Khutbah Jumat: Pembatal-pembatal Pahala Amalan
Kaum muslimin, jamaah Jum’at yang dirahmati oleh Allah.
Kewajiban seorang hamba adalah beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, demi untuk mengumpulkan pundi-pundi pahala untuk menjadi bekal bagi perjalanan abadi di akhirat kelak, maka adalah hal yang ideal bagi seorang muslim untuk berkompetisi demi mendekatkan diri kepada Allah untuk merealisasikan cita-cita yang kita dambakan diatas.
Hal penting yang perlu untuk diketahui terkait ibadah bukan hanya bagaimana memperbanyak ibadah kepada Allah, namun ada hal lain yang sangat perlu untuk kita perhatikan, diantaranya adalah upaya untuk melaksanakan ibadah dengan sesempurna mungkin, demi menjaga kualitas amalan tersebut sehingga diterima disisi Allah Azza wa jalla, serta berusaha untuk mengawal dan menjaga amalan-amalan tersebut agar terbentengi dari perkara-perkara yang dapat membatalkannya dan menghilangkan pahalanya.
Adalah merupakan perkara yang sia-sia, jika bagunan yang telah kita tegakkan kita robohkan kembali, maka demikian pula dengan amalan, alangkah ruginya jika pahala amalan yang telah kita kumpulkan dengan susah payah, namun kemudian kita musnahkan pahala-pahala amalan tersebut dengan perbuatan dan ucapan kita.
Kaum muslimin, jamaah salat Jumat yang dirahmati Allah.
Menjaga kualitas amalan dan membentenginya dari pembatal-pembatalnya bukanlah merupakan perkara yang ringan, sangat besar harapan kita usaha ini merupakan bagian dari sikap istiqomah setelah beramal shalih. Allah -subhanahu wata’ala- memerintahkan kita untuk menjaga amalan-amalan yang telah kita kerjakan dan melarang untuk membatalkannya, Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُم
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan janganlah kalian membatalkan Amalan-amalan kalian”.[QS. Muhammad 33].
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada kita untuk melaksanakan Amalan kebaikan, dengan mematuhi perintahNya dan perintah RasulNya dan memberikan peringatan untuk tidak merusak dan membatalkan amalan-amalan kita.
Dan peringatan ini mencakup dua hal:
Pertama: peringatan untuk tidak membatalkan amalan dan merusaknya ketika sedang melaksanakan amalan tersebut, dengan meninggalkan salah satu rukunnya atau dengan melaksanakan hal-hal yang dapat membatalkan amalan tersebut ketika sedang dilaksanakan, seperti makan dan minum dengan disengaja ketika berpuasa, atau berjima’ ketika berhaji, atau berbicara ketika sedang shalat dan lain sebagainya.
Kedua: peringatan untuk tidak membatalkan pahala amalan setelah kita selesai dalam melaksanakan ibadah tersebut, baik dengan perbuatan ataupun dengan ucapan.
Sesungguhnya Allah telah mengabarkan kepada kita, bahwa manusia dapat masuk ke dalam neraka meskipun memiliki amalan yang sangat banyak, mungkin disebabkan karena Allah tidak menerima amalan tersebut karena tidak menjaga kualitas amalan tersebut, dengan mengikhlaskan niat ketika beribadah dan berusaha untuk ber-ittiba’ dengan Rasulullah ketika melaksanakannya, dan mungkin juga karena terjatuh ke dalam amalan yang dapat membatalkan ibadah atau pahala ibadah tersebut, Allah berfirman menceritakan tentang salah satu sisi pada hari kiamat:
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ (1) وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ (2) عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ (3) تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً
“Apakah telah sampai kepada kalian kabar tentang hari kiamat#wajah-wajah pada hari tersebut dalam keadaan tertunduk#(mereka) telah melakukan amalan-amalan yang melelah#(Namun) ternyata mereka masuk ke dalam neraka”.
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah Azza wa Jalla.
Sesungguhnya salah satu tragedi dan huru hara yang mengerikan pada hari kiamat, adalah ketika amalan-amalan yang telah kita laksanakan seakan menjadi debu yang beterbangan, yang tidak memiliki nilai sedikitpun di hadapan Allah Azza wa Jalla. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah kita terjatuh ke dalam amalan yang dapat menggugurkan dan membatalkan amalan atau pahalanya, diantara adalah,
Pertama: Terjatuh ke dalam pembatal keimanan.
Hendaknya seorang muslim mengetahui tentang perbuatan dan ucapan yang dapat membatalkan keimanan, dan konsekwensi dari hal ini adalah batalnya amalan seorang hamba, dan musnahnya pahala amalannya.
Sesungguhnya ada beberapa amalan dan ucapan yang dapat mengeluarkan seorang muslim dari islam, hal ini dikenal dengan istilah pembatal keislaman, diantara amalan tersebut adalah:
- Terjatuh ke dalam syirik besar.
Yang dimaksud dengan syirik adalah menyetarakan antara makhluk dengan Allah Azza wa Jalla dalam hal yang menjadi kekhususan bagi Allah.
Yang dimaksud dengan “kekhususan Allah” diantaranya dalam hal Rububiyah, maka yang dimaksud dengan syirik dalam Rububiyah adalah meyakini dan mengimani bahwa ada dzat selain Allah yang mampu memberikan rezeki, mengatur alam, menurunkan hujan dan lain sebagainya, maka inilah kesyirikan yang nyata, melebihi kesyirikan orang kafir Quraisy yang hidup pada zaman Rasulullah –shallallahu alaihi wasallam-, Allah berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan jika engkau tanyakan kepada mereka:”siapakah yang menciptakan langit dan bumi, dan mengatur matahari dan rembulan?, maka mereka tentu akan menjawab: Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari jalan yang benar). QS. Al-Ankabut 61.
Dan diantara kekhususan Allah yang teragung adalah dalam hal uluhiyah, maka yang dimaksud dengan syirik dalam hal ini adalah menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dengan HambaNya dalam hal ibadah, maka berdoa, bertawakkal, dan mengharap kepada selain Allah adalah contoh nyata dari kesyirikan, demikian juga dengan meniatkan sebagaian ibadah kepada selain Allah seperti menyembelih untuk selain Allah adalah bagian dari syirik, Allah berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah milik Allah Pemilik semesta alam”, Al-An’am 162.
Konsekwensi dari Kesyirikan adalah menghapus Amalan, barang siapa yang terjerembab ke dalamnya dan tidak bertaubat kepada Allah, maka akan hangus pahala amalan yang telah ia lakukan di waktu yang lalu, Allah berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan telah aku wahyukan kepadamu wahai Rasulullah dan kepada orang-orang sebelum kalian, jika engkau terjatuh ke dalam kesyirikan, maka amalanmu akan terhapus, dan engkau akan merugi”. QS Az-Zumar 62.
- Membenci syariat Allah Azza wa Jalla.
Salah satu konsekuensi keimanan adalah mencintai perintah Allah dan menaatinya, dan membenci hal-hal yang dilarang oleh Allah dan menjauhinya. Benci merupakan amalan hati, terkadang dapat diwujudkan melalui perbuatan, namun eksisnya sifat benci di dalam hati seorang hamba terhadap syariat dan agama Allah, dapat membatalkan keimanan sesorang, Allah berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا فَتَعْسًا لَهُمْ وَأَضَلَّ أَعْمَالَهُمْ (8) ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
Artinya:”Dan orang-orang yang kafir maka kebinasaan bagi mereka dan Allah hapuskan amalan mereka#hal itu disebabkan karena mereka membenci yang Allah turunkan [kepada Nabinya], maka amalan-amalan mereka terhapus”. QS Muhammad 8-9.
Ayat diatas berkaitan dengan orang kafir, lantas bagaimana jika ada seorang muslim yang membenci syariat dan agama Allah?, maka dikhawatirkan sikap ini berkaitan dengan firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ#ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ
“Sesungguhnya orang yang telah murtad dari agama Allah setelah datangnya hidayah bagi mereka, maka syetan menghiasi amalan (kekufuran) mereka#hal itu disebabkan karena mereka mengatakan kepada orang yang kafir (orang yang membenci apa-apa yang Allah turunkan berupa alqur’an dan syariat) kami akan mematuhi dan mengikuti kalian dalam sebagian perkara”. QS. Muhammad 25-26.
Dan Allah sempurnakan ayat diatas dengan firmanNya:
ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ
Artinya:”Hal tersebut disebabkan karena mereka mengikuti hal yang dibenci oleh Allah dan membenci hal-hal yang menyebabkan datangnya keridhoan Allah, maka Allah menghapuskan amalan-amalan mereka”.[QS. Muhammad 28].
- Mengolok-olok agama.
Mengagungkan dan memuliakan syariat adalah bagian dari iman, seorang yang beriman kepada Allah akan memuliakan syariatNya dengan hatinya, lisannya dan mewujudkannya dalam bentuk amalan, Allah berfirman:
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah, dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu bersumber dari ketakwaan hati”. QS Al-Hajj 32.
Dan sebaliknya, menghina, mengolok-olok dan merendahkan syariat adalah bagian dari kemunafikan dan kekufuran, Allah berfirman:
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا
“Dan tidaklah kami mengutus Rasul-Rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, namun orang kafir yang membantah dengan dengan batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan kebenaran, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan terhadap mereka sebagai olok-olok“. QS Al-Kahfi 56.
Olehnya, mengolok-olok Allah Azza wa Jalla, melecehkan NabiNya dan menghina Ayat-ayat dan syariatNya adalah merupakan yang sangat besar, bahkan dapat mengeluarkan seseorang dari lingkup keimanan, coba perhatikan firman Allah:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka, niscaya mereka akan mengatakan: sesungguhnya kami hanya bercanda dan bergurau, maka katakanlah: Apakah dengan Allah, ayatNya dan RasulNya kalian berolok-olok?# tidak usah kalian meminta maaf, karena kalian telah kafir setelah beriman”. QS At-Taubah 65-66.
Dan telah tegak ijmak dari para ulama akan kufurnya orang yang mengolok-olok sebagian dari syariat Allah sebagaimana dinukil oleh Ibnul Arabi dan dan al-Qadhi Iyadh.[1]
Semua amalan yang kita paparkan pada khutbah kali ini dapat membatalkan keimanan seorang hamba, yang berkonsekuensi pada dihapusnya amalan-amalannya, wal iyadzu billah.
Kaum muslimin, jamaah salat Jum’at yang dirahmati Allah Azza wa Jalla.
Yang kedua: menzalimi orang lain.
Berbuat zalim kepada sesama manusia merupakan dosa besar, bahkan perbuatan ini berpotensi untuk membuat pelakunya gigit jari dirudung penyesalan yang luar di akhirat, disebabkan karena pahala amalannya dinikmati oleh orang yang dizaliminya, namun ironisnya banyak kaum muslimin yang terjatuh kaum muslimin ke dalammya, Rasulullah bersabda,
أتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ، وَلَا مَتَاعَ ، قَالَ:الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ يَأْتِي بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ عِرْضَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُقْعَدُ فَيَقْتَصُّ هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ، قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ، فَطُرِحَ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Artinya:”tahukah kalian orang bangkrut? Para sahabat menjawab: orang bangkrut diantara kami adalah orang tidak punya uang dan barang, Rasullah mengatakan: Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku pada hari kiamat adalag orang yang datang dengan [pahala] shalatnya, [pahala] puasa dan zakat, dan di dunia dia telah mencela kehormatan sifulan, dan menuduh sifulan, dan memakan harta fulan [dengan zalim], dan memukul sifulan, maka pada hari kiamat sifulan [yang dizalimi] mengambil pahala kebaikannya, dan sifulan mengambil pahala kebaikannya, dan jika seluruh kebaikannya telah habis sebelum selesai proses qishas [pembalasan], maka dia [yang menzalimi] menanggung dosa-dosa mereka di dizalimi, dan kemudian dimasukkan ke dalam nereka”. HR Muslim, no hadis: 2581.
Beginilah akhir tragis dari sang zalim, lenyap kebaikan dan ibadahnya untuk dinikmati oleh orang dizalimi, maka hendaknya hadits ini menjadi ibrah bagi kita semua, untuk berhati-hati dalam berucap dan berbuat, khusus ketika berinteraksi dengan orang lain.
Salah satu solusi bagi yang terjatuh ke dalam kezaliman kepada orang lain, maka hendaknya dia meminta maaf atas kezaliman yang dia lakukan tersebut, dan jika ia telah mengambil harta dari orang lain dengan zalim, maka hendaknya dikembalikan dan meminta maaf atas perbuatannya tersebut, Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
Artinya:”Barang siapa yang berbuat zalim kepada saudaranya berupa [merusak] kehormatan atau hal yang lainnya, maka hendaknya ia minta dihalalkan darinya sekarang, sebelum datang hari yang ia tidak memiliki dinar dan dirham [hari kiamat], [jika ia tidak minta dihalalkan] maka jika dia punya amal shalih, maka akan diserahkan kepada yang dizalimi sesuai kadar kezalimannya, jika ia tidak memiliki kebaikan, maka ia menanggung dosa orang yang ia zalimi”. HR Bukhari no hadits: 2449.
[1] . Lihat risalah Khuthuratul istihza’ biddin karya syaikh Al-Muhaddits Abdullah bin Abdurrahman As-Sa’d, halaman: 15-17.