Kaidah Akad (Bagian 1)
Segala puji bagi Allah subhanahu wa taala Tuhan semesta alam, salam dan selawat kita panjatkan untuk Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasalam.
Setelah membahas pengantar kaidah akad pada tulisan yang lalu, pada bagian ini kita akan membahas pembagian para ulama terhadap jenis akad muamalah yang di lihat dari berbagai jenis sudut pandang secara keseluruhan, namun pada bagian ini, kita cukupkan pada dua sudut pandang saja.
Sudut pandang pertama, dalam sudut pandang transaksi/pertukaran, semua akad muamalah terbagi menjadi empat jenis:
- Akad Transaksi, merupakan akad yang dibangun atas dasar tukar-menukar barang yang dimiliki, untuk mendapatkan barang yang di inginkan. Olehnya alat tukar dalam akad transaksi ini merupakan hal yang urgen dan harus ada, atau paling tidak, di sebutkan dalam akad. Contoh Akad transaksi seperti: Jual Beli, Tukar Menukar Emas-Perak (atau mata uang), Akad Salam, Akad Sewa, dll.
- Akad Sukarela, merupakan akad yang di bangun atas dasar sukarela dan ingin membantu sesama, olehnya dalam akad ini tidak ada alat tukar. Contoh akad jenis ini seperti: Akad Hibah, Akad Wasiat, Akad Wakaf, Akad Pinjam Meminjam Barang, dll.
- Akad Semi-Sukarela, merupakan akad yang awalnya dibangun atas sukarela, dan berakhir menjadi akad transaksi, seperti akad pinjam meminjam uang: yang awalnya di bangun karena ingin membantu kesulitan orang lain, dan di akhir masa akad peminjam harus mengembalikan uang senilai yang di pinjam.
- Akad Jamin, merupakan akad yang dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dari pelaku akad-akad lainnya atau sebagai jaminan agar akad berjalan sebagaimana mestinya, seperti Akad Gadai, Akad Jaminan, Kafalah, dll.
Dari sudut pandang kedua, akad muamalah dapat dilihat dari aspek keberlangsungan akad. Dari sini, akad-akad dapat di bagi menjadi tiga bagian, yaitu:
- Akad Lazim, jenis akad yang tidak dapat di batalkan kecuali dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau sebab lain yang di tetapkan oleh syariat, seperti ada cacat pada barang, dsb.
Olehnya jika akad lazim telah selesai di laksanakan (dalam bahasa lain, telah selesai ijab-kabul), maka konsekuensi (seperti pemindahan kepemilikan, dll.) dari akad ini tidak dapat di batalkan secara sepihak. Contohnya seperti: Akad Jual Beli, Akad Sewa-Menyewa, Akad Salam, dll.
- Akad Jaiz, jenis akad yang dapat di batalkan secara sepihak dari salah satu pihak pelaku akad, meskipun pihak lain tidak menyetujui pembatalan tersebut, contohnya adalah Akad Syirkah, Wakalah, Pinjam Meminjam, dll.
- Akad Jaiz-Lazim, jenis akad yang bersifat Lazim bagi satu pihak, dan bersifat Jaiz bagi pihak yang lainnya. Contohnya: Akad Gadai, bagi penggadai barang akad ini adalah akad lazim, wajib bagai penggadai untuk menggadaikan barangnya jika muamalah yang dia lakukan memerlukan barang gadai dan telah di sepakati bersama, namun bagi penerima gadai, akad gadai adalah akad jaiz, olehnya dia dapat membatalkan akad gadai kapan pun, karena sejatinya akad gadai di lakukan guna menjaga hak penerima gadai, maka keputusan kembali kepada dia sendiri.
Referensi:
Qawaidul ‘Aqd, DR. Khalid bin Ali Al-Musyaiqih