnya.

Selain ketinggian kedudukannya, al-Fatihah juga memiliki kandungan yang sangat agung. Semua intisari al-Quran terdapat di dalamnya, seperti pokok-pokok agama, rukun-rukun iman, iman kepada asma Allah dan sifatNya, tauhid yang hakikatnya adalah hanya beribadah kepada Allah, penjelasan tentang pedoman dan jalan hidup para nabi dan umatnya yang selamat, dan peringatan akan jalan hidup yang salah. Penjabaran dari intisari- intisari tersebut tertuang dalam untaian mutiara makna ayat-ayatnya. Sungguh sangat menakjubkan meskipun hanya dalam jumlah ayat yang dapat dihitung dengan jari.

Sejenak kita kembali ke pertanyaan sebelumnya. Dari bacaan al-Fatihah 62.050 kali dalam 62.050 rakaat shalat wajib selama 10 tahun, pernahkah 6000 kali kita meneteskan air mata ketika membacanya? Atau hati bergetar karena takut akan hari pembalasan atas segala dosa dan kelalaian kita? Atau khawatir termasuk orang-orang yang dimurkai Allah? Atau merasakan ketenangan atas hidayah Allah untuk meniti jalan para rasulNya?

Bila 6000 kali dari 62.050 kali terlalu banyak, pernahkah sebanyak 1000 kali? Bila masih terlalu banyak, pernahkah sebanyak 100 kali? Bila ternyata masih terlalu banyak, bagaimana dengan 50 kali, 20 kali, 10 kali, 5 kali, 2 atau 1 kali? Atau ternyata selama ini kita tidak pernah merasakan keutamaan al-Fatihah walaupun hanya sekali? Hanya kepada Allah kita mengadu.

Salah satu penyebab ketidakmampuan kita untuk mendulang mutiara al-Fatihah adalah ketidaktahuan kita tentang maknanya. Bila telah mengetahui maknanya namun masih belum mampu juga, berarti selama ini hanya lisan kita saja yang membaca, sedangkan hati dan pikiran kita lalai dari makna dan pesan al-Fatihah.

Baca Juga  Pemuda dalam Al-Quran (Bag. 2)

Bila demikian, bagaimana kita bisa menyertakan hati dan pikiran ketika lisan melantunkan al-Fatihah atau telinga mendengarnya? Jawabannya adalah dengan menghayatinya atau dengan istilah lain disebut tadabur. Yaitu, membaca atau mendengar al-Fatihah seraya merenungkan setiap kandungan dan pesan dari setiap ayat-ayatnya, berupa perintah atau larangan, ilmu ataupun petunjuk, teguran dan nasihat, kabar gembira atau ancaman.

Untuk tujuan agung inilah, tulisan kecil ini mencoba menyuguhkan sedikit mutiara-mutiara indah al-Fatihah. Besar harapan bisa membantu dalam tadabur surat mulia ini.

  1. Tadabur bacaan isti’adzah dan basmalah

Isti’adzah atau dikenal juga dengan istilah ta’awudz adalah ucapan:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.”

Ada beberapa mutiara tadabur yang bisa kita ambil, di antaranya:

  • Perintah untuk berlindung hanya kepada Allah saja setiap saat dan di manapun kita berada. Dengan kata lain perintah memurnikan ibadah berupa memohon perlindungan.
  • Larangan berlindung kepada selain Allah. Yang berarti larangan berbuat syirik.
  • Sempurnanya perlindungan dan penjagaan Allah.

Bila isti’adzah dibaca dengan penuh keyakinan, maka akan membuahkan ketenangan dan perasaan aman, serta perlindungan dari segala macam keburukan yang tidak diinginkan. Karena  yang melindungi adalah Allah sang pencipta segala makhluk, pemilik seluruh alam, dan pengatur segala urusan. Allah telah menjamin dalam firmannya:

إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ

“Jika Allah menolong kalian, niscaya tidak ada yang mengalahkan kalian.” (QS. Ali Imran: 160).

Sering kali kita merasakan ketenangan dan keamanan, ketika ada orang yang menjaminnya bagi kita. Apalagi bila ia seorang penguasa atau orang yang memiliki kedudukan tinggi di mata masyarakat. Namun jarang sekali kita menghadirkan keyakinan tersebut ketika memohon perlindungan Allah, padahal Allah Maha sempurna dalam perlindungan dan penjagaanNya.

  • Sumber keburukan dan kejahatan adalah setan.

Inilah alasan mengapa Allah mengkhususkan penyebutannya dalam isti’adzah, padahal banyak sekali keburukan dan kejahatan yang kita takutkan. Setanlah yang mengajak dan menggoda, kemudian menipu bani Adam sehingga terjerumus ke dalam perangkap keburukan dan kejahatannya. Begitu liciknya tipu daya setan, sehingga penjelasan tentang permusuhan setan terhadap kaum mukmin dijelaskan dengan sangat gamblang dalam al-Quran, Allah berfirman:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا

”Sesungguhnya setan adalah musuh kalian, maka jadikanlah ia sebagai musuh (yang sebenarnya).” (QS. Fathir: 6).

Baca Juga  Meraih cinta Allah dengan Surat al-Ikhlas (Bag. 1)

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ

”Setan (selalu) menakuti kalian dengan kemiskinan (lantaran infak atau sedekah), dan dia (selalu) menyuruh untuk berbuat keji.” (QS. Al-Baqarah: 268).

وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

”Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya ia adalah musuh nyata bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah: 168).

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Bukankah Aku telah menyuruh kalian wahai bani Adam agar jangan kalian menyembah setan(dengan menaatinya) sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Yasin: 60).

Begitu tegas Allah memperingatkan manusia akan hakikat setan, agar tidak terpedaya dengan jerat-jeratnya. Ya, tidak terjadi keburukan dan kejahatan, kecuali disebabkan oleh satu langkah setan yang diikuti dan satu rayuannya yang ditaati.

Adapun basmalah adalah membaca:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

“Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.”

Dianjurkan membaca basmalah ketika hendak membaca al-Quran atau melakukan aktivitas ibadah apa saja, karena dua hal:

  • Pertama, untuk tabaruk, yaitu memohon berkah dari Allah.
  • Kedua, untuk isti’anah yaitu memohon pertolongan dan bantuan dari Allah, karena sejujurnya kita tidak mampu melakukan aktivitas apapun kecuali atas taufik dan pertolongan Allah.

Membaca basmalah dengan penuh keyakinan kepada Allah yang Mahaluas rahmatNya akan membuahkan rasa ketergantungan hati hanya kepadaNya, karena Allahlah sumber keberkahan, kekuatan dan pertolongan. Oleh karena itu sebab terbesar hilangnya keberkahan dalam aktivitas, harta, ilmu dan kehidupan kita adalah lemahnya penyandaran dan ketergantungan hati kepada Allah.

  1. Tadabbur firman Allah Ta’ala:

الْحَمْد لِلَّهِ رَبّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji (hanya) milik Allah, Rabb semesta alam.”

Di antara faedah tadabur yang bisa dipetik dari ayat di atas adalah:

  • Perintah untuk senantiasa memuji Allah setiap saat

Yaitu dengan cara hati mengakui, lisan mengucapkan, dan amal perbuatan membenarkan. Karena Allah berhak dipuji dan dipuja dari segala sisi, kemuliaan dan keagungan dzatNya, serta keindahan nama dan kesempurnaan sifatNya. Allah berhak dipuji atas segala ciptaan, dan kekuasaanNya dalam mengatur alam semesta. Oleh karena itu, Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam senantiasa memuji Allah dalam segala keadaan, dalam kebahagiaan beliau mengucapkan:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

“Segala puji bagi Allah, (hanya) yang dengan karuniaNyalah segala kebaikan terjadi.”

Dan dalam keadaan sebaliknya beliau mengucapkan:

الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَال

Baca Juga  Berlindung di Bawah Naungan Surat Al-Falaq dan An-Naas (Bag. 3)

“Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.”

Membiasakan tahmid (memuji Allah) akan menumbuhkan sifat tawadu (rendah hati) dan mengikis sifat sombong dan angkuh, serta berharap pujian manusia.

  • Pujian yang disanjungkan kepada Allah harus dilandasi cinta dan pengagungan.

Karenanya lafal yang digunakan adalah الحمد, sementara dalam bahasa Arab, pujian yang kosong dari cinta dan pengagungan menggunakan kata المدح.

Kedua pujian tersebut tentu sangat berbeda, karena bila pujian dilandasi cinta dan pengagungan akan mendorong kita untuk senantiasa taat kepada Allah dan RasulNya, berbeda dengan yang hanya sekedar pujian biasa.

  • Ada perbedaan antara makna الله dan رب.

Lafadz الله bermakna yang disembah atau diibadahi, selain memiliki kekhususan sebagai nama yang paling agung, lafal الله menekankan keikhlasan dalam beribadah dan tidak sekali-kali memalingkan ibadah kepada selain Allah. Dan inilah inti dakwah para rasul sebagaimana firman Allah:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

”Sungguh telah Kami utus seorang rasul (utusan) kepada setiap umat, agar mereka menyerukan hanya beribadah kepada Allah saja, dan menjauhi thaghut (sesembahan selain Allah).” (QS. An-Nahl: 36).

Dalam ayat lain Allah berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku utus seorang rasul sebelum kamu (Muhammad) kecuali Aku perintahkan kepadanya agar menyeru bahwasanya tidak ada yang berhak disembah kecuali Aku, maka beribadahlah hanya kepadaKu.” (QS. Al-Anbiya’: 25).

Sedangkan lafadz رب bermakna yang pencipta (Al-Khaliq), pemilik (Al-Malik), pengatur (Al-Mudabbir). Dan ketiga makna tersebut hanya dimiliki oleh Tuhan.

Seluruh manusia meyakini adanya pencipta, pemilik, dan pengatur alam semesta (tuhan), meskipun kebanyakan dari mereka meyakini tuhan-tuhan yang bathil. Oleh karenanya, risalah para rasul tidak menekankan keyakinan adanya pencipta (tuhan), namun mereka meluruskan keyakinan yang mereka miliki dengan keyakinan bahwa tuhan yang berhak untuk disembah hanya Allah.

Perbedaan di atas berlaku setiap kali kita membaca lafal  الله dan رب, yang pertama menekankan pengikhlasan ibadah hanya bagi Allah (uluhiyah Allah), dan yang kedua pengakuan terhadap rububiyah Allah, yang Maha mencipta, memiliki, dan mengatur alam semesta. Kedua hak Allah tersebut (uluhiyyah dan rububiyah) sangat penting bagi seorang mukmin, namun penyebutan lafal الله didahulukan dari pada lafal رب merupakan sebuah isyarat agar senantiasa menjaga keikhlasan ibadah hanya kepada Allah saja, serta menjauhi segala bentuk syirik.

Baca kelanjutannya di sini …

Ridwan Nursalam, Lc., M.A.

Kandidat Doktor, Bidang Aqidah & Pemikiran Kontemporer, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?