Hubungan Antara Bulan-Bulan Haji dan Bulan-Bulan Haram

Dalam penanggalan hijriah terdapat dua kelompok bulan yang sering tidak dapat dibedakan oleh sebagian orang, yaitu bulan-bulan haji dan bulan-bulan haram. Padahal keduanya berbeda, sekalipun terdapat keterkaitan di antara kedua kelompok bulan tersebut.
Pada artikel ini, akan dipaparkan masing-masing kedua kelompok bulan tersebut.
Bulan-bulan haji:
Alquran membahas secara global tentang bulan-bulan haji, yaitu dalam firman Allah ta’ala:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ
“Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” (QS. Al-Baqarah: 197).
Bulan-bulan yang dimaksud dimaklumi dalam ayat tersebut adalah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijah atau sepuluh awal bulan Zulhijah sebagaimana dijelaskan oleh Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma. (lihat: Shahih Bukhari: II/141). Bulan-bulan ini disebut sebagai bulan-bulan haji karena seseorang yang ingin menunaikan ibadah haji dapat melakukan ihram haji di dalamnya. Sekalipun puncak pelaksanaannya tetap pada tanggal 8-13 Zulhijah setiap tahun.
Bulan-bulan haji tersebut merupakan miqat zamani untuk pelaksanaan ibadah haji dan memiliki implikasi hukum dalam syariat Islam.
Di antara implikasi hukum fikihnya, bagi seseorang yang menunaikan ibadah umrah pada bulan-bulan haji tersebut lalu tetap tinggal di Makkah kemudian ia lanjutkan dengan ibadah haji di tahun tersebut maka ia termasuk orang yang berhaji tamattu’. Dan di antara implikasi fikihnya juga, penentuan miqat zamani ini menjadikan sebagian ulama berpandangan bahwa seseorang yang berihram untuk haji sebelum memasuki bulan Syawal atau sesudah melewati tanggal 10 Zulhijah tidak sah ihramnya sebagai ihram haji. Ketentuan miqat ini, sama halnya dengan ketentuan waktu salat lima waktu. Di mana salat tidak sah bila dikerjakan di luar waktu yang telah ditentukan kecuali jika ada uzur.
Bulan-bulan haram:
Sedangkan bulan-bulan haram disinggung dalam firman Allah:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَات وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram.” (QS. At-Taubah: 36).
Dalam hadis, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menyebutkan keempat bulan haram yang diisyaratkan dalam ayat tersebut, yaitu: bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharram dan Rajab. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ: ذُو القَعْدَةِ، وَذُو الحِجَّةِ، وَالمُحَرَّمُ، وَرَجَبُ، مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى، وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman ini telah berputar sebagaimana perjalanan awalnya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan yang berurutan, yaitu Zulkaidah, Zulhijah dan Muharram, kemudian bulan Rajab Mudhar yang berada di antara Jumada (Akhir) dan Syakban.” (HR. Al Bukhari: 4385 dan Muslim: 1679).
Bulan-bulan tersebut dinamakan bulan haram karena diharamkan memulai peperangan di dalamnya, sebagaimana dalam firman Allah ta’ala:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.” (QS. Al-Baqarah: 217).
Juga disebabkan karena besarnya kemuliaan bulan-bulan itu dan besarnya balasan perbuatan yang dilakukan di dalamnya. Jika dosa diperbuat di dalamnya maka dosa tersebut berlipat ganda, dan jika amal saleh dilakukan padanya maka pahalanya berlipat ganda pula. (Lihat: Lathaif al-Ma’arif, karya Ibnu Rajab, hal. 115 dan Tafsir As-Sa’diy hal. 383).
Alasan tersebut diperkuat oleh Al-Qadhi Abu Ya’la, menurutnya ada dua alasan mengapa Allah menamakannya bulan haram. Pertama, pada bulan itu diharamkan peperangan. Sebagaimana masyarakat jahiliah juga meyakini hal tersebut. Kedua, pada bulan itu larangan melakukan tindakan dosa lebih ditekankan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Sebagaimana ketaatan di dalamnya lebih ditekankan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. (Lihat: Tafsir Zadul Masir, karya Ibn al-Jauzi: II/256).
Korelasi antara bulan haji dan bulan haram:
Sekalipun berbeda antara kedua kelompok bulan tersebut, namun keduanya memiliki hubungan yang erat, yaitu:
Pertama: Di antara bulan haji, ada yang termasuk bulan haram dan sebaliknya di antara bulan haram ada yang termasuk bulan haji, yaitu bulan Zulkaidah dan bulan Zulhijah. Kedua bulan tersebut masuk ke dalam bulan haji dan bulan haram sekaligus.
Kedua: Hikmah diharamkannya bulan-bulan haram adalah dalam rangka mengamankan pelaksanaan ibadah haji dan umrah yang diadakan pada bulan-bulan haji.
Ibnu Rajab mengutip penjelasan sebagian ulama terkait hikmah diharamkannya peperangan dalam bulan-bulan haram sebagai berikut:
“Sebab ditetapkannya keempat bulan ini sebagai bulan haram di tengah-tengah bangsa Arab adalah agar bebas dan aman menunaikan ibadah haji dan umrah. Bulan Zulhijah ditetapkan sebagai bulan haram, karena pada bulan itu dilaksanakan ibadah haji. Dan bulan Zulkaidah ditetapkan sebagai bulan haram, karena untuk melakukan perjalanan menuju haji di dalamnya. Sedangkan bulan Muharram ditetapkan sebagai bulan haram untuk melakukan perjalanan pulang dari ibadah haji. Dengan demikian orang yang menunaikan haji merasa dirinya aman, semenjak ia keluar dari rumahnya sampai ia kembali lagi pulang ke rumahnya. Dan bulan Rajab ditetapkan sebagai bulan haram, karena untuk melakukan ibadah umrah di pertengahan tahun, sehingga orang yang dekat tinggalnya dari kota Mekah dapat melakukan ibadah umrah di dalamnya” (Lihat: Lathaif al-Ma’arif, hal. 115 dan Tafsir Ibnu Katsir: IV/148).