Hakikat Dosa “Menyebabkan Luka dan Membawa Kepedihan” (Part. 2)

- Dibenci dan Dijauhi Orang-orang Saleh
Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu berkata, “Berhati-hatilah kalian dari laknatnya hati orang-orang beriman tanpa kalian sadari. Apakah kalian tahu apa penyebabnya?” Kemudian dia berkata, “Seseorang berbuat maksiat, lalu Allah Ta’ala menanamkan rasa marah dan tidaksukaan padanya di hati orang-orang yang beriman tanpa ia sadari.”
Jika engkau dapati sikap dingin dari saudara-saudara dan teman-temanmu maka ketahuilah itu disebabkan dosa yang engkau perbuat, maka bertobatlah kepada Allah Ta’ala. Sebaliknya, jika engkau dapati kecintaan mereka kepadamu bertambah, itu karena ketaatan yang engkau lakukan, maka bersyukurlah kepada Allah Ta’ala.
Tidak hanya berupa sikap dingin, bahkan penghinaan dan sikap merendahkan dari semua makhluk yang ada di muka bumi baik yang kecil maupun yang besar, dari yang paling rendah sampai yang paling mulia. Hal ini disebutkan oleh sahabat Nabi yang bernama Hudzaifah bin Al Yaman radhiallahu ‘anhu dengan perkataannya, “Tidaklah suatu kaum meremehkan Hak Allah Ta’ala (dengan bermaksiat) kecuali akan Allah datangkan kepada mereka makhluk yang akan menghinakan mereka.”
Sungguh benar Al ‘Amri Az Zahid rahimahullah ketika menguatkan perkataan Hudzaifah radhiallahu ‘anhu dengan perkataannya, “Siapa yang meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar karena takut kepada makhluk, akan dicabut kewibawaan darinya sehingga jika dia memerintah anak atau bawahan-bawahannya maka mereka akan meremehkan perintahnya.”
- Susah Untuk Berbuat Ketaatan
Sufyan rahimahullah berkata, “Aku menjadi tidak bisa melakukan salat malam selama empat bulan karena sebuah dosa”. Ibnu Sirin rahimahullah mengatai seseorang dengan kata-kata miskin, lalu ia pun tertimpa hutang karenanya. Makhul rahimahullah mengatai seseorang yang sedang menangis dalam ibadahnya dengan kata-kata riya’, maka ia menjadi tidak dapat menangis dalam ibadah-ibadahnya selama satu tahun karenanya.
Namun pada hakikatnya hukuman-hukuman yang Allah Ta’ala segerakan ini adalah tanda kecintaan Allah Ta’ala pada hambaNya, karena hukuman-hukuman ini masih dalam kadar mampu untuk mereka atasi dan akan berlalu dengan cepat dibandingkan dengan hukuman di akhirat yang kedahsyatannya tidak akan pernah dilihat, didengar maupun dibayangkan di dunia ini.
Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika Allah Ta’ala menghendaki kebaikan bagi seseorang maka akan disegerakan hukuman atasnya di dunia, sebaliknya jika Allah Ta’ala menghendaki keburukan bagi seseorang maka akan ditahan hukuman atasnya dan ditunaikan pada hari kiamat.” (Hadis Shahih dalam kitab Shahih Al Jami’ Al Shagir no. 307).
Maka orang yang dekat dengan Allah Ta’ala adalah dia yang disegerakan hukumannya, sedangkan orang yang tertolak dari kasih sayang Allah adalah dia yang diacuhkan di dunia dan ditumpuk hukumannya untuk ditunaikan di akhirat kelak.
Renungkanlah sejenak!
Seseorang yang berbuat dosa sering kali tidak sadar bahwa Allah Ta’ala tengah menghukumnya, juga tidak merasa ada nikmat dari Allah Ta’ala yang berkurang atasnya, apa penjelasan yang tepat untuk kondisi ini?
Ketahuilah, bahwa ketidakmampuan merasakan nikmat dan manisnya rasa khusyuk saat beribadah dan berdoa, kesusahan untuk menambah ketaatan, tidak adanya kesadaran untuk bertobat, keringnya mata sampai tidak dapat menangis saat beribadah, kerasnya hati hingga tak dapat merasakan sentuhan nasihat-nasihat, itu semua adalah hukuman dari Allah Ta’ala. Sungguh mereka yang sedang menjalani hukuman sangat banyak namun disayangkan mereka tidak menyadarinya.
Berapa kali engkau melihat kepada yang haram hingga tak mampu engkau menangis (dalam munajat)? Berapa kali terlewat darimu salat subuh hingga meredupkan cahaya keimanan di wajahmu? Berapa banyak harta haram yang engkau nikmati hingga hilang keberkahan di dalamnya? Seberapa sering engkau mendengarkan musik sampai-sampai tidak terlintas di pikiranmu untuk membaca Alquran karenanya? Sungguh kecintaan pada dunia telah merasuki hatimu, membuat bayang-bayang akhirat keluar darinya, karena ketahuilah bahwa akhirat itu tinggi lagi mulia dan tidak rela untuk disandingkan dengan apa pun.
Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata, “Banyak melihat kepada yang haram menutup mata hati sehingga tidak mampu melihat kebenaran.”
- Maksiat Menumbuhkan Kemaksiatan Lain
Hal ini terjadi karena ketika seseorang mengerjakan kemaksiatan, setan akan mengelilinginya dan malaikat menjauh darinya, sehingga setan itu akan membisikkannya untuk mengerjakan maksiat dan dosa serta perbuatan buruk. Maka benarlah perkataan Sahal bin ‘Ashim rahimahullah, “Hukuman dosa adalah dosa berikutnya”. Persis seperti susunan rantai yang menguatkan satu dengan yang lainnya atau seperti susunan mutiara pada sebuah kalung yang jika putus maka akan jatuh semua.
Ibnul Qayyim rahimahullah pernah bersumpah dalam perkataannya, “Demi Allah, tidaklah setan menghampirimu kecuali setelah melihat malaikat berpaling, maka jangan engkau kira setan itu menang, akan tetapi penjagamu yang telah berpaling.”
Sama halnya dengan ketaatan; ketika seseorang berbuat ketaatan, maka malaikat akan mengelilinginya dan setan menjauhinya, lalu malaikat akan mendukungnya untuk berbuat ketaatan lain. Sehingga dikatakan, “Ketaatan itu subur, hingga buah dari ketaatan adalah ketaatan yang berikutnya.”
Jika engkau melihat seseorang melakukan ketaatan, ketahuilah bahwa ketaatan itu memiliki saudara-saudara. Dengarkanlah perkataan Khalid Al ‘Ashari rahimahullah terkait hal ini dan bagaimana dia memanfaatkan momen mendekatnya para malaikat setelah ketaatan yang dikerjakannya. Dahulu Khalid Al ‘Ashari rahimahullah duduk berzikir kepada Allah Ta’ala sampai terbit matahari, lalu ia menutup pintunya hingga yakin bahwa malaikat telah masuk ke rumahnya dan setan telah keluar darinya, kemudian ia berkata, “Marhaban wahai para malaikat Allah, demi Allah aku meminta kesaksian kalian semua atas ketaatanku, dengarkanlah zikirku ini, ‘bismillah, subhanallah, walhamdulillah, wa lailahaillah, wallahuakbar,” ia terus menerus berzikir hingga ia tertidur atau datang waktu salat.
Disarikan dari
كتاب “هبي يا ريح الإيمان”
Karangan “Khalid Abu Syadi”