“Hak Pilih” Pascatransaksi Jual Beli (1) “Khiyar Majlis”
Penyesalan selalu datang kemudian dan tidak pernah muncul di permulaan. Ia menghampiri di setiap kekecewaan yang melanda, termasuk perasaan kecewa setelah membeli atau menjual suatu barang. Berubah pikiran, harga yang kurang pas, cacat pada barang, dan sebab-sebab lainnya dapat menjadi alasan dari penyesalan tersebut.
Syariat Islam nan agung ini telah menyiapkan solusi untuk permasalahan di atas dengan memberikan “hak pilih” untuk membatalkan akad (transaksi) yang telah terjadi dengan alasan dan ketentuan tertentu yang dibenarkan oleh syariat. Di antara “hak pilih” yang disebutkan di buku-buku fikih sebagai berikut:
- Khiyar Majlis (hak pilih selama belum berpisah).
- Khiyar Syarat (hak pilih berdasarkan syarat yang disepakati).
- Khiyar Gabn (hak pilih dengan sebab adanya penipuan).
- Khiyar ‘Aib (hak pilih ketika ada cacat pada barang).
Khiyar Majlis
Khiyar Majlis adalah hak pilih (bagi penjual dan pembeli) untuk membatalkan transaksi yang telah terjadi, selama belum berpisah (atau meninggalkan tempat transaksi). Sebagaimana sabda Baginda Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar –radhiallahu ‘anhuma–:
(البيِّعان بالخيار ما لم يتفرّقا…)
Artinya: “Kedua belah pihak yang bertransaksi berhak memilih (pembatalan atau tidak) selama belum berpisah.“ (HR Bukhari dan Muslim).
Melalui hadis di atas, dipahami berlakunya hak pilih pembatalan pada akad atau transaksi jual beli selama belum berpisah dan masih di tempat (majlis) terjadinya transaksi, olehnya itu, ia dinamakan dengan “Khiyar Majlis“. Hak ini juga berlaku pada akad yang semisal dengan jual beli, seperti akad sewa (yang mana padanya terjadi jual beli manfaat jasa), dan lain sebagainya.
Perpisahan Penggugur “Khiyar Majlis“
Berpisah yang dimaksud pada pembahasan ini adalah perpisahan fisik (bukan perkataan), sebagaimana yang dipraktikkan oleh Ibnu Umar –radhiallahu ‘anhuma– (perawi hadis yang kita sebutkan sebelumnya); bahwasanya jika ia membeli sesuatu dan tidak ingin terjadi pembatalan akad, ia bersegera meninggalkan tempat transaksi untuk menggugurkan “Khiyar Majlis” pada transaksi tersebut. Maka ketika telah berpisah, hak pilih pun gugur. Dengannya transaksi yang terjadi pun menjadi lazim, yakni kepemilikan barang atau uang sudah berpindah secara sempurna.
Batasan-batasan berpisah dikembalikan kepada kebiasaan yang berlaku (‘urf) dan dipahami bersama oleh masyarakat di mana terjadinya transaksi, misalkan; jika transaksi terjadi di padang rumput yang luas; maka dengan melangkah 10 langkah menjauhi tempat transaksi sudah dianggap berpisah, dan ini tergantung kebiasaan yang dipahami oleh masyarakat umum di sana.
Durasi Khiyar Majlis
Khiyar Majlis tidak gugur selama kedua belah pihak belum berpisah secara fisik walaupun dalam jangka waktu yang lama. Hal ini berdasarkan keumuman lafal hadis: “… selama belum berpisah“. Juga berdasarkan putusan perkara yang ditetapkan sahabat yang mulia, Abu Barzah Al-Aslamiy –radhiallahu ‘anhu– terhadap dua orang yang bertransaksi jual beli dan salah seorang di antara mereka ingin membatalkannya, padahal keduanya telah bermalam di tenda yang sama (pada suatu peperangan kaum muslimin), dengan memberikan hak Khiyar Majlis kepada mereka, seraya berkata, “Apakah kalian rela aku putuskan dengan keputusan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-: Kedua belah pihak yang bertransaksi memiliki hak pilih (pembatalan) selama belum berpisah.“ Kemudian berkata, “Saya tidak melihat kalian telah berpisah.“ (HR Abu Daud, dan disahihkan Al-Albaniy).
Kondisi Lain Penggugur Khiyar Majlis
Selain perpisahan, ada situasi tertentu yang dapat menggugurkan Khiyar Majlis, sebagaimana berikut:
- Kesepakatan kedua belah pihak untuk meniadakan Khiyar Majlis di antara mereka; sebab hak tersebut adalah milik pihak-pihak yang bertransaksi, maka mereka dapat menghapuskan apa yang menjadi miliknya.
- Ketika penjual dan pembeli adalah orang yang sama. Pada kondisi ini tidak ada Khiyar Majlis dikarenakan mustahilnya terjadi perpisahan antara penjual dan pembeli, sebab dia adalah orang yang sama. Misalkan seorang penjual beras yang merupakan wali anak yatim, membeli beras untuk anak yatim tersebut (sebagai wali) kepada dirinya sendiri (sebagai penjual).
Contoh Kasus
Ketika Budi dan Anto mengerjakan tugas kampus bersama di kosan Anto, Budi tertarik pada jam tangan Anto.
Budi: Nto, jam tangan ente bagus, ane bayarin ya.
Anto: Boleh, 300 ribu ya. (Kebetulan sedang butuh uang)
Budi: Oke, ini uangnya. (Menyerahkan uang yang diminta)
Anto: Sip…
Mereka pun menyelesaikan tugas kampus hingga pukul tiga dini hari. Sebelum Budi pamit pulang, Anto menyesal telah menjual jamnya dan berkata: “Bud, ane tidak jadi jual jamnya.”
Maka pada kasus di atas dapat disimpulkan bahwa Anto masih memiliki hak pilih membatalkan transaksi, sebab mereka belum berpisah dan tetap bersama di kosan Anto. Namun jika di awal transaksi mereka sepakat untuk menggugurkan Khiyar Majlis, maka tidak ada hak pilih bagi Anto, misalkan dengan perkataan: “Tidak ada pembatalan ya“, dan pihak lain menyetujuinya.
Bersambung…