Khutbah Jumat: Mengagungkan Sunnah
Jamaah shalat jumat yang semoga dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Di bulan Rabiul Awwal ini, sangat lumrah jika kita banyak membahas tentang perayaan Maulid (kelahiran) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sebab beliau dilahirkan di bulan ini. Pembahasan tentang maulid Rasulullah seringkali dianggap sebagai manivestasi dari cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Dalam khutbah yang mulia ini, kami akan membahas tentang salah satu implementasi dari cinta kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang teragung namun sering dilalaikan oleh kaum muslimin, yaitu mengagungkan Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Jamaah shalat jumat yang semoga dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) yang dimaksud dengan mengagungkan adalah memuliakan. Sedangkan As-Sunnah; secara bahasa etimologi bahasa Arab bermakna:
الطريقة والسيرة حسنة كانت أو سيئة
Yang maknanya adalah kebiasaan, tingkah laku, atau jalan hidup yang baik maupun yang buruk.
Dalil makna ini terkandung dalam hadits Rasulullah:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، كَانَ لَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْتَقَصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا، وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُنْتَقَصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Artinya: “Barang siapa menetapkan di dalam islam sunnah yang baik, maka baginya pahalanya, dan pahala orang-orang yang melaksanakannya, tanpa mengurangi pahala orang tersebut. Dan barang siapa yang menetapkan di dalam islam sunnah yang buruk, maka baginya dosanya, dan dosa orang-orang yang melaksanakannya, tanpa mengurangi dosa orang melaksanakannya”. (HR Muslim: 1017)
Adapun secara terminologi Islam, makna dari As-Sunnah adalah perkara-perkara yang di sandarkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, baik berupa ucapan, atau perbuatan atau persetujuan atau sifat akhlak dan bentuk tubuh beliau.
Dengan terminologi ini, maka tidak ada perbedaan signifikan antara As-Sunnah dengan Hadits. Namun sebagian ulama berpendapat, tetap ada perbedaan antara hadits dan As-Sunnah, khususnya jika ditinjau dari sisi etimologi, maka definisi hadits adalah yang telah disebutkan di atas, adapun As-Sunnah lebih spesifik pada perilaku dan hal-hal yang telah diamalkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Kaum muslimin, jamaah shalat jumat yang dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Inilah makna As-Sunnah yang banyak disebutkan dalam literatur Islam, bahkan disebutkan pula oleh Rasulullah dalam beberapa hadits, di antaranya adalah sabda beliau:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
Artinya: “Sesungguhnya, barang siapa diantara kalian yang hidup setelah aku meninggal nanti, akan mendapatkan perselisihan yang banyak, maka (solusinya) hendaklah kalian berpegang teguh dengan Sunnah-ku, dan (juga) Sunnah Khulafaur Rasyidin, peganglah kuat-kuat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian”. (HR Ahmad dan yang lainnya).
Bahkan disebutkan oleh Allah dalam ayat Al-Qur’an sebagaimana penafsiran para ulama, di antaranya firman Allah ta’ala:
وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ
Artinya: “Dan Allah telah menurunkan kepada mu Kitab dan Hikmah, dan mengajarkan kepadamu ilmu yang belum engkau ketahui”. (QS An-Nisa’ 113)
Yang dimaksud dengan hikmah adalah As-Sunnah, Imam Syafii mengatakan:
فذكر الله الكتاب وهو القرآن وذكر الحكمة، فسمعت من أرضى من أهل العلم بالقرآن يقول الحكمة سنة رسول الله وهذا يشبه ما قال والله أعلم.
Artinya: “(Dalam ayat ini) Allah menyebutkan Al-Kitab, yang maknanya adalah Al-Qur’an, dan kemudian menyebutkan Al-Hikmah, aku telah mendengarkan (penafsiran) dari para ulama Al-Qur’an, bahwa yang dimaksud dengan Al-Hikmah adalah Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan pendapat ini adalah pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran, Wallahu A’lam”. (Ar-Risalah, karya Imam As-Syafi’i, hal: 78).
Dengan pemaparan ini, maka bisa disimpulkan bahwa As-Sunnah adalah partner sejati bagi Al-Qur’an, bahkan As-Sunnah adalah penafsir yang paling otentik dari ayat-ayat Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نزلَ إِلَيْهِمْ
Artinya: “Dan kami turunkan kepadamu Adz-Dzikr, agar engkau menjelaskan kepada manusia yang diturunkan kepada mereka”. (QS An-Nahl 44).
Yang dimaksud dengan Adz-Dzikra dalam Ayat di atas adalah AS-Sunnah, dan yang maksud dengan firman Allah: (مَا نزلَ إِلَيْهِمْ) Adalah Al-Qur’an.
Dari data-data di atas, kita dapat membayangkan kedudukan As-Sunnah yang begitu mulia, bahkan ia adalah bagian wahyu yang Allah wahyukan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, Allah berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4
Artinya: “Dan apa yang dia (Muhammad) ucapkan tidaklah bersumber dari hawa nafsunya, sesungguhnya ucapannya adalah wahyu yang diwahyukan”. (QS An-Najm 3-4).
Hassan bin Athiyah mengatakan:
كان جبرائيل ينزل على رسول الله صلى الله عليه و سلم بالسنة كما ينزل عليه بالقرآن يعلمه إياها كما يعلمه القرآن
Artinya: “Jibril mewahyukan sunnah kepada Nabi sebagaimana mewahyukan Al-Qur’an, dan mengajarkan As-Sunnah sebagaimana mengajarkan Al-Qur’an.”
Imam Syafii mengatakan:
السنة وحي يتلى
Artinya: “As-Sunnah adalah wahyu yang dibaca”.
Kaum muslimin, jamaah shalat jumat yang dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Inilah kedudukan hadits di sisi syariat islam, ia begitu mulia dan agung, maka kita sebagai seorang muslim memiliki kewajiban terhadapnya, di antara kewajiban kita terhadap As-Sunnah adalah:
- Menghormati dan memuliakan As-Sunnah
Sebab As-Sunnah adalah partner dan penjelas otentik bagi Al-Qur’an, bahkan ia adalah wahyu dari Allah subhanahu wata’ala. Maka kedudukannya mirip dengan Al-Qur’an, oleh karena itu wajib bagi kita menghormati dan memuliakannya, semua ucapan dan perbuatan yang valid penisbatannya kepada Rasulullah maka harus dihormati dan tidak boleh diejek dan dilecehkan.
Memelihara jenggot adalah sunnah Nabi, memendekkan pakaian dan celana di atas mata kaki adalah sunnah Nabi, bersiwak adalah sunnah Nabi, terlepas dari persoalan hukum dari amalan-amalan di atas, para ulama telah sepakat bahwa semua amalan tersebut adalah bagian dari sunnah Nabi secara terminologi syariat sebagaimana telah dijelaskan di awal dari khutbah ini.
Dan di antara hal yang perlu untuk senantiasa kita hadirkan di dalam benak kita, bahwa As-Sunnah adalah warisan dan pusaka Rasulullah, beliau bersabda:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما: كتاب الله وسنة نبيه صلى الله عليه وسلم
Artinya: “Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengannya, Al-Qur’an dan Sunnah Nabi”. (HR Malik).
Maka, menghormati warisan dan pusaka Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam setelah beliau wafat, sama dengan menghormati dan mengagungkan beliau semasa hidup, dan melecehkan sunnah-sunnah Nabi, sama dengan melecehkan beliau ketika beliau masih hidup, sebab As-Sunnah adalah pusaka peninggalan beliau.
- Mengamalkan sunnah-sunnah Nabi.
Hal ini adalah konsekuensi dari keimanan dan kecintaan kita kepada beliau, yaitu mematuhi perintah-perintah beliau dengan cara mengamalkan sunnah-sunnah yang beliau tinggalkan, bahkan Al-Qur’an secara spesifik memerintahkan hal itu, Allah berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Artinya: “Dan perkara-perkara yang diperintahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maka ikuti dan kerjakanlah, dan perkara-perkara yang dilarang oleg beliau, maka jauhilah”. (QS Al-Hasyr 7).
Dan sejatinya, inilah puncak dari perwujudan keimanan dan kecintaan seorang muslim kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Banyak di antara kaum muslimin yang terjebak dalam perangkap seremonial dalam mengimplementasikan rasa iman dan cinta kepada beliau, namun melupakan esensi dari perwujudan cinta sejati kepada beliau; berupa kepatuhan dan ittiba’ (mengikuti) sunnah-sunnah yang beliau tinggalkan.