Khutbah Jumat: Meniti Manhaj Salaf

Kaum muslimin, jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah menjelaskan kepada umatnya terkait ajaran agama yang di wahyukan kepada beliau, dan tidaklah Rasulullah wafat dan meninggalkan dunia ini, kecuali telah memaparkan ajaran agama Islam dengan gamblang dan sempurna. Oleh karena itu, beliau bersabda di dalam hadis ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu,
قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى البَيْضَاء لَيْلِهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيْغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
“Aku tinggalkan kalian dalam keadaan terang benderang, (cahaya) malamnya seperti terangnya siangnya, tidaklah seseorang itu berpaling dari (jalan) yang terang benderang tersebut sepeninggal aku kecuali binasa.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu mempertegas informasi di atas dengan mengucapkan,
تَرَكَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَمَا طَائِرٌ يَطِيْرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا عِنْدَناَ مِنْهُ عِلْمٌ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meninggalkan kita dalam keadaan tidaklah seekor burung terbang dengan kedua sayapnya kecuali kita memiliki informasi dari beliau.” (HR Ibnu Hibban).
Jemaah salat Jumat yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di antara informasi valid yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah terjadinya perpecahan di antara umatnya, beliau bersabda,
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ
“Sesungguhnya, siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku akan menjumpai perselisihan yang sangat banyak.” (HR. Tirmizi dan Abu Daud).
Ada beberapa hadis yang masyhur dengan julukan hadis “perpecahan umat” yang redaksinya adalah:
تَفَرَّقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى، أَوِ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَالنَّصَارَى مِثْلَ ذَلِكَ، وَتَفَرَّقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً
“Kaum Yahudi berpecah belah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua sekte, dan kaum Nasrani juga demikian, dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga sekte.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).
Berdasarkan hadis di atas, maka perpecahan umat adalah sebuah keniscayaan, dan hal ini merupakan fitnah dan musibah yang menimpa umat ini. Musibah tersebut menjadi lebih besar, sebab yang selamat dari ancaman azab neraka; hanya satu kelompok saja, yang kemudian lebih masyhur dengan julukan “Al-Firqah An-Najiyah“.
Siapakah orang-orang yang termasuk Al-Firqah An-Najiyah ini? Mari kita simak hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika menjelaskan tentang perpecahan umat yang akan terjadi sepeninggalnya, beliau menjelaskan dengan gamblang kelompok yang selamat tersebut, sebagaimana sabda beliau:
إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابَيْنِ افْتَرَقُوا فِي دِينِهِمْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وَإِنَّ هَذِهِ الْأُمَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً، وَهِيَ الْجَمَاعَة.
“Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nasrani berpecah belah dalam agama mereka menjadi tujuh puluh dua kelompok, dan sesungguhnya umat ini akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok, semuanya masuk neraka, kecuali satu, Yaitu Al-Jama‘ah.” (HR Ahmad dan Abu Daud).
Di dalam hadis ini, kelompok yang selamat adalah Al-Jama‘ah. Para ulama kita di antaranya Ibnu Hajar Al-‘Asqalaniy dan Asy-Syathibiy menyebutkan interpretasi para ulama terkait dengan makna Al-Jama‘ah ini, yaitu mereka adalah para sahabat Nabi shallallahu alaih wa sallam, dan interpretasi ini dipertegas oleh sabda Rasulullah yang lain:
وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيل تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّة، وَتَفْتَرِق أُمَّتِي عَلَى ثَلَاث وَسَبْعِينَ مِلَّة، كُلّهمْ فِي النَّار إِلَّا مِلَّة وَاحِدَة
“Sesungguhnya Bani Israil berpecah menjadi tujuh puluh dua agama (kelompok), dan umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga agama (kelompok), semuanya di neraka kecuali satu.”
Para sahabat lalu bertanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?“
Rasulullah menjawab,
مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Yaitu (kelompok) yang mengikuti jalanku dan para Sahabatku.” (HR. Tirmizi).
Jadi, kelompok yang di rekomendasikan oleh Rasulullah sebagai Al-Firqah An-Najiyah adalah para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Mereka adalah representasi utama dari kelompok yang selamat, meskipun ada hadis yang lain yang memuji generasi yang lain, yaitu hadis:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi yang setelah mereka, kemudian generasi yang setelah mereka.” (Muttafaq ‘Alaih).
Selain generasi sahabat, ada dua generasi yang dipuji dan diberikan rekomendasi oleh Rasulullah sebagai generasi terbaik, yaitu generasi tabiin (pengikut para sahabat) dan generasi atba‘ tabiin (pengikut para tabiin). Maka akumulasi dari hadis-hadis ini dapat disimpulkan bahwa para sahabat Nabi adalah representasi utama dari Al-Jama‘ah. Mereka adalah episentrum dari kelompok yang selamat itu, baru kemudian generasi tabiin dan genrasi atba‘ tabiin. Mereka semualah yang kemudian lebih populer dengan julukan As-Salaf Ash-Shalih.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketika Rasulullah shallallahu alaihi was sallam menginformasikan kepada umatnya tentang perpecahan dan perselisiham yang akan menimpa umat ini, maka beliau memberikan solusi syar’iy agar kita selamat dari belenggu fitnah ini. Solusi itu adalah berpegang teguh dengan Sunnah yang diwariskan oleh Rasulullah dan juga Sunnah yang ditinggalkan oleh para sahabtanya, terutama para Khulafa Rasyidin; Abu Bakar, Umar bin Al-Khattab, Usman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum, sebagaimana yang beliau sabdakan,
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Sesungguhnya siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku akan menjumpai perselisihan yang sangat banyak; maka wajib bagi kalian untuk mengikuti Sunnah-ku dan Sunnah Khulafa Rasyidin, berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi gerahammu!“ (HR Tirmidzi dan Abu Daud).
Di dalam Al-Quran di jelaskan tentang kewajiban mengikuti para ulama salaf dari kalangan para sahabat Nabi, namun dengan metode yang lain, yaitu firman Allah ‘Azza wa Jalla:
والسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 100).
Ayat di atas tidak secara spesifik memerintahkan kaum muslimin untuk mengikuti dan meniti jalan yang di titi oleh para sahabat, namun bisa dikonklusikan demikian, sebab ayat tersebut menjelaskan tentang keridaan Allah terhadap para sahabat Nabi-Nya, dan orang-orang yang meniti serta mengikuti jalan mereka dengan baik, dan buah dari keridaan tersebut adalah masuk ke dalam surga.