HAJAR ASWAD

Hajar Aswad dalam bahasa Arab berarti batu hitam, yaitu sebuah batu berukuran satu hasta yang diletakkan oleh Nabi Ibrahim di Ka’bah. Batu ini dibawa oleh Malaikat Jibril dari langit. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Hajar Aswad diturunkan dari surga, warnanya lebih putih dari susu, namun dihitamkan oleh dosa-dosa bani Adam.” [HR. Tirmidzi, hasan shahih].
Pada tahun 317 H, sekte Syiah kebatinan Qaramithah membantai puluhan ribu jamaah haji dan mencuri Hajar Aswad dari Masjidil Haram. Namun Khalifah Al Muthi’ Billah berhasil mengembalikannya pada tahun 339 H.
Saat ini Hajar Aswad diikat dengan lempengan perak agar tidak retak,dan diletakkan di dinding luar sebelah tenggara Ka’bah dengan ketinggian 1,5 m dari lantai, sehingga mudah dicium.
Pelajaran
Hajar Aswad merupakan tempat untuk mengawali thawaf dan mengakhirinya. Disunnahkan untuk mencium batu ini ketika thawaf, jika tidak mampu maka dengan mengusapnya -lalu mencium tangan-, dan jika tidak bisa maka cukup memberikan isyarat padanya dengan mengangkat tangan sambil membaca, “Allaahu akbar”.
Tidak dianjurkan untuk berdesak-desakkan demi mencium hajar aswad, karena dapat membahayakan keselamatan diri dan orang lain. Tidak dianjurkan pula melakukan tabarruk [mencari keberkahan] dengan hajar aswad, karena ia hanyalah sebuah batu yang tidak bisa memberi manfaat dan mudharat.
Umar bin Khattab -radhiyallahu ‘anhu- pernah mencium Hajar Aswad dan berkata, “Demi Allah, aku akan menciummu, aku tahu bahwa engkau adalah batu, dan engkau tidak memberi madharat dan manfaat, kalau bukan karena aku melihat Rasulullah menciummu maka aku tak akan menciummu.” [HR. Muslim].
Dosa memang seperti noda hitam yang mengotori hati, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Jika seorang hamba berbuat satu dosa maka tertitik di hatinya satu noktah hitam, jika ia menyudahinya lalu beristighfar dan bertaubat, maka diseka kembali hatinya, namun jika ia kembali melakukannya, maka akan ditambah noktahnya sampai menutupi hatinya. Itulah ‘Ran’/tutup yang disebut oleh Allah “Tidak! Tetapi telah menutupi hati mereka [orang kafir] apa yang mereka perbuat” [al-Muthaffifin: 14] [HR. Tirmizi, hasan].