Jogja dan Dakwah
Senyum ramah dibersamai dengan ucapan “monggo mas/mbak” adalah pemandangan yang akan kita dapatkan ketika berkunjung ke suatu daerah yang dipimpin oleh seorang Sultan bernama Bendara Raden Mas Herjuno Darpito atau biasa disebut Sri Sultan Hamengkubuwana X. Daerah tersebut bernama Yogyakarta. Keramahan adalah kesan yang sering terucap dari warga Yogyakarta sendiri ataupun para pengunjung yang singgah sebentar di kota budaya ini. Butuh berlembar-lembar kertas untuk menggambarkan keramahan warga Yogyakarta.
Yogyakarta sebagai tempat dimana aku tinggal juga menjadi tempat untuk meniti perjuangan dakwah sejak tahun 2012. Keramahan dan kelembutan adalah senjata paling ampuh yang aku gunakan ketika menjalankan dakwah di kota gudeg ini. Setidaknya terdapat dua alasan kenapa keramahan dan kelembutan merupakan senjata ampuh untuk para pejuang dakwah yang merintis karirnya di Yogyakarta. Pertama, karena Allah ta’ala dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan kepada setiap insan yang sibuk dalam agenda dakwah untuk memakai sikap yang ramah dan lisan yang lembut. Kedua, sikap ramah dan lembut sangat cocok dengan karakter orang-orang Yogyakarta. Sikap ramah dan lembut ini yang terus aku bawa ketika memulai melangkah di dunia dakwah sejak 2012 hingga sekarang.
Dakwah Mahasiswa
Daerah yang mulai aku pijak di tahun 2012 ini memiliki beberapa kenangan dan kesan yang indah hingga akhirnya aku memilih menentap di sini. Perjalananku di Yogyakarta dimulai dari awal perjuanganku belajar di UGM hingga sekarang. Ketika masih berstatus sebagai mahasiswa, hampir 60 persen waktu aku habiskan di Masjid UGM, tempat dimana para pejuang dakwah di bentuk. Karena memiliki latar belakang sebagai mahasiswa, banyak program-program dakwah yang aku jalani diperuntukkan untuk mahasiswa, termasuk agenda dakwah di bawah program manafi’.
Alasan lain kenapa memilih kesibukan untuk berdakwah dengan mahasiswa karena Yogyakarta memiliki setidaknya 138 kampus, dengan jumlah total mahasiswa di atas satu juta. Kita bisa bayangkan, UGM saja memiliki 50.000 mahasiswa di tahun 2019. Ketika dijumlahkan dengan kampus-kampus yang lain maka jumlahnya akan sangat luar biasa banyaknya. Melihat potensi yang luar biasa ini, akan sangat merugi para da’i yang berada di Kota Pelajar ini tidak menyibukkan berdakwah di kalangan mahasiswa.
Banyak Program dakwah yang aku rancang untuk mahasiswa, salah satunya bernama PESMA (Pesantren Singkat Mahasiswa). Program ini juga yang menjadi program andalan ketika menjalankan tugas manafi’. Program ini berjalan selama 5 pekan dengan intensitas pertemuan sebanyak dua kali setiap pekannya. Materi yang dibahas adalah materi-materi dasar keislaman, seperti aqidah, fiqh dan adab. Semua materi disajikan secara ringkas dan dikemas sesuai kebutuhan para mahasiswa yang kebanyakan dari mereka belum belajar bahasa arab dan memiliki konsentasi di ilmu-ilmu di luar ilmu agama islam. Ada di antara peserta yang merupakan mahasiswa jurusan komputer, ada juga yang jurusan psikologi dan jurusan-jurusan lainnya.
Target terbesar yang aku rancang untuk dakwah mahasiswa adalah terbentuknya pondok mahasiswa yang menjadi tempat mencetak para pejuang dakwah dari kalangan mahasiswa yang kelak akan memberi warna keislaman di selurah kampus di indonesia. Cita-cita ini adalah cita-cita yang tidak mudah, dan harus terus diusahkan. Dengan ikut sertanya di dalam program manafi’ ini, harapannya bisa tumbuh embrio-embrio kecil yang kelak akan terlahir pondok mahasiswa yang bisa menjadi tonggak dakwah di kalangan mahasiswa.