Khutbah Jumat: Memetik Keutamaan Menuntut Ilmu Syar’i
Kaum muslimin yang di rahmati oleh Allah.
Sesungguhnya agama islam adalah agama yang memerintahkan pemeluknya untuk menuntut ilmu, terkhusus ilmu agama. Islam juga berkomitmen untuk memerangi kebodohan yang dapat mewariskan hal-hal negatif bagi umat seperti fanatisme, keterbelakangan dan lain sebagainya.
Bahkan salah satu mukjizat teragung yang dianugerahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah Al-Qur’an yang merupakan sumber ilmu dan referensi utama dari ilmu pengetahuan. Al-Qur’an merupakan karunia yang besar bagi manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah Ta’ala dalam surat Ar-Rahman:
عَلَّمَ الْقُرْآنَ (2) خَلَقَ الْإِنْسَانَ (3) عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
Artinya: “(Dia) yang mengajarkan Al-Qur’an, yang menciptakan manusia, dan yang mengajarkan cara berbicara”. (QS Ar-Rahman 2-4).
Setelah ayat-ayat ini, Allah berfirman:
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Artinya: “Maka nikmat Allah yang mana lagi yang kalian dustakan wahai jin dan manusia”.
Asy-Syaikh AbdurRahman bin Nashir As-Sa’di mengatakan: “Allah menyebutkan bahwa Dia menurunkan Al-Qur’an, maknanya adalah; Dia mengajarkan kepada hamba-hambanya lafal-lafal dan makna yang dikandungnya, dan Allah menjadikannya mudah, maka ini adalah merupakan salah satu anugerah teragung yang Allah berikan kepada hamba-hambanya”. (Taisir Karimir Rahman hal: 828).
Kaum muslimin, jamaah shalat jum’at yang dirahmati oleh Allah.
Sesungguhnya menuntut ilmu agama adalah bagian dari ibadah yang agung kepada Allah subhanahu wa ta’ala, karena ia adalah sarana agar seorang hamba lebih mengenal Allah dan lebih memahami syariat-syariatnya, dan ia adalah sarana terbesar untuk melenyapkan kebodohan yang menjajah manusia. Oleh sebab itu banyak keutamaan menuntut ilmu yang dipaparkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Diantara keutamaan menuntut ilmu syar’i adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya: “Niscaya Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS Al-Mujadilah 11).
Ayat ini menjelaskan tentang kemuliaan orang beriman dan orang yang berilmu, bahwa jika berkumpul dua hal ini pada seseorang, maka Allah akan meninggikan dan mengangkat derajatnya di dunia dan akhirat. Sebab itu, iman dan ilmu syar’i merupakan kebaikan agung yang Allah anugerahkan kepada para hamba-Nya. Olehnya itu, para ulama kita ketika menjelaskan tentang doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً
Artinya: “Wahai Rabb kami, Anugerahkan kepada kami di dunia kebaikan, dan di Akhirat kebaikan”. (QS Al-Baqoroh 201).
Hasan Al-Bashri mengatakan:
فِي الدُّنْيَا الْعِلْمَ وَالْعِبَادَةَ، وَفِي الْآخِرَةِ الْجَنَّةَ
Artinya: “Kebaikan di dunia adalah Ilmu dan Ibadah, dan kebaikan di Akhirat adalah surga”. (Syu’abul Iman Karya Al-Baihaqi, no hadits: 1743).
Jamaah shalat Jumat yang dirahmati oleh Allah ta’ala.
Di antara bukti dari keutamaan ini, Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat hewan yang memiliki ilmu (terlatih) dengan menghalalkan buruannya, sebagaimana firman Allah:
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu wahai Nabi Muhammad: apakah yang dihalalkan bagi mereka, katakanlah: dihalalkan bagi kalian yang baik-baik, dan (juga dihalalkan) hasil buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah kamu latih dia untuk berburu, maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas tersebut (ketika engkau melepasnya). (QS Al-Maidah 4).
Ayat ini memaparkan bahwa secara prinsip apabila ada seekor binatang menggigit sampai mati seekor binatang buruan yang halal, maka haram bagi kita untuk mengkonsumsi hasil buruan tersebut kecuali dengan dua syarat, yaitu:
Pertama: binatang pemburu sudah terlatih untuk berburu (memiliki ilmu berburu)
Kedua: menyebut nama Allah ketika melepaskan binatang pemburu tersebut.
Maka dengan ini dapat disimpulkan bahwa binatang yang berilmu lebih dimuliakan secara syariat dibandingkan hewan pada umumnya, yaitu dengan dihalalkannya hasil buruannya.
Oleh karena itu, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di mengatakan: “Ayat ini menunjukkan beberapa perkara; di antaranya adalah: di dalamnya ada keutamaan ilmu, bahwa hewan buas (seperti: anjing, harimau, elang) yang sudah dilatih untuk berburu (berilmu) maka hasil buruannya hala, adapun hewan yang tidak terlatih (bodoh) maka hasil buruannya haram”. (Taisirur Rahman hal: 221).
Keutamaan ini ditegaskan lagi oleh Rasulullah dalam sabdanya:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Artinya: “Barang siapa yang Allah ingin kebaikan baginya, maka Allah akan menjadikannya faham (berilmu) dalam masalah agama”. (HR Bukhari dan Muslim).
Di antara keutamaannya menuntut ilmu agama adalah menuntut ilmu menjadi sarana untuk masuk ke dalam surga Allah, Rasulullah bersabda:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلىَ الْجَنَّة
Artinya: “Dan siapa yang menapaki jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya dengan amalan tersebut, jalan menuju surga”. (HR Muslim).
Makna sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam: “Dan siapa yang menapaki jalan untuk menuntut ilmu” ada dua;
Yang pertama: Keluar dari rumah untuk berjalan atau safar (mengadakan perjalanan) dengan tujuan untuk menuntut ilmu, yang biasa disebut sebagai Ar-Rihlatu fi thalabil ‘Ilmi. Imam Bukhari membuat bab khusus di dalam kitab beliau “Shahih Al-Bukhari” terkait dengan makna ini, beliau mengatakan:
باب الخروج أي السفر في طلب العلم
Artinya: “Bab keluar atau safar (mengadakan perjalanan) dalam rangka untuk menuntut ilmu”.
Yang kedua: Semua upaya dan sarana yang dilakukan untuk mendapatkan ilmu, seperti membaca, menghafal, talaqqi, mengkaji, menulis, menelaah dan lain sebagainya. Untuk makna yang kedua ini, kendati upaya dan sarana tersebut kita lakukan tanpa keluar dari pintu rumah kita, maka tetap termasuk dalam makna yang disebutkan oleh hadis di atas.
Maka hadis ini memaparkan bahwa salah satu jalan mudah untuk menggapai surga Allah adalah dengan cara menuntut ilmu di jalan Allah.
Keutamaan yang lain dari menuntut ilmu syar’i adalah keabadian dari ibadah ini, jika seorang hamba bertekad untuk komitmen dengan ibadah ini sebagai penuntut ilmu dan penyebar ilmu (duat/ustadz), maka ada potensi untuk menjadikan ibadah ini sebagai amal jariyah bagi seorang hamba, yang pahalanya tetap mengalir, kendati ruh telah berpisah dengan badan, Rasulullah bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya: “Jika manusia meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali tiga hal: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakannya”. (HR Muslim).