HADIAH INDAH SEBUAH PERJALANAN HIJRAH

Fitrah dari setiap insan adalah selalu menginginkan hal-hal yang baik untuk dirinya, namun terkadang cara pandang mereka yang salah dalam menilai “yang baik” tersebut, sebab sering kali pandangan mereka hanya berdasarkan keinginan atau hawa nafsu belaka yang pada hakikatnya mereka menjadi buta karenanya. Hal-hal yang mereka pandang “baik” ternyata justru sebaliknya tidak baik untuk mereka dan hanya memberikan kemudharatan. Sebagai contoh yang banyak terjadi dikalangan muda-mudi saat ini, jika ditanyakan kepada mereka kenapa pacaran?, mereka mengatakan; dengan pacaran saya lebih bersemangat belajar, karena pacar saya selalu hadir memberikan semangat “cemungut yaa kaka”. Saya menjadi lebih rajin salat karena ada doi yang mengingatkan. dan jawaban-jawaban senada lainnya.
Orang-orang yang mengkonsumsi barang-barang haram pun demikian, seperti perokok yang mengatakan rokok bisa menyegarkan pikiran, menghilangkan stres dan lain sebagainya.
Perkataan-perkataan yang dianggap “baik” seperti di atas, pada hakikatnya hanyalah hawa nafsu belaka, bahkan merupakan kemudharatan dan kerusakan bagi mereka. Olehnya yang menjadi standar baik atau buruknya sesuatu adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallamMaka ketika konsep tersebut telah dipahami, tidak akan ada yang berani melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak Allah sukai, sebab akan disadari bahwa yang baik adalah apa yang Allah ridai meskipun berat untuk meninggalkannya disertai rasa tidak nyaman. Allah subhanhu wata’ala berfirman:
…وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ
“… boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah: 216).
Kondisi ini membutuhkan sebuah perjalanan hijrah yang hakiki. Hijrah merupakan fase transisi dari suatu kondisi ke kondisi lainnya yang lebih baik. Seorang muslim yang berhijrah mengusahakan suatu proses perubahan menjadi lebih baik demi meraih rida Allah subhanhu wata’ala. Bagi mereka yang berhijrah telah disiapkan kebaikan yang melimpah baik di dunia maupun di akhirat kelak, Allah subhanhu wata’ala berfirman;
وَمَنْ يُّهَاجِرْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يَجِدْ فِى الْاَرْضِ مُرٰغَمًا كَثِيْرًا وَّسَعَةً ۗوَمَنْ يَّخْرُجْ مِنْۢ بَيْتِهٖ مُهَاجِرًا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ اَجْرُهٗ عَلَى اللّٰهِ ۗوَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ࣖ
“Siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang banyak dan kelapangan (rezeki dan hidup). Siapa yang keluar dari rumahnya untuk berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, kemudian meninggal (sebelum sampai ke tempat tujuan), sungguh pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. An-Nisa’:100).
Sebuah kisah nyata hijrahnya seorang pemuda di kampung halaman penulis dan menjadi gambaran nyata ayat diatas. Pemuda ini adalah seorang teman yang baru hijrah dan meminta untuk diajarkan membaca Al-Qur’an. Ia pun memulai proses pembelajaran dari nol, sebab betul-betul buta huruf Al Qur’an. Seiring berjalannya waktu, kami dikagetkan dengan kabar pernikahannya dengan seorang hafizah (penghapal Al Quran) 30 juz. Sungguh hadiah hijrah yang luar biasa; ketika ia bersungguh-sungguh mempelajari Al Qur’an, Allah Ta’ala hadiahkan seorang guru spesial baginya, masyaAllah.
Kisah yang sangat indah bukan?,… kebaikan-kebaikan dalam perjalan hijrah akan didapatkan hanya dengan hati yang jujur dan ikhlas semata-semata karena Allah subhanhu wata’ala. Adapun jika hijrah dikerjakan hanya karena iming-iming dunia belaka, harta, wanita, jabatan, ketenaran dan sebagainya, maka tidak ada yang diperoleh kecuali hanya kerugian, kecemasan, kekecewaan yang semua berdampak buruk kepada diri sendiri. Allah subhanhu wata’ala akan memberikan keinginan-keinginan duniawi mereka itu, akan tetapi kelak di akhirat mereka tidak akan mendapatkan apapun di sisi Allah subhanhu wata’ala,
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ حَرْثِهٖۚ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۙ وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ
“Siapa yang menghendaki balasan di akhirat, akan Kami tambahkan balasan itu baginya. Siapa yang menghendaki balasan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian darinya (balasan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian sedikit pun di akhirat” (Q.S. Asy-Syura: 20).
Dalam sebuah hadis yang sangat masyhur diriwayatkan dari sahabat mulia ‘Umar bin khattab radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai niat hijrahnya,” (H.R. Bukhari Muslim).
Maka jujurnya hati dan keikhlasan menjadi modal dan kunci utama dalam menapaki jalan hijrah dan keistiqamahan dalam kebaikan dan ketaatan sampai waktunya untuk pulang menghadap Allah subhanhu wata’ala.