Istiqomah dalam Beramal Saleh
Allah ta’ala berfirman: “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu kepastian (kematian)” (QS. Al-Hijr: 99). Pada ayat ini Allah ta’ala memerintahkan dan mewasiatkan NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam agar senantiasa istiqomah beribadah dengan segala bentuk ketaatan di setiap waktu dan keadaan, hingga ajal menjemput.
Wasiat ini juga merupakan wasiat kepada hamba-hambaNya, Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali-Imran : 102), yaitu teruslah senantiasa bertakwa, teguh dan istiqomahlah dengannya hingga kematian (menghampiri).
Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam mematuhi perintah Allah ta’ala, dan beliau juga menuntun umatnya agar istiqomah dalam beramal saleh -walaupun sedikit- karena amalan yang rutin dilaksanakan membawa energi semangat, bertambahnya pahala, dan persiapan untuk bertemu Allah ta’ala, terjaganya hubungan kepada Allah, dan mewujudkan penghambaan (yang sesungguhnya) kepadaNya, serta memperkenalkan amalan yang dikerjakan secara terus-menerus ini kepada orang lain, dan lain sebagainya dari sekian banyak faidah yang tidak bisa dicapai dengan amalan yang terputus. Inilah hakikat persiapan bertemu dengan Allah, Ziyad bin Jarir Rahimahullah pernah berkata: “apakah kalian sudah bersiap?” maka seorang yang mendengarnya berkata: “apa maksud dari perkataanmu?”, beliau menjawab: “bersiaplah untuk bertemu dengan Allah ta’ala”. Olehnya, petunjuk Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tetap teguh mengerjakan amalan saleh, diantara dalilnya sebagaimana berikut:
Amalan ini merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah ta’ala. Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya: “amalan apakah yang paling dicintai Allah ta’ala?”, beliau bersabda: “yang terus-menerus (istiqomah) walaupun sedikit”. (HR. Muslim no. 782)
‘Alqamah berkata, “Aku bertanya kepada Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “bagaimana amalan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam?”, beliau menjawab, “amalan beliau terus menerus (rutin)” (HR. Bukhari no. 6466 dan Muslim no. 783), yakni istiqomah tanpa putus, maka bukanlah dari ajaran beliau memutus amalan yang telah dikerjakan, akan tetapi beliau rajin dan rutin mengamalkannya.
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Seluruh amalan beliau berada pada pola yang sama” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 478/6). Siapa saja yang menempuh jalan atau pedoman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara ini maupun perihal lainnya, dan berjalan di atas jalannya, maka ia akan lebih dekat kepada Allah dari pada yang lain. Ketika Allah mengetahui siapa saja yang pada hatinya terdapat semangat dalam beramal saleh, Allah akan menolong, memberi petunjuk, dan meneguhkannya.
Diantara kiat yang membantu dalam istiqomah beramal saleh :
Meyakini perjumpaan dengan Alllah Ta’ala, bahwasannya amalan seorang mukmin tidak berhenti kecuali dengan kematian, dan merasa kurang dalam melaksanakan amal ibadahnya.
Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah (merasa heran) berkata, “Suatu kaum merasa enggan senantiasa rutin ibadah,… Demi Allah, bukanlah (dikatakan) mukmin seorang yang (hanya) beramal satu bulan, dua bulan, satu tahun atau dua tahun saja. Demi Allah bukan! Tidaklah Allah menjadikan amalan seorang mukmin terhenti melainkan dengan kematian”.
Ibnu Rajab Rahimahullah berkata: “Sepatutnya seorang mukmin senantiasa melihat dirinya belum meraih derajat yang tinggi, agar dapat mengambil dua manfaat yang berharga; bersungguh-sungguh dalam meraih keutamaan serta menambahnya, dan memandang dirinya sendiri dengan penuh kekurangan.
Di antara fenomena yang menyedihkan adalah apa yang terlihat pada banyak orang — kecuali yang dirahmati Allah — yaitu meninggalkan ketaatan yang sebelumnya mereka lakukan, bahkan dengan tenangnya merasa ketaatan tersebut telah diterima. Seperti mereka yang diberikan nikmat kemampuan untuk berpuasa di bulan Ramadan lalu bermaksiat. Hal ini bagaikan membalas kenikmatan dengan kekufuran. Ini adalah kesalahan besar yang harus dihindari, dan bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para salafus saleh Rahimahumullah. Para salaf bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan amal, menyempurnakannya, dan melakukannya dengan sebaik-baiknya. Setelah itu, mereka sangat memperhatikan agar amal tersebut diterima dan merasa takut amal mereka ditolak. Mereka inilah yang Allah gambarkan dengan firmanNya, “Dan orang-orang yang melakukan (kebaikan) yang telah mereka kerjakan dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya”. (Al-Mu’minun : 60). Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ayat ini?” Beliau berkata, “tidak wahai putri Ash-Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang berpuasa, menunaikan salat, dan bersedekah, dan mereka takut amalannya tidak diterima”. (HR. Tirmidzi, 3175).
Abu Utsman Al-Hairi Rahimahullah ketika beliau ditanya, Apa tanda kebahagiaan dan kesengsaraan? Beliau menjawab, “Tanda kebahagiaan adalah engkau menaati Allah Ta’ala dan takut tertolak, dan tanda kesengsaraan adalah engkau bermaksiat kepada Allah dan engkau berharap diterima”.
“Sesungguhnya di antara ciri-ciri seorang muslim yang benar-benar tulus dalam penghambaannya kepada Allah Yang Maha Tinggi adalah keteguhannya dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala dan keistiqomahan dalam menjalankannya. Ia bergegas menuju pintu-pintu kebaikan dalam segala bentuknya, dengan menjadikan teladan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapannya, serta mengikuti petunjuk para Nabi dan Rasul Allah. Maka Allah pun menyifatkan mereka di dalam Al-Quran, “Sesungguhnya mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (Al-Anbiya : 90), Dan menjadikan di hadapannya ketaatan kepada perintah Tuhannya, dalam firmanNya, “Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa” (Ali-Imran : 133).
(Disadur dari artikel berbahasa arab dengan judul “Ats Tsabat ‘ala al ‘amal al shalih, karya: Syekh Yusuf bin Hasan al Hamdiy)