Hak-Hak Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam Atas Kaum Muslimin (Bag. 1)
Sahabat Nabi adalah semua orang yang pernah berjumpa dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam keadaan beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan muslim.
Mereka adalah orang-orang yang sangat berjasa dalam membela Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, memperjuangkan dan mendakwahkan Islam. Mereka merupakan penghafal Alquran dan pembawa sunah Nabi kepada generasi sesudahnya. Mereka telah berkorban dengan jiwa dan hartanya untuk mempertahankan Islam semasa Rasulullah hidup dan pasca wafatnya beliau.
Umat Islam telah berutang budi kepada mereka. Umat Islam wajib membalas budi mereka dengan menunaikan hak-hak yang wajib ditunaikan terhadap mereka.
Berikut di antara hak-hak para sahabat atas kaum muslimin:
- 1- Meyakini keutamaan dan keistimewaan para sahabat
Para sahabat memiliki banyak keutamaan dan keistimewaan yang diberikan dan disebutkan oleh Allah dan Rasulullah. Antara lain; Allah memilih mereka sebagai murid dan pendamping Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Allah dan Rasulullah telah mentazkiyah dan memuji mereka, Allah mengampuni dan menerima tobat mereka bahkan di antara mereka terdapat orang-orang telah dijamin masuk Surga oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Seperti Abu Bakar Ash-Siddiq, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Aburrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, Abu Ubaidah bin Jarrah, Bilal bin Rabah, Ukkasyah bin Mihshan, dan beberapa sahabat lainnya. Para sahabat adalah orang-orang yang menjadi perantara sampainya ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi kepada umat Islam sesudahnya.
Sebagai bagian keimanan kepada Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, kaum muslimin wajib meyakini keutamaan dan keistimewaan yang diberikan dan disebutkan oleh Allah dan Rasulullah di dalam Alquran dan sunah. Mengingkari keutamaan dan keistimewaan yang Allah dan Rasulullah berikan kepada mereka merupakan bagian dari pengingkaran terhadap Allah dan RasulNya, penolakan terhadap kalam Allah dan sabda Rasulullah, serta kedurhakaan terhadap jasa dan budi baik mereka dalam membela Allah, Rasulullah dan dalam mendakwahkan dan memperjuangkan Islam.
- 2- Meyakini bahwa para sahabat semuanya adalah ‘udul
Meyakini bahwa para sahabat ‘udul adalah meyakini bahwa mereka memiliki iman yang kuat dan komitmen takwa yang tinggi plus akhlak baik dan sikap menghindari perkara yang hina yang mengantarkan mereka untuk tidak mungkin berdusta atas nama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. ‘Udul atau ‘adalah tidak bermakna bahwa para sahabat terlepas dari segala kemaksiatan dan dosa karena para sahabat juga manusia biasa yang tidak maksum dari dosa dan kesalahan. Karenanya tidak seorang pun di kalangan ulama yang menyatakan bahwa ‘adalah para sahabat terkait dengan kemaksuman mereka dari dosa dan kesalahan. Namun yang dimaksud bahwa mereka ‘udul adalah mereka mustahil berdusta atas nama Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam kesaksian dan informasi yang mereka sampaikan. (lihat: ‘Adalah al-Shahabah fi Dhaw’i al-Kitab wa al-Sunnah, karya Dr. ‘Imad al-Syarbieni).
Masalah ‘adalah para sahabat merupakan persoalan akidah yang bersifat qath’i (pasti) yang wajib diimani oleh setiap muslim. Karena di dalam Alquran dan sunah terdapat banyak dalil yang memuji dan mentazkiyah mereka. Seperti firman Allah dalam surah al-Fath: 18 dan 29, al-Hasyr: 8-10, at-Taubah: 100, 117 dan selainnya. Dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, seperti:
«خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ»
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya, lalu generasi berikutnya.“ (HR. Muslim no. 2533)
- 3- Mencintai dan menghormati para sahabat
Selain menggunakan kata hubb (cinta), Alquran juga menggunakan kata walayah untuk kecintaan kepada sesama kaum mukminin. Kata walayah tidak terbatas pada kecintaan semata tetapi ia berkonotasi cinta dan pertolongan. Tampaknya penggunaan kata walayah lebih sering digunakan Allah di dalam Alquran, seperti firman Allah:
{ وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ } [ التوبة: 71]
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.“ (QS. At-Taubah: 71)
Dan firman Allah:
{إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ (55) وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ (56)}
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa manjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.“ (QS. Al-Maidah: 55-56)
Adapun penggunaan kata hubb, maka di antaranya adalah firman Allah:
{يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ }
“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya.“ (Al-Maidah: 54).
Ayat-ayat tersebut, sekalipun berlaku umum untuk semua kaum mukminin, namun para sahabat jauh lebih berhak untuk mendapatkan walayah (kecintaan) dari sesama kaum mukminin karena merekalah orang-orang yang telah beriman saat ayat-ayat tersebut diturunkan Allah kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Terlebih lagi karena Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda:
«اللهَ اللهَ فِي أَصْحَابِي، اللهَ اللهَ فِي أَصْحَابِي، لَا تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضًا بَعْدِي، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي»
“Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dalam menyikapi para sahabatku. Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dalam menyikapi para sahabatku. Jangan jadikan mereka sebagai obyek ocehan sepeninggalku. Barang siapa mencintai mereka maka karena kecintaanku pada mereka menyebabkan mereka mencintainya. Barang siapa benci kepada mereka maka karena kebencian mereka kepadaku menyebabkan mereka membencinya. Barang siapa menyakiti mereka maka mereka telah menyakitiku, dan barang siapa menyakitiku maka mereka telah menyakiti Allah, dan barang siapa menyakiti Allah maka hampir dipastikan Allah menyiksanya.” (HR. Ahmad No. 20549 dan Tirmidzi No. 3862 dan didhaifkan oleh Syaikh Al-Albani)
Selain itu, mencintai para sahabat merupakan ciri utama orang-orang beriman. Nabi bersabda:
«آيَةُ الإِيمَانِ حُبُّ الأَنْصَارِ، وَآيَةُ النِّفَاقِ بُغْضُ الأَنْصَارِ»
“Tanda keimanan adalah mencintai kaum Anshar, sedang tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar”. (HR. Bukhari No. 17 dan 3784)
«الأَنْصَارُ لاَ يُحِبُّهُمْ إِلَّا مُؤْمِنٌ، وَلاَ يُبْغِضُهُمْ إِلَّا مُنَافِقٌ، فَمَنْ أَحَبَّهُمْ أَحَبَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ أَبْغَضَهُ اللَّهُ» ((متفق عليه من حديث البراء بن عازب)
“Tidak ada yang mencintai kaum Anshar kecuali orang mukmin dan tidak ada yang membenci mereka kecuali orang munafik. Maka barang siapa mencintai mereka niscaya Allah mencintainya, dan barang siapa membenci mereka niscaya Allah membencinya”. (HR. Bukhari No. 3783 dan Muslim No. 75)
- 4- Memuji dan membela kehormatan para sahabat.
Memuji dan membela kehormatan dan nama baik para sahabat, terutama jika dihina dan dijelek-jelekkan oleh orang-orang kafir atau para pengikut aliran sesat seperti kaum syiah rafidhah, khawarij, kaum liberal, atau selain mereka merupakan salah satu kewajiban kaum muslimin terhadap mereka.
Jika sesama muslim non sahabat saja wajib dibela diri dan kehormatannya jika dizalimi sebagaimana diperintahkan oleh Nabi shallahu alaihi wasaallam dalam sabdanya:
»انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا«
Tolonglah saudaramu dalam keadaan ia berbuat zhahim dalam keadaan ia berbuat zhilim atau di zhalimi. (HR. Bukhari No. 2443).
Maka sahabat Nabi lebih wajib lagi untuk dibela kehormatannya. Karena mereka memiliki banyak keutamaan dan jasa dalam membela Islam. Membiarkan mereka dihina dan dijatuhkan kehormatannya berkonsekuensi membiarkan Islam dijatuhkan. Karena lewat mereka lah Islam sampai kepada kita.
Imam Abu Zur’ah al-Razie berkomentar, “Jika anda melihat seseorang mencaci para sahabat Rasululluh maka ketahuilah bahwa dia itu zindiq (pendusta agama), karena Alquran dan Sunah dalam pandangan kita semuanya benar. Sedang yang mengantar Alquran dan Sunah kepada kita itu adalah para Sahabat. Mereka sebenarnya bermaksud menjatuhkan para Sahabat untuk membatalkan Alquran dan Sunah, padahal merekalah yang lebih pantas dijatuhkan karena mereka adalah orang-orang zindiq.” (Dinukil oleh al-Khathib al-Bagdadi, dalam al-Kifayah fi Ilmi al-Riwayah, hal. 97)
Memuliakan dan bersikap baik kepada para sahabat merupakan perintah Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam sabdanya:
«أَحْسِنُوا إِلَى أَصْحَابِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ»
“Berbuat baiklah kepada para sahabatku, kemudian generasi sesudahnya, lalu generasi berikutnya.” (HR. Ahmad No. 177)
Dalam riwayat lain, Nabi bersabda:
«احْفَظُونِي فِي أَصْحَابِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ»
“Jagalah aku dalam bersikap terhadap para sahabatku, kemudian generasi sesudahnya, lalu generasi berikutnya.” (HR. Ibnu Majah No. 2363).
Syekh Muhammad Fuad Abdul Baqi menjelaskan maksud sabda beliau, “Jagalah aku dalam bersikap terhadap para sahabatku”, bahwa perhatikan aku dalam urusan mereka, jangan ganggu mereka demi menjaga hak aku dan persahabatan mereka dengan aku.
Bersambung
Hak-Hak Sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam Atas Kaum Muslimin (Bag. 2)