Tatsqif

MASJID AQSA DAN PERISTIWA ISRA’ DAN MI’RAJ

Masjid Aqsa merupakan eksistensi yang tidak bisa dipisahkan dari umat Islam, sebab ikatan antara keduanya dicatat dengan rapi dalam kepingan sejarah peradaban manusia, sehingga menjadi bukti yang sahih  terkait hubungan antara masjid Aqsa dengan umat Islam.

Al-Qur’an mencatat bahwa masjid Aqsa merupakan kiblat pertama kaum muslimin ketika melaksanakan ibadah yang agung; ibadah salat, sebelum akhirnya kiblat ini di rubah dan diganti dengan kabah sebagai kiblat yang baru, dan sejarah ini merupakan rahasia umum di tengah kaum muslimin. Ikatan antara masjid Aqsa dengan kaum muslimin semakin erat dengan terjadinya peristiwa Isra’ dan Mi’raj, sebuah peristiwa fenomenal di luar nalar manusia, yang merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj sejatinya hanyalah peristiwa tentang sebuah perjalanan, namun jangan salah, ia bukan peristiwa perjalanan biasa. Perjalanan tersebut menempuh jarak jutaan kilometer dengan waktu yang sangat singkat, yaitu satu malam. Perjalanan pertama disebut dengan Isra’, yaitu perjalanan dari kota Mekkah ke masjid Aqsa di Palestina, jarak antara dua tempat ini dapat ditempuh  dengan perjalanan selama satu bulan pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun Rasulullah hanya menempuhnya kurang dari setengah malam. Perjalanan yang kedua disebut dengan Mi’raj, yaitu Rasulullah naik ke atas langit ke tujuh sampai di Sidratul Muntaha, untuk menjumpa dengan Allah Azza wajalla untuk menerima perintah salat, ada beberapa peristiwa fenomenal dalam Mi’raj ini, di antaranya; Pertama: jarak yang tidak bisa dihitung dengan kacamata manusia ini hanya ditempuh dalam waktu kurang lebih setengah malam. Kedua: Rasulullah melaksanakan salat di Masjid Aqsa Bersama dengan para Nabi, dan beliau yang menjadi imam. Ketiga: berjumpanya Rasulullah dengan para pendahulunya dari kalangan Nabi dan Rasul, seperti Nabi Adam, Nabi Isa, Ibrahim, Nabi Yusuf, Nabi Idris, Nabi Harun dan Nabi Musa. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj diabadikan oleh Al-Quran, Allah Azza wa Jalla berfirman,

Baca Juga  Terorisme Antara Hak dan Bathil (Solusi)

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya: ”Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, lagi Maha Melihat.” QS. Al-Isra’ : 1.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didera dengan musibah yang bertubi-tubi, dan ketika beliau tertimpa kesedihan yang mendalam, dimulai dengan wafatnya dua orang yang sangat beliau cintai, Abu Thalib dan Khadijah, kemudian dakwah beliau yang cukup stagnan di kota Mekkah, serta penolakan penduduk kota Taif terhadap tawaran dakwah beliau, saat itulah Allah Azza wajalla menghibur beliau dengan perjalanan yang sangat fenomenal, ditemani oleh malaikat Jibril, mengendarai Buraq, kemudian salat Bersama dengan para Nabi di Masjid Aqsa, naik ke langit ke tujuh dan berjumpa dengan para Nabi dan Rasul di setiap langit, dan puncaknya adalah menghadap Allah Azza wajalla, berkomunikasi dengan-Nya, dan diturunkan kepada beliau syariat salat yang mulia. Rentetan peristiwa dan kejadian ini merupakan puncak hiburan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam yang sempat “terpuruk” dalam kesedihan dengan beberapa kejadian yang menimpa beliau sebagaimana dijelaskan di atas.

Dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini; ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik:

  • Masjid Aqsa yang berada di Palestina merupakan negeri yang tidak dapat dipisahkan dari Islam dan dari umat Islam, karena ikatan sejarah yang sangat erat pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam.
  • Kedudukan Masjid Aqsa sangat krusial bagi kaum muslimin, selain ada ikatan sejarah yang menyatukan, juga ada syariat yang berlaku sampai hari kiamat terkait dengan Masjid Aqsa, yaitu anjuran untuk berziarah ke masjid tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam,
Baca Juga  KEDUDUKAN HADIS DALAM ISLAM

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى

Artinya: ”Tidak boleh melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah) kecuali perjalanan menuju ke tiga masjid; masjid Haram (di Mekkah), masjid Nabawi (di Madinah) dan masjid Aqsa ( di Palestina).” HR. Bukhari dan Muslim.

Degan hadis ini, semakin kuatlah ikatan antara kaum muslimin dan masjid Aqsa, bahkan seakan ikatan tersebut tidak dapat dipisahkan sampai hari kiamat.

Dengan dua poin ini, sejatinya kaum muslimin di seluruh dunia memiliki tanggung jawab moril dengan peristiwa yang terjadi di masjid yang mulia tersebut, dan tanggung jawab tersebut diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk aktivitas nyata yang dapat mewujudkan kemaslahatan bagi masjid Aqsa dan Palestina secara umum, seperti mendoakan kebaikan bagi negeri dan penduduknya, memberikan bantuan sesuai kemampuan dan lain sebagainya.

  • Para aktivis dakwah terkadang membutuhkan “hiburan” untuk melepas segala beban dan rasa Lelah pasca mengembah tugas-tugas dakwah dalam kehidupannya, maka boleh bagi mereka untuk melakukan refresing dengan mengadakan rihlah yang mubah, untuk menstimulasi keluarnya endorfin dari tubuh, sehingga dapat mengendurkan urat dan syaraf yang sedang tegang karena beban dakwah yang dipikulnya.
  • Para aktivis dakwah terkadang butuh untuk berkumpul dan bersua dengan para aktivis dakwah yang lainnya, untuk berbagi pengalaman, atau tukar menukar pendapat, atau melakukan problem solving, hal ini sebagaimana perjumpaan Rasulullah dengan para Nabi di masjid Aqsa dan melakukan salat berjamaah di tempat tersebut, demikian juga dengan pertemuan Rasulullah dengan para Nabi dan Rasul di setiap langit, bahkan ada nasehat dari Nabi Musa secara khusus untuk memohon keringanan kepada Allah terkait dengan pensyariatan ibadah salat, dan tentunya nasehat tersebut muncul berdasarkan pengalaman Nabi Musa tatkala diutus ke tengah Bani Israil.
  • Di antara pelipur lara seorang aktivis dakwah adalah mengerjakan salat, sebab salat merupakan interaksi antara seorang hamba dengan Allah Azza wajalla, di dalam salat seorang hamba berdialog dengan Allah, memuji-Nya, dan berdoa kepada-Nya, inilah yang dapat menyejukkan jiwa yang sedang galau, dan menenangkan hati yang sedang dijajah keresahan, olehnya; jika Rasulullah sedang capek atau galau ataupun yang sejenisnya, beliau mengatakan kepada Bilal,
Baca Juga  Tujuh Gelar Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhuma

يَا بِلَال أَرِحْنَا بِالصَّلَاة

Artinya: ”Wahai Bilal, istirahatkan kita dengan melaksanakan salat.”

Dan juga konteks turunnya pensyariatan ibadah salat adalah tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam sedang didera oleh kesedihan, maka hal ini dapat menjadi isyarat bahwa salah satu solusi dari kesedihan, kegelisahan, dan kegundahan adalah dengan melaksanakan salat.

Wallahu a’lam bish showab.

Lukmanul Hakim, Lc., M.A.

Kandidat Doktor, Bidang Tafsir & Hadits, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?