Hiruk-pikuk Membahas Perayaan Natal
Samuel Marinus Zwemer mengatakan: “sesungguhnya misi para misionaris yang ditugaskan di negeri-negeri muslim, bukan lagi memasukkan orang muslim ke dalam agama kristen, tetapi tugas utama misionaris adalah bagaimana mengeluarkan seorang muslim dari Islam, sehingga ia menjadi makhluk yang jauh dari Tuhannya …” Sebuah konsep baru para misionaris yang ada di negeri-negeri muslim, jadi tidak lagi mereka harus memasukkan orang Islam ke dalam kristen, tapi cukup seorang muslim itu menjadi seorang yang tak lagi mengenal hakikat Islamnya, seorang yang dangkal aqidahnya, seorang yang Islamnya hanya tinggal label semata, ini sudah sangat cukup bagi para misionaris[1].
Ini tentunya tidak menafikan akan adanya beberapa orang yang dulunya muslim, kemudian dimurtadkan oleh para misionaris, itu tidak kita bahas di sini. Yang ingin kita sorot di sini adalah misi pendangkalan akidah yang targetnya adalah kaum muslimin. Berkaitan dengan perayaan natal sekarang, di mana sangat senter pembahasan masalah ucapan selamat natal, menghadiri perayaan natal, memakai atribut dan asesoris natal yang sangat banyak kita jumpai di pusat-pusat perbelanjaan dan seterusnya … Sebagai muslim yang menjunjung tinggi nilai-nilai aqidah tauhid kita patut banyak-banyak istigfar, banyak-banyak berdoa mohon perlindungan pada Allah ta’ala dari murkanya. Kita melihat dengan jelas di hadapan kita tonggak kekufuran yang nyata di berbagai tempat dan di berbagai media disiarkan, walaa haula walaa quwwata illa billah.
Natal berasal dari bahasa Portugis yang artinya kelahiran, dalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, kesemuanya bermakna peringatan kelahiran Yesus kristus pada tanggal 25 Desember anak Tuhan sang juru selamat na’udzubillah. Setiap tahun mayoritas penganut Nasrani merayakan natal ini dengan mengadakan kebaktian di gereja-gereja mereka masing-masing baik malamnya dan paginya tanggal 25 Desember.
Saat ini sangat marak diperdebatkan di media sosial tentang masalah menghadiri perayaan natal dan ucapan selamat natal kepada orang-orang Nasrani. Yang sangat disayangkan adalah masih ada dari kalangan muslim yang menyuarakan bolehnya menghadiri perayaan itu atau mengucapkan selamat natal, dengan berbagai macam dalih yang digunakan untuk pembenaran, di antara dalih-dalih yang dilontarkan adalah:
- Ini adalah wujud toleransi beragama kepada sesama anak bangsa
Ini adalah dalih yang sering digunakan untuk membenarkan bolehnya menghadiri perayaan natal. Tentunya tidaklah dipungkiri bahwa di negeri ini kita hidup berdampingan dengan penganut agama lain. Toleransi adalah berlaku toleran yang artinya bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri, istilah ini tentunya berasal dari barat, yang muncul pada saat kuatnya perpecahan dan pertentangan antara penganut sekte Nasrani di sana. Istilah ini sendiri juga masih menjadi perdebatan di antara para pemikir barat, sehingga muncullah beberapa mazhab yang masing-masing memiliki kesimpulan tersendiri tentang toleransi[2] … baik kita tinggalkan saja itu, mari kita melihat dalam Islam yang jauh lebih sempurna dari buah pikir barat. Dalam Islam ada kewajiban kita untuk berbuat adil kepada siapa pun hatta kepada diri sendiri, Islam juga mengharamkan kezaliman. Sebagai muslim kita diharuskan untuk berlaku dan bersikap baik kepada siapa pun, kita juga diharamkan untuk berbuat zalim kepada siapa pun. Tapi itu bukan berarti kita umat Islam boleh tunduk pada agama lain, mengalah pada agama lain, bukan berarti kita boleh bersikap lembek pada suatu perayaan yang jelas-jelas kekufurannya.
- Hadir di perayaan natal bukan berarti saya rida dengan aqidah mereka
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah ditanya oleh salah seorang sahabat, yang ingin menunaikan nazarnya untuk menyembelih unta di tempat bernama Buanah, sebelum mengizinkan sahabat tersebut untuk menunaikan nazarnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bertanya untuk memastikan bahwa tempat itu betul-betul steril dari kesyirikan. Salah satu yang beliau tanyakan adalah: “apakah di tempat itu pernah diadakan perayaan-perayaan jahiliah?”[3] Ibnu taimiyah mengatakan tentang hadis ini: “padahal kita tahu bahwa perayaan masyarakat jahiliah dulu hanya berupa festival-festival yang isinya hanyalah bersenang-senang, tidak ada kandungan ibadah di dalamnya, tapi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tetap melarangnya … dari sini kita bisa fahami bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam benar-benar melarang umatnya mendekati semua jenis perayaan orang kuffar apapun itu”.[4]
Apalagi perayaan natal adalah ritual keagamaan bagi umat Nasrani, bukan sekedar tradisi belaka. Dan hadirnya seorang muslim dalam perayaan itu akan sedikit demi sedikit menggerus sifat baroahnya (berlepas diri) dari kesyirikan yang terpampang di hadapannya. Jelas sekali peringatan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mengatakan: “sungguh kalian akan mengikuti jalan-jalan umat sebelum kalian … ”[5] yaitu umat yahudi dan Nasrani, salah satunya adalah dengan ikut menghadiri perayaan mereka.
Mungkin mereka akan mengatakan lagi: “niat kami baik demi kemanusiaan, tidak ada maksud menyerupai mereka sama sekali” imam da-Zahabi menjawab: untuk ikut hadir saja itu sudah haram, dalilnya adalah bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang salat di saat matahari terbit dan terbenam, karena matahari terbit di antara tanduk syaitan, dan pada saat itu orang-orang musyrikin bersujud pada matahari itu[6]. Kita tahu bahwa orang yang salat tidaklah berniat untuk sujud pada matahari, karena itu adalah kufur, tapi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tetap mengharamkannya karena bersamaan dengan ritual orang musyrik[7].
Ayat berikut ini perlu kita renungkan kembali:
وَقَدۡ نَزَّلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أَنۡ إِذَا سَمِعۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكۡفَرُ بِهَا وَيُسۡتَهۡزَأُ بِهَا فَلَا تَقۡعُدُواْ مَعَهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦٓ إِنَّكُمۡ إِذٗا مِّثۡلُهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡكَٰفِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا ١٤٠
“Dan sungguh Allah telah menurunkan penjelasan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” (QS: An-Nisa: 140)
- Apa salahnya kalau sekedar mengucapkan selamat?
Yang menjadi masalah adalah makna dari ucapan selamat itu, karena selamat adalah ucapan yang mengandung harapan supaya sejahtera beruntung, tidak kurang suatu apa pun … dsb. Nah bagaimana mungkin kita mengucapkannya pada perayaan orang Nasrani? Padahal sudah sangat jelas itu adalah batil dan kufur, bagaimana kita mengucapkan selamat pada mereka sementara mereka mengadakan perayaan yang menyebabkan murka Allah?
لَّقَدۡ جِئۡتُمۡ شَيًۡٔا إِدّٗا ٨٩ تَكَادُ ٱلسَّمَٰوَٰتُ يَتَفَطَّرۡنَ مِنۡهُ وَتَنشَقُّ ٱلۡأَرۡضُ وَتَخِرُّ ٱلۡجِبَالُ هَدًّا ٩٠ أَن دَعَوۡاْ لِلرَّحۡمَٰنِ وَلَدٗا ٩١ وَمَا يَنۢبَغِي لِلرَّحۡمَٰنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا ٩٢ إِن كُلُّ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ إِلَّآ ءَاتِي ٱلرَّحۡمَٰنِ عَبۡدٗا ٩٣
“Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh
karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak
Dan tidak layak bagi Allah Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba” (QS. Maryam: 89-93)
Dalam hadis qudsi disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ كَذَّبَنِي ابْنُ آدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ وَشَتَمَنِي وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ فَأَمَّا تَكْذِيبُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ لَنْ يُعِيدَنِي كَمَا بَدَأَنِي وَلَيْسَ أَوَّلُ الْخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ إِعَادَتِهِ وَأَمَّا شَتْمُهُ إِيَّايَ فَقَوْلُهُ اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا وَأَنَا الْأَحَدُ الصَّمَدُ لَمْ أَلِدْ وَلَمْ أُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفْئًا أَحَدٌ
Dari abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Allah ta’ala berfirman:
“Anak Adam telah berdusta terhadapku, padahal tidak boleh baginya berbuat seperti itu. Ia juga mencerca-Ku, padahal tidak boleh baginya berbuat seperti itu. Adapun dustanya terhadapKu adalah ucapannya, ‘Allah tidak akan menghidupkan aku kembali seperti saat Dia mengawali kehidupanku,’ padahal awal penciptaan tidaklah lebih mudah daripada membangkitkannya kembali. Adapun cercaannya terhadap-Ku adalah ucapannya, ‘Allah telah menjadikan putra bagi diri-Nya,’ padahal Akulah yang Maha Esa, tempat bergantungnya para makhluk, Aku tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan Aku tidak memiliki tandingan sesuatu pun.” (HR. Bukhari).
Ini adalah beberapa contoh dalih mereka, yang dibuat-buat demi membenarkan pernyataan mereka. Memang masih banyak di antara kaum muslimin yang masih belum faham akan hal ini, masih menganggap hal ini adalah hal kecil. Tapi kesyirikan tetaplah kesyirikan wajib bagi kita yang mengetahuinya untuk menyampaikannya kepada masyarakat umum … semoga Allah senantiasa mengukuhkan kita di jalan kebenaran. Amin.
[1] At-tanshir [mafhum, wasail, muawajahah] Ali Ibrahim na-Namlah.
[2] Isykaliyatul mushthalah fil fikril arabi, Ali Ibrahim na-Namlah.
[3] HR. Abu Daud [3313]
[4] Iqtidha sirat mustakim, Ibnu Taimiyah.
[5] HR. Bukhari [6889]
[6] HR. Muslim [1967]
[7] Tashbihul khosis biahlil khomis
One Comment