Motivasi Islami

MEMORI PERANG BANI MUSTHALIQ DI BULAN SYA’BAN

MEMORI PERANG BANI MUSTHALIQ DI BULAN SYA’BAN

Ramadan yang selalu dinanti tak lama lagi hadir Kembali, persiapan ruhiah dan motivasi ibadah tentunya akan menjadi bekal terbaik dalam menyambut dan memanfaatkan tamu mulia dengan berbagai keutamaannya ini, bulan sya’ban sebagai gerbang terakhir untuk mempersiapkan diri tentunya tidak akan kita lewatkan begitu saja, amalan-amalan terbaik sebagai latihan ataupun yang sudah rutin dilakukan semakin digiatkan, dengan demikian jiwa dan jasad kita sudah dalam kondisi maksimal untuk melewati waktu-waktu terbaik selama bulan suci.

Ada beberapa peristiwa dibulan sya’ban pada masa kenabian yang sangat sayang untuk kita lewatkan tanpa mengambil ibrah darinya, dan peristiwa yang akan kita lewati dalam sajian ringan penyemangat jiwa ini, adalah perang bani Musthaliq, salah satu kejadian yang tidak hanya direka ulang dalam bentuk tulisan pada buku sejarah, namun jauh sebelum itu ayat-ayat Al-Quran telah mengabadikan banyak momen-momen penting yang sarat akan pelajaran hidup didalamnya.

Perang ini terjadi pada bulan Sya’ban, tepatnya pada tahun keenam Hijriyah. Meskipun perang ini tidak terlalu panjang dan tidak memiliki dampak yang signifikan dari segi militer, namun perang ini memiliki dampak yang besar pada masyarakat Islam saat itu. Perang ini juga menunjukkan betapa liciknya orang-orang munafik yang bersembunyi di balik kedok keislaman.

  1. Sebab peperangan

Penyebab perang ini adalah karena kepala suku Bani Musthaliq, Al-Harits bin Abu Dhirar, telah mengumpulkan pasukan untuk melawan Rasulullah SAW. Maka, Rasulullah SAW mengutus Buraidah Al-Aslami untuk memastikan kebenaran berita tersebut. Buraidah kemudian kembali kepada Rasulullah SAW dan memastikan bahwa berita tersebut benar, dan bahwa suku Bani Musthaliq telah memutuskan untuk melawan Rasulullah SAW dan pasukannya.

  1. Penyusup munafiqin dan pasukan pecundang

Singkat cerita, Rasulullah SAW memanggil pasukannya dan segera berangkat menuju medan perang, dan beberapa orang munafik juga ikut serta dalam perang ini, padahal mereka tidak pernah ikut serta dalam perang manapun sebelumnya. Berita tentang kedatangan pasukan Islam sampai kepada Bani Musthaliq, setelah sebelumnya mereka mengirimkan mata-mata untuk mengintai pasukan Islam, namun mata-mata tersebut berhasil ditangkap dan dibunuh, akhirnya mereka menjadi sangat takut, dan perpecahan dikubu mereka tak terhindarkan.

Rasulullah SAW kemudian tiba di sebuah tempat yang disebut Al-Muraysi’, di mana terdapat sumber air yang dimiliki oleh suku Bani Musthaliq. Rasulullah SAW kemudian mempersiapkan pasukannya untuk berperang dan memberikan bendera perang kepada Abu Bakar As-Shiddiq dan Sa’ad bin ‘Ubadah radhiallahu ‘anhuma.

  1. Perang berkecamuk

Pertempuran dimulai dengan saling melemparkan panah. Setelah itu, Rasulullah SAW memerintahkan pasukan Islam untuk menyerang pasukan musyrikin dengan serangan tunggal. Pasukan Islam kemudian menyerang dan mengalahkan pasukan musyrikin. Banyak dari mereka yang terbunuh atau ditawan. Pasukan Islam juga menawan wanita dan anak-anak mereka, serta mengambil harta mereka. Hanya satu orang Muslim yang terbunuh dalam pertempuran itu, dan itupun karena kesalahan seorang Ansar yang mengira dia adalah musuh.

  1. Pernikahan Nabi SAW

Di antara wanita yang ditawan adalah Juwairiyah binti Al-Harits, putri kepala suku Bani Musthaliq. Dia menjadi milik Thabit bin Qais r.a, kemudian Juwairiyah mengutarakn keinginannya untuk menebus dirinya (mukatabah), Rasulullah SAW kemudian menyanggupi uang tebusan tersebut, membebaskannya, dan menikahinya. Dengan asbab pernikahan ini, seratus orang tawanan dari Bani Musthaliq dibebaskan oleh pasukan Islam dan berkata, “mereka adalah kerabat istri Rasulullah SAW.”

  1. Seruan jahiliyah dan hasutan dedengkot munafiqin

Setelah pertempuran, Rasulullah SAW tinggal di dekat sumber air Al-Muraysi’. Suatu ketika, seorang Muhajirin dan seorang Ansar bertengkar. Mereka kemudian memanggil suku mereka masing-masing. Rasulullah SAW kemudian datang dan berkata, “Apakah kalian masih memanggil dengan seruan jajhiliyah padahal aku berada ditengah kalian? Tinggalkanlah, karena itu adalah seruan busuk”.

Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul, kepala kaum munafiqin, mendengar tentang pertengkaran itu, dia marah dan berkata, “mereka telah melakukannya, padahal mereka telah menumpang tinggal dan beranak pinak di negeri kita, tidaklah kita dan mereka kecuali seperti yang dikatakan oleh leluhur: gemukkan anjingmu dan dia akan menerkammu, maka demi Allah Jika kami kembali ke Madinah, pasti orang-orang yang lemah akan diusir oleh orang-orang yang kuat.” Kemudian dia terus menghasut orang-orang anshar yang ada di sekelilingnya. 

Baca Juga  GURU PONDASI DUNIA

Kabar hasutan itu sampai ke telinga Nabi SAW melalui Zaid bin Arqam r.a, Umar bin Khattab r.a yang hadir di majlis Nabi SAW kala itu menjadi geram dan berkata, “Wahai Rasulullah, perintahkan ‘Abbad bin Bisyr untuk membunuhnya.” Tetapi Rasulullah SAW berkata, “Bagaimana wahai Umar, jika orang-orang berkata bahwa Muhammad membunuh sahabatnya, Lebih baik umumkan agar kita bergegas.”

Kemudian, Rasulullah SAW berjalan bersama orang-orang pada hari itu sampai sore dan malam sampai pagi. Pada pagi hari, mereka berjalan lagi sampai matahari terik. Kemudian, Rasulullah SAW memerintahkan orang-orang untuk beristirahat dan tidak lama kemudian mereka tertidur karena kelelahan.

Rasulullah SAW melakukan hal ini untuk mengalihkan perhatian orang-orang dari percakapan tentang Abdullah bin Ubay bin Salul. Tak lama kemudian Abdullah bin Ubay bin Salul mendatangi Rasulullah SAW dan bersumpah bahwa dia tidak mengucapkan kata-kata yang dituduhkan kepadanya. Rasulullah SAW kemudian membiarkannya pergi.

Salah seorang Ansar kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, mungkin saja Zaid bin Arqam salah dalam mendengar perkataan Abdullah bin Ubay bin Salul.” Hal ini tentunya menjadikan Zaid bin Arqam merasa sedih karena kejujurannya mulai diragukan, terlebih Abdullah bin Ubay mengelak bahkan berani bersumpah bahwa dia tidak mengatakannya, Zaid hanya bisa terdiam di rumahnya, hingga Allah SWT menurunkan ayat Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW:

Artinya:

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami bersaksi bahwa kamu benar-benar utusan Allah.’ Dan Allah mengetahui bahwa kamu benar-benar utusan-Nya, dan Allah bersaksi bahwa orang-orang munafik itu benar-benar berdusta. Mereka menjadikan sumpah mereka sebagai perisai untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Sesungguhnya, mereka melakukan perbuatan yang buruk. Yang demikian itu karena mereka sebelumnya telah beriman, kemudian menjadi kafir, maka hati mereka ditutup sehingga mereka tidak dapat memahami (kebenaran) . . . Mereka berkata, “Sungguh, jika kita telah kembali ke Madinah (kembali dari perang Bani Mustalik), pastilah orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah dari sana.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.” (QS. Al-Munafiqun)

Rasulullah SAW kemudian mengutus Ali bin Abi Thalib untuk membacakan ayat-ayat tersebut kepada Zaid bin Arqam dan mengatakan kepadanya bahwa Allah SWT telah membenarkan dia.

  1. Anak yang shalih berlepas diri dari kekafiran ayahnya

Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul, anak dari Abdullah bin Ubay bin Salul, adalah seorang yang saleh. Dia kemudian berlepas diri dari ayahnya dan berdiri di depan gerbang kota Madinah dengan pedang terhunus. Dia berkata, “Demi Allah, kamu tidak akan melewati gerbang ini sampai Rasulullah SAW mengizinkanmu, sungguh dia adalah yang kuat dan kamu adalah yang lemah.”

Ketika Rasulullah SAW datang, dia membiarkan Abdullah bin Ubay bin Salul lewat. Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul kemudian berkata kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, jika kamu ingin membunuhnya, perintahkanlah aku untuk melakukannya, maka aku akan membawa kepalanya kepadamu.” 

  1. Fitnah keji

Tidak lama kemudian, terjadi peristiwa lain yang lebih buruk dan lebih berbahaya dari sebelumnya, yaitu peristiwa Al-Ifk (Fitnah) yang menyebabkan kekacauan dan keraguan di kalangan masyarakat Madinah selama sebulan penuh, peristiwa yang mengusik rumah tangga Nabi SAW dengan istrinya Aisyah r.a.

Singkatnya, ibunda Aisyah r.a ikut serta dalam perang Bani Musthaliq bersama Rasulullah SAW. suatu ketika Aisyah keluar untuk menyelesaikan hajat, lalu dia kehilangan kalung yang dipinjamkan oleh saudarinya. dia kemudian kembali ke tempat dimana kalung tersebut terjatuh dan mencarinya, sementara itu, beberapa orang yang membawa tandu Aisyah datang dan mengira bahwa Aisyah sudah berada di dalam tandu. Mereka kemudian membawa tandu tersebut dan tidak menyadari bahwa Aisyah tidak berada di dalamnya karena dia sangat ringan.

Baca Juga  Milikilah Keyakinan Kuat Maka Engkau Akan Hebat

Ketika Aisyah kembali ke tempat pasukan, dia tidak menemukan siapa pun di sana. Dia kemudian duduk di tempat tersebut dan berharap bahwa orang-orang akan kembali mencarinya. Aisyah kemudian tertidur dan tidak terbangun sampai Safwan bin Al-Mu’atthal r.a datang dan mengucapkan kalimat “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un”.

Safwan kemudian mempersilahkan Aisyah menaiki tunggangannya dan menariknya, dan selama perjalanan tidak ada pembicaraan yang terjadi di antara keduanya, dan mereka akhirnya berhasil menyusul rombongan pasukan, ketika itu orang-orang mulai berbicara tentang kejadian tersebut dan menyebarkan fitnah tentang Aisyah.

Abdullah bin Ubay bin Salul merasa mendapat angin segar untuk menghembuskan racun fitnah dan kebenciannya. Ia mulai menyebarkan berita bohong dan memfitnah Aisyah r.a.

Ketika mereka tiba di Madinah, berita bohong tersebut semakin meluas dan orang-orang mulai memfitnah Aisyah r.a. Rasulullah SAW diam dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Namun, ketika berita bohong tersebut semakin banyak, beberapa orang menyarankan beliau untuk menceraikan Aisyah r.a, sementara yang lain menyarankan beliau untuk mempertahankannya.

Kemudian Nabi Muhammad SAW berdiri di atas mimbar dan meminta Abdullah bin Ubay agar meminta maaf atas perbuatannya yang telah menyebar fitnah tersebut. Usaid bin Khudhair seorang pemimpin suku Aus, menawarkan diri untuk membunuh Abdullah bin Ubay bin Salul. Namun, Sa’ad bin Ubadah pemimpin suku Khazraj merasa berkepentingan untuk membela kaumnya (Abdullah bin Ubay berasal dari suku khazraj) adu mulutpun terjadi dan Rasulullah SAW kemudian menenangkan mereka dan mereka berhenti berbicara.

Sementara itu, Aisyah r.a sakit selama sebulan setelah kembali ke Madinah dan tidak mengetahui apa pun tentang fitnah tersebut. Rasulullah SAW tidak mengatakan apa pun kepadanya tentang hal itu, ia hanya merasakan kelembutan Nabi SAW tidak lagi sama sebelum kejadian itu, Ketika sembuh dari sakitnya, ia pergi bersama Ummu Misthah dimalam hari untuk menyelesaikan hajatnya. Di sana, Ummu Misthah memberitahu Aisyah r.a tentang fitnah tersebut dan Aisyah r. a sangat terkejut dan sedih.

Aisyah r.a kemudian meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk pergi ke rumah orang tuanya dan memastikan kebenaran berita tersebut. Ketika ia tiba di rumah orang tuanya, ia menangis selama dua malam dan seharian penuh ia tidak tidur. Sampai ia merasa bahwa tangisannya akan membelah hatinya.

Kemudian Rasulullah SAW datang ke rumah orang tua Aisyah r.a dan bersabda, “Wahai Aisyah, aku telah mendengar tentangmu bahwa kamu telah melakukan sesuatu. Jika kamu tidak bersalah, maka Allah akan membersihkanmu. Jika kamu telah melakukan dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertobatlah kepada-Nya. Seorang hamba yang mengakui dosanya dan bertobat kepada Allah, maka Allah akan menerima tobatnya.”

Aisyah r.a meminta ayah dan ibunya untuk menjawab perkataan Nabi SAW, namun keduanya tidak tahu harus menjawab apa kepada Nabi SAW, akhirnya Aisyah mengatakan: “Demi Allah, aku tahu bahwa kalian telah mendengar berita ini sehingga  menetap di dalam jiwa kalian, dan kalian mempercayainya. Maka jika aku memberitahu kalian bahwa aku tidak bersalah -dan Allah mengetahui bahwa aku tidak bersalah- kalian tidak akan mempercayaiku, dan jika aku mengakuinya -dan Allah mengetahui bahwa aku tidak bersalah- kalian akan mempercayaiku, Demi Allah, aku tidak menemukan perkataan untukku dan untuk kalian kecuali perkataan ayah nabi Yusuf: “maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja aku memohon pertolongan terhadap apa yang kamu ceritakan.” (Q.S. Yusuf: 18)

Kemudian Aisyah r.a berbaring di tempat tidurnya. Rasulullah SAW kemudian menerima wahyu dan bersabda, “Wahai Aisyah, Allah telah membersihkanmu.” Ibu Aisyah r.a berkata kepadanya bangunlah untuk Rasulullah SAW, Aisyah r.a berkata, “Aku tidak akan bangun dan mengucapkan terima kasih kecuali hanya kepada Allah.”

Baca Juga   Bunda Terbaik dari Kaum Quraisy 

Allah kemudian menurunkan 10 ayat Al-Qur’an tentang fitnah tersebut, yang dimulai dengan ayat:

إِنَّ ٱلَّذِينَ جَآءُو بِٱلۡإِفۡكِ عُصۡبَة مِّنكُمۡۚ لَا تَحۡسَبُوهُ شَرّا لَّكُمۖ بَلۡ هُوَ خَيۡر لَّكُمۡۚ لِكُلِّ ٱمۡرِيٕ مِّنۡهُم مَّا ٱكۡتَسَبَ مِنَ ٱلۡإِثۡمِۚ وَٱلَّذِي تَوَلَّىٰ كِبۡرَهُۥ مِنۡهُمۡ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيم

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu (juga). Janganlah kamu mengira berita itu buruk bagi kamu bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapat balasan dari dosa yang diperbuatnya. Dan barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).” (Q.S. An-Nur: 11)

  1. Pelajaran dan ibrah

Ada beberapa pelajaran dan ibrah yang dapat diambil dari Perang Bani Musthaliq yang terjadi pada bulan Sya’ban tahun keenam Hijriyah ini:

  1. Salah satu pelajaran yang dapat diambil dari perang ini adalah bahwa kehidupan Rasulullah SAW penuh dengan cobaan, kesulitan, jihad, dan kesabaran. Negara Islam yang didirikan oleh Rasulullah SAW tidak dapat terwujudkan tanpa perjuangan dan pengorbanan, negara Islam tidak dapat didirikan dengan cara yang mudah dan sederhana.
  2. Perang ini juga menunjukkan pentingnya menjaga kesatuan dan keutuhan umat Islam. Ketika terjadi perkelahian antara seorang Ansar dan seorang Muhajirin, Rasulullah SAW segera campur tangan dan mengingatkan mereka tentang pentingnya menjaga kesatuan dan keutuhan umat Islam.
  3. Perang ini juga menunjukkan bahwa orang-orang munafik dapat menjadi ancaman yang lebih besar daripada orang-orang kafir. Orang-orang munafik dapat menyebabkan perpecahan dan kekacauan dalam umat Islam, sedangkan orang-orang kafir dapat dihadapi dengan cara yang lebih terbuka.
  4. Nama-nama baik jika dimaksudkan untuk memecah belah umat Islam, adalah bagian dari seruan jahiliyah. Meskipun nama Muhajirin dan Ansar termasuk di antara nama-nama terhormat yang disebutkan dalam Al-Qur’an, namun ketika nama-nama tersebut digunakan secara tidak benar dan untuk memecah-belah umat Islam menjadi bagian dari seruan jahiliyah, yang menurut Nabi Muhammad SAW adalah hal yang menjijikkan. Jadi, jika seseorang saat ini menjadi fanatik terhadap beberapa nama terhormat seperti Ahlussunnah, Salafi, Ansar Syariah, atau Ansar Sunnah, jika yang mengklaim nama-nama tersebut menjadi fanatik terhadapnya dan mengedepankan nama kelompok, maka ini adalah fanatisme yang tercela.
  5. Selain itu, perang ini juga menunjukkan kedudukan dan keutamaan ibunda Aisyah r.a dimana Allah Ta’ala menurunkan ayat-ayat yang membersihkan namanya dari fitnah keji, yang akan dibacakan hingga hari kiamat, Aisyah r.a berkata:  “Tetapi demi Allah, aku tidak menyangka bahwa Allah yang Maha Suci akan menurunkan wahyu tentang aku yang akan dibaca, aku terlalu hina jika Allah berbicara tentang suatu hal yang berkaitan denganku, aku hanya berharap Rasulullah SAW akan bermimpi bahwa Allah membebaskanku dari tuduhan itu.”
  6. Dalam perang ini, kita juga dapat melihat contoh yang baik tentang bagaimana seorang muslim memuliakan agamanya, menjadikannya lebih berharga dari apapun dan siapapun di dunia ini, memuliakan siapapun yang memuliakannya dan memusuhi siapapun yang memusuhinya, sekalipun yang memusuhinya itu adalah orang yang paling dekat kepadanya, Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul, putra dari Abdullah bin Ubay bin Salul, menawarkan diri untuk membunuh ayahnya sendiri karena ayahnya telah memusuhi umat Islam dan melakukan kesalahan besar dengan menghembuskan permusuhan diantara umat Islam dan fitnah keji terhadap ibunda Aisyah r.a.

Semoga kisah ini memberikan motivasi akan pentingnya pengorbanan dan perjuangan demi tegaknya Islam, dan patut kita ingat bahwa apapun yang kita lakukan untuk Islam semuanya adalah untuk diri kita sendiri.

Wallahu A’laa wa A’lam.

Imran Bukhari Ibrahim, Lc., M.H.

Mahasiswa S3 King Saud University, Fakultas Tarbiyah, Jurusan Dirasat Islamiyah, Prodi Fiqih dan Ushul Fiqih

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?