Khutbah Jumat: Jangan Meniru Mereka !!

Jamaah salat Jumat yang dirahmati Allah ‘azza wajalla.
Salah satu sifat yang mulia yang harus menghiasi pribadi setiap muslim adalah merasa bangga dengan ajaran Islam yang dipeluknya, sikap ini akan mewariskan keimanan yang kokoh, tidak mudah silau dengan ajaran-ajaran yang lain di luar Islam, sehingga terjerembap ke dalam sikap suka meniru-niru yang diperingatkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam empat belas abad yang lalu, beliau bersabda:
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ: فَمَنْ
“Niscaya kalian akan meniru-niru perilaku umat-umat sebelum kalian sedikit demi sedikit, bahkan (akan datang suatu masa) jika mereka masuk ke dalam lubang biawak maka niscaya kalian akan mengikuti mereka juga, para sahabat bertanya, “apakah yang engkau maksud (umat-umat sebelum kalian) kaum Yahudi dan Nasrani? Rasulullah menjawab, “Siapa lagi selain mereka.”[1]
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah azza wajalla.
Hadis di atas adalah informasi dari Rasulullah terkait yang akan terjadi bagi umatnya, dan sejatinya mengandung larangan untuk mengikuti perilaku dan karakter umat yang lain.
Bahkan dengan sangat gamblang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang umatnya untuk mengikuti perilaku atau kebiasaan umat yang lain. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ: فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”[2]
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum”.
Sabda ini bermakna umum, mencakup perbuatan meniru yang terpuji dalam perspektif syariat seperti menyerupai orang yang saleh dan bertakwa, serta perbuatan meniru yang tercela menurut perspektif syariat seperti menyerupai orang fasik atau orang kafir dan yang lainnya, masing-masing aktivitas di atas memiliki konsekuensi yang akan di bahas setelah ini.
Zahir hadis ini, sekedar menyerupai suatu kaum dalam perkataan, perbuatan, pakaian, dan lain sebagainya inklusif dalam makna yang dikandung hadis ini, namun jika menelisik konklusi para ulama maka makna yang dikandung hadis tidak mutlak, namun terikat dengan menyerupai dan meniru perkara-perkara yang menjadi karakteristik dan ciri khas kaum tersebut baik dari ucapan, perbuatan, pakaian, perayaan maupun simbol agama.
Al-Shan’ani rahimahullah mengatakan:
وَالْحَدِيثُ دَالٌّ عَلَى أَنَّ مَنْ تَشَبَّهَ بِالْفُسَّاقِ كَانَ مِنْهُمْ أَوْ بِالْكُفَّارِ أَوْ بِالْمُبْتَدِعَةِ فِي أَيِّ شَيْءٍ مِمَّا يَخْتَصُّونَ بِهِ مِنْ مَلْبُوسٍ أَوْ مَرْكُوبٍ أَوْ هَيْئَةٍ
“Dan hadis ini menunjukkan bahwa siapa yang meniru orang fasik atau orang kafir atau ahli bidah pada perkara yang menjadi ciri khas mereka, baik dari pakaian, atau tunggangan atau rupa atau cara adalah bagian dari mereka”.[3]
Di antara definisi tasyabbuh adalah sebagaimana dipaparkan oleh syekh Abdullah Shalih al-Fauzan:
تكلف المسلم مشابهة غيره من الكفار أو المبتدعة فيما هو من خصائصهم من عبادات أو عادات
“Upaya seorang muslim untuk menyerupai golongan yang lain dari kalangan orang-orang kafir atau ahli bidah dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka, baik dalam perkara ibadah maupun dalam perkara adat istiadat atau kebiasaan”[4].
Dari definisi ini, dapat disimpulkan bahwa tasyabbuh yang tercela dan pelakunya terjerumus dalam perkara yang haram memiliki tiga kriteria penting:
- Unsur kesengajaan dalam aktivitas menyerupai atau meniru, jika seseorang tidak mengetahui atau tidak sengaja dalam aktivitas meniru tersebut, maka perlu dijelaskan dan dibimbing, jika masih enggan untuk meninggalkan aktivitas tersebut setelah penjelasan dan bimbingan, maka pada saat tersebut ia terjatuh ke dalam perbuatan haram.
- Obyek yang ditiru adalah golongan yang dibenci syariat seperti orang fasik, orang kafir, setan, dan hewan-hewan tertentu.
- Perkara yang ditiru adalah ciri khas dari golongan tersebut baik dalam perkara ibadah maupun adat istiadat.
Dari pemaparan ini dapat disimpulkan bahwa meniru aktivitas yang bukan menjadi ciri khas dan kekhususan orang fasik atau orang kafir, namun perkara tersebut adalah perkara yang biasa dan umum yang lumrah dilakukan oleh manusia, bukan termasuk aktivitas yang inklusif dalam larangan hadis ini.
Jamaah salat Jumat yang dirahmati Allah azza wajalla.
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
فَهُوَ مِنْهُمْ
“Maka ia termasuk golongan mereka”.
Lafaz hadis ini adalah konsekuensi dari aktivitas tasyabbuh (menyerupai) di atas, dan konsekuensinya secara lahir sangat mengerikan yaitu divonis sebagaimana obyek yang ditiru, namun sejatinya inti dari makna lafaz ini adalah haramnya aktivitas tasyabbuh tersebut, Ibnu Taimiyah mengatakan:
“هذا الحديث أقل أحواله أن يقتضي تحريم التشبه بأهل الكتاب وإن كان ظاهره يقتضي كفر المتشبه به…”.
“Hadis ini menunjukkan bahwa perilaku seperti ini (tasyabbuh) konsekuensi minimalnya adalah haramnya meniru dan menyerupai mereka (orang kafir), meskipun secara lahir hadis berkonsekuensi kufurnya pelakunya”.[5]
Yang dimaksud dengan ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “maka ia termasuk golongan mereka” adalah termasuk golongan mereka di dunia dan di akhirat, bagi siapa yang meniru perbuatan-perbuatan orang saleh, maka ia termasuk golongan bersama mereka di dunia dan akan di kumpulkan bersama mereka di akhirat, dan bagi siapa yang menyerupai orang kafir dan orang fasik juga demikian”[6].
Di antara pelajaran yang dapat dipetik dari hadis ini adalah:
- Dianjurkan untuk meniru dan menyerupai orang-orang saleh dari kalangan para Nabi dan Rasul alaihimus salam, serta para ulama dari kalangan sahabat dan tabiin dan para ulama setelah generasi mereka yang telah masyhur keilmuan, ketakwaan, kewaraan dan kezuhudan mereka, meniru mereka dari sisi adab, kesalehan, ucapan dan perbuatan yang baik, semangat dalam menuntut ilmu, beramal, berdakwah dan lain sebagainya.
- Haramnya aktivitas meniru dan menyerupai perkara-perkara yang menjadi karakteristik dan ciri khas orang fasik, orang kafir dan lain sebagainya, perkara yang diharamkan bagi kaum muslimin untuk meniru orang-orang kafir adalah perkara yang menjadi ciri khas mereka, baik ciri khas dari sisi agama dan akidah maupun dari sisi kebiasaan dan adat istiadat.
[1] HR. Bukhari (7320) dan Muslim (2669).
[2] HR oleh Ibnu Abi Syaibah (33687), Imam Ahmad (5115), Abu Dawud (4031).
[3] Lihat “Subulus Salam”, karya Al-Shan’ani (4/192-193).
[4] Minhatul ‘Allam (10/160).
[5] Iqtidha al-Shirath al-Mustaqim (1/237).
[6] Al-Fath al-Rabbani (22/40).