Akidah

Hak-Hak Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam Atas Kaum Muslimin (Bag. 2)

  • 5- Menahan diri dari membicarakan kesalahan para sahabat

Secara personal para sahabat bukanlah orang yang bebas dari kesalahan dan dosa, akan tetapi kesalahan mereka dapat larut dalam keimanan dan banyaknya kebaikan serta besarnya jasa mereka dalam membela Nabi dan mempertahankan Islam. Karena itu kaum muslimin wajib menahan diri dari menyebut kesalahan-kesalahan mereka dan menjadikannya sebagai sasaran celaan dan ocehan karena Nabi melarangnya dalam sabdanya:

لَا تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ

Janganlah kamu mencela para sahabatku”. (HR. Bukhari 3673 dan Muslim No. 2540)

Dan sabdanya yang artinya:

“Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dalam hal yang berkenaan dengan para sahabatku. Jangan jadikan mereka sebagai sasaran celaan sepeninggalku. Barang siapa mencintai mereka maka karena kecintaanku ia mencintai mereka, dan barang siapa membenci mereka maka karena kebencianku ia membenci mereka. Barang siapa yang menyakiti mereka maka ia telah menyakitiku, barang siapa yang menyakitiku, maka ia telah menyakiti Allah, dan barang siapa yang menyakiti Allah, niscaya Dia akan segera menghukumnya”. (HR. Ahmad No. 20549 dan Tirmidzi No. 3862 dan didaifkan oleh Syekh Al-Albani)

  • 6- Mendiamkan dan tidak berkomentar buruk terhadap perselisihan antar sahabat

Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menahan diri dan mendiamkan perkara yang mengarah kepada celaan terhadap para sahabat. Nabi bersabda:

«إِذَا ذُكِرَ أَصْحَابِي فَأَمْسِكُوا…»

Jika sahabatku disebut-sebut secara buruk maka berdiamlah”. (HR. Thabrani no. 1427).

Ulama Ahlusunah sepakat untuk mendiamkan dan tidak berkomentar buruk terhadap perselisihan di antara mereka. Imam Abu Hatim dan Abu Zur’ah menyebutkan bahwa di antara mazhab Ahlusunah dan mazhab para ulama yang mereka temui di Hijaz, Iraq, Mesir, Syam, Yaman adalah memohonkan doa rahmat atas seluruh sahabat Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan mendiamkan perselisihan yang pernah terjadi di antara mereka. (Lihat: Ashlu As-Sunnah wa I’tiqad al-Dien, karya Ibnu Abi Hatim)

Baca Juga  Keutamaan Masjid Nabawi dan Adab-Adabnya

Maksud dari “berdiam dari perselisihan mereka” adalah tidak menjadikan perselisihan mereka sebagai pintu untuk menghina atau menjelek-jelekkan mereka. Bukan berarti secara total tidak menyebutkan perselisihan mereka, karena sebagian ulama ternyata menuliskan sejarah perselisihan mereka dalam buku-buku sejarah, seperti Ibnu Jarir At-Thabari, Ibnu Katsir dan Ibnu Hajar. Mereka memang memaparkan sejarah tetapi sama sekali tidak menjadikannya sebagai alasan untuk menghina dan menjelek-jelekkan mereka.

Dengan demikian maka makna menahan diri dalam hadis tersebut adalah tidak tenggelam dan berlebih-lebihan dalam menyikapi perselisihan yang terjadi di antara para sahabat dengan menyebutkan perkara tersebut secara meluas dan menyebarkannya di tengah orang awam, atau merendahkan mereka dengan berpihak kepada salah satu kelompok sahabat dengan menyebutkan aib kelompok yang lain. (lihat: Manhaj Kitabah al-Tarikh al-Islamiy, karya Muhammad Ibnu Syamil al-‘Ulyani al-Sulamiy, hal. 227-228)

  • 7- Mengenal sejarah dan biografi para sahabat

Mengenal sosok dan sejarah perjuangan para sahabat, utamanya para tokoh mereka, termasuk hal yang perlu dilakukan oleh kaum muslimin. Karena hal ini dapat memunculkan sikap kecintaan terhadap mereka, dan lebih mendorong hati untuk loyalitas terhadap mereka.

Untuk mengenal sejarah dan jasa mereka, selain membaca dan mentadabburi ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan mereka maka kitab-kitab yang perlu ditelaah antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Kitab-kitab hadis seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majah, Musnad Ahmad, karena di dalamnya terdapat hadis-hadis tentang keutamaan mereka dan riwayat sejarah dan biografi kehidupan mereka.
  2. Kitab-kitab tarikh dan sirah baik yang klasik ataupun yang semi klasik seperti al-Thabaqat al-Kubra karya Ibn Sa’ad, al-Tarikh al-Awsath karya Imam Bukahri, Siyar A’lam al-Nubala’ karya Imam Dzahabi, dan al-Ishabah karya Ibnu Hajar.
  • 8- Mendoakan dan memohonkan ampunan para sahabat.
Baca Juga  Urgensi Pemahaman Salaf Dalam Memahami Nas-Nas Wahyu

Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk para sahabat kepada Allah termasuk sifat terpuji yang wajib ditunaikan oleh kaum muslimin. Allah memuji kelompok ketiga setelah kelompok muhajirin dan kelompok Anshar yang disebutkan oleh Allah dalam surat al-Hasyr: 8-10 karena bersihnya hati mereka dari rasa dengki kepada orang-orang beriman dan sikapnya yang mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah.

Untuk kelompok ketiga, Allah berfirman yang artinya:

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa, “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10).

Karenanya salah satu adab yang ditekankan oleh para ulama berkenaan dengan para sahabat adalah mengucapkan atau menuliskan doa رضي الله عنه setiap kali menyebut, mendengar atau menulis nama sahabat secara personal atau pun secara kolektif.

Salahuddin Guntung, Lc., MA., Ph.D.

Alumni S3, Bidang Aqidah & Pemikiran Kontemporer, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?