Masjidilaqsa: Simbol Identitas dan Ikon Perjuangan Umat

Bila Makkah dan Madinah dinamai sebagai Haramain (dua tanah suci), maka wilayah Masjidilaqsa dan sekitarnya (Palestina) dinamai oleh Allah sebagai Ardh Muqaddasah (tanah yang dimuliakan) dan Ardh Mubarakah (tanah yang diberkahi). Sebagai tanda pemuliaan Allah terhadap Palestina, Allah Ta’ala menjadikan Masjidilaqsa sebagai kiblat pertama umat Islam. Dalam ash-Shahihan, al-Bara` radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,
صلينا مع النبي صلى الله عليه وسلم نحو بيت المقدس ست عشر شهرا أو سبعة عشر شهرا, وصرف إلى القبلة
“Kami salat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menghadap Baitulmaqdis selama 16 atau 17 bulan. Setelahnya, beliau diperintahkan menghadap ke kiblat (Ka’bah).” (HR. Bukhari: 40 dan Muslim: 525)
Lebih dari itu, Dia juga menjadikannya sebagai tempat transit perjalanan malam (masra) Sang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum melakukan mikraj ke langit ke-7 demi bertemu dengan-Nya:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra`: 1)
Karena keberkahannya inilah, salah seorang ulama yang bernama Ibn al-‘Imad menyatakan, “Para sahabat bersepakat untuk memilih tinggal menetap di negeri Syam.” (Mukhtashar al-Barq asy-Syamiy: 313).
Masjidilaqsa tidak hanya menjadi sumber keberkahan, tapi ia adalah simbol kekuatan umat Islam. Ia merupakan masjid suci yang diperebutkan 3 umat; Islam, Nasrani, dan Yahudi. Selama ia masih ada dalam kekuasaan Islam, umat masih baik-baik saja. Namun, bila direbut oleh umat lain, maka itu pertanda lemahnya umat ini. Kehidupan umat Islam sepanjang sejarah mereka membuktikan realitas ini. Syekh Abdul Aziz ath-Tharifiy menegaskan, “Tanah paling utama setelah Makkah dan Madinah adalah tanah Syam. Keutamaannya mutawatir dalam nas-nas wahyu. Sedangkan tanah Syam yang paling utama adalah Palestina. Negeri-negeri Islam tak akan bisa baik urusannya kecuali tiga tanah suci itu baik pula urusannya. Dalam as-Sunan dengan sanad sahih diriwayatkan dari Qurrah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إذا فسد أهل الشام فلا خير فيكم
“Kalau (urusan) penduduk Syam telah rusak, maka tidak ada kebaikan lagi bagi kalian.” (HR Tirmizi: 2192 dan Ibn Hibban: 7303). Maknanya adalah kerusakan urusan penduduk Syam –terutama Palestina- pertanda tidak baiknya urusan umat ini.” (Asthur: 318)
Hanya saja, di tengah keterpurukan umat ini secara umum dan kerusakan urusan kaum muslimin negeri Palestina secara khusus, di sana tetap akan ada sekelompok kaum yang berjuang mempertahankannya sebagai salah satu identitas utama umat Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Akan terus ada sekelompok umatku (Thaifah Manshurah) yang berada di atas kebenaran, mereka menang dan menguasai musuh-musuh mereka. Orang-orang yang menyelisihi mereka tak akan memberi mereka mudarat, kecuali hanya beberapa penderitaan yang menimpa mereka, sampai mereka didatangi perkara Allah (hari Kiamat) sementara mereka tetap berada di atas kebenaran itu.”
Para sahabat lantas bertanya, “Di manakah tempat mereka, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab,
بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ
“Mereka di Baitulmaqdis dan di sekitar Baitulmaqdis.” (HR. Ahmad: 21286)
Walaupun hadis ini tidak membatasi keberadaan Thaifah Manshurah hanya di sekitaran Masjidilaqsa, namun ia mengisyaratkan bahwa tanah ini adalah negeri para mujahid yang di setiap zaman sangat gigih mempertahankan kehormatan dan kesuciannya. Juga menunjukkan bahwa mereka akan diselisihi dan tidak diberikan bantuan, namun hal itu tidak memberikan mudarat apa-apa bagi diri mereka; karena Allah sendirilah yang akan memenangkan mereka.
Nas-nas ini menegaskan urgensi tanah Palestina bagi umat Islam. Ia adalah simbol kekuatan mereka sekaligus ikon perjuangan dan pertanda kejayaan mereka. Sebab itu, sirnanya kekacauan dan fitnah yang ada di dalamnya akan diiringi oleh kemenangan umat Islam. Ia juga menegaskan bahwa negeri Palestina merupakan salah satu syiar Allah yang mesti dijaga, dimuliakan, dan dilindungi:
وَمَن يُعَظِّمْ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ
“Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.“ (QS Al-Hajj: 33).
Nah, bentuk ril pengagungan dan penjagaan terhadap Masjidilaqsa dan wilayah sekitarnya yang merupakan simbol kejayaan dan ikon perjuangan umat Islam adalah sbb:
Pertama: Meyakini Fadilah dan Kemuliaannya yang Disebutkan Al-Quran dan Sunnah
Setiap muslim mesti menyadari besarnya fadilah dan kemuliaan Baitulmaqdis dan tanah-tanah sekitarnya yang diberkahi. Bahkan, mesti diajarkan dan ditanamkan kepada anak-anak dan remaja kaum muslimin; bahwa fadilah dan kemuliaan ini berkonsekuensi adanya perhatian terhadapnya. Karena nas-nas wahyu tak mungkin menegaskan keberkahan dan kesuciannya padahal saat turunnya Baitulmaqdis masih berada di tangan kaum Nasrani, melainkan sebagai motivasi pada seluruh umat untuk memperhatikannya dan berjihad untuk merebutnya. Kesadaran seperti inilah yang memicu jihad para sahabat dalam merebut Masjidilaqsa dari kaum Romawi di era Khalifah Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu dan jihad Nurudin az-Zankiy dan Shalahudin al-Ayyubiy dalam mengembalikan Masjidilaqsa ke pangkuan umat Islam dari tangan pasukan Salib di abad ke-6 H.
Kedua: Membela Kehormatannya Secara Kolektif
Seluruh umat Islam -terlepas dari perbedaan mazhab dan bangsa di antara mereka- wajib bekerjasama membela kehormatan dan identitas islami Masjidilaqsa:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ
“Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS Ali Imran: 103)
Tanpanya, kehormatannya akan terus dilecehkan oleh bangsa Yahudi yang kini lebih berkuasa atasnya. Salah satu bentuknya adalah tidak mengakui kekuasaan Zionis atas wilayah Masjidilaqsa sekaligus menegaskan bahwa mereka hanyalah penjajah yang menzalimi rakyat Palestina dan mengotori kesucian Baitulmaqdis:
ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَٰتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ ۗ
“Siapa yang mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya.“ (QS Al-Hajj: 30)
Ketiga: Berniat Menziarahinya dengan Tujuan Ibadah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memotivasi agar setiap muslim berusaha menziarahinya. Selain hal itu disampaikan dalam hadis keutamaan salat di dalamnya menyamai lebih dari 500 kali salat di selainnya, juga hal ini ada dalam sabda beliau:
لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد : المسجد الحرام، ومسجدي هذا، والمسجد الاقصى
“Tidak diperkenankan menyiapkan perjalanan (untuk ibadah) kecuali menuju tiga masjid; Masjidilharam, Masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjidilaqsa.” (HR. Bukhari: 1189 dan Muslim: 1397)
Keempat: Membantu Aksi Pembebasan Masjidilaqsa dari Kekuasaan Umat Lain
Kasus perebutan Masjidilaqsa adalah salah satu problem utama umat Islam global. Umat Islam harus membantu perjuangan rakyat Palestina dalam merebutnya kembali agar secara penuh berada di tangan kekuasaan mereka. Sumbangsih ini diberikan sesuai kemampuan setiap individu muslim, baik moril ataupun materi. Juga wajib diberikan oleh setiap pemerintah muslim di seluruh dunia, dalam bidang yang disanggupi, baik berupa bantuan militer bila itu memungkinkan, sosial, politik-diplomasi, ekonomi, teknologi, media, ataupun bantuan lainnya. Hal ini merupakan wasilah utama untuk meraih kembali Baitulmaqdis, yang tanpanya akan berpengaruh besar terhadap kelemahan umat ini: “Kalau (urusan) penduduk Syam telah rusak, maka tidak kebaikan lagi bagi kalian.” (HR Tirmizi: 2192 dan Ibn Hibban: 7303).
Adapun bantuan doa, maka sudah seharusnya mengiringi setiap langkah perjuangan membantu pembebasan Masjidilaqsa. Bahkan, bila tak ada lagi sumbangsih yang mesti diberikan oleh individu muslim selain doa, maka itulah yang seharusnya ia sungguh-sungguh lakukan karena “doa adalah senjata seorang mukmin“. Bahkan, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Orang yang paling lemah adalah yang tidak sanggup untuk berdoa.” (Lihat: Majma’ az-Zawaid: 10/149).
Semoga Masjidilaqsa dan wilayah-wilayah sekitarnya yang diberkahi segera kembali ke pangkuan umat Islam. Amin ya Rabbal-‘alamin.