Akhlak

Fokus pada yang kita bisa

Sering kali kita memikirkan hal-hal di luar jangkauan pengaruh kita dan pada waktu yang sama kita lalai untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Mungkin karena dunia khayal lebih asyik daripada dunia nyatanya, apalagi dengan kemasan bahwa ini bagian dari kepedulian kita.

Sikap ini pun tak luput dari kehidupan berkeluarga kita. Menghadapi pasangan atau berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya semestinya tetap berada dalam koridor fokus pada hal-hal yang bisa kita lakukan. Misalnya, kita ditakdirkan memiliki istri atau suami yang sulit menerima nasihat, atau anak kita termasuk anak yang cuek kepada orang tuanya. Sikap yang sering diambil adalah “kepedulian” yang hanya berujung pada rasa kecewa, marah, hasrat untuk mengubah, atau menjadikannya sebagai obyek ngerumpi dan gunjingan keluarga dan tetangga.

Respons di atas, kalau kita lihat secara jujur, tidak menyelesaikan masalah. Kelihatannya kita peduli, tetapi hakikatnya kita belum melakukan sesuatu dalam penyelesaiannya.

Beda hasilnya jika kita memainkan pengaruh kita dengan langkah konkret. Pada kasus pasangan yang sulit menerima nasihat, coba kita memilih untuk lebih mendekat kepadanya, menyediakan waktu untuk bercengkerama, menikmati teh di beranda rumah bersama, bertamasya ke alam terbuka, menjadi pendengar yang baik, menurunkan ego kita, dan menerima masukan atau nasihat pasangan dalam memutuskan urusan keluarga.

Pada kasus anak yang cuek pada kita, coba kita yang lebih dahulu menyapanya, menjadi orang yang pertama kali dilihatnya saat bangun tidur dan yang terakhir dilihatnya sebelum tidur, menemaninya saat ia belajar, meminta maaf bahwa selama ini kita kurang memperhatikannya, menyatakan cinta dan sayang kepadanya.

Memainkan peran di lingkungan pengaruh kita meski sederhana itu lebih bermanfaat daripada berkutat pada hal-hal besar namun di lingkungan kepedulian belaka yang riilnya kita tidak memiliki pengaruh di dalamnya.

Baca Juga  Agar Anak Anda Melaksanakan Shalat

Dalam kehidupan keluarga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, kita dapat melihat secara gamblang praktek prinsip ini. Lihat misalnya saat beliau  selesai dari pembahasan perjanjian Hudaibiyah, beliau meminta para sahabat untuk menyembelih hady dan memotong rambut mereka. Namun tidak seorang pun yang segera melaksanakannya meski beliau sudah mengulangi perintah itu 3 kali. Beliau lalu masuk menemui Ummu Salamah dan menceritakan apa yang terjadi. Ummu Salamah lalu mengusulkan agar beliau keluar tanpa kata-kata, menyembelih hady dan meminta orang untuk mencukur rambut beliau. Akhirnya beliau laksanakan usulan itu dan luar biasa pengaruhnya, para sahabat pun segera menyembelih hady dan mencukur rambut mereka.

Kita juga bisa melihat praktek prinsip ini dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tentang sedekah, “Wajib bagi setiap muslim untuk bersedekah.” Para sahabat bertanya,“Jika ia tidak punya?” beliau menjawab, “Hendaknya ia bekerja untuk dirinya lalu bersedekah.” Para sahabat bertanya lagi, “Kalau ia tidak dapat pekerjaan?” beliau menjawab, “Hendaknya ia menolong orang yang kesusahan.” Para sahabat bertanya lagi, “Kalau ia tidak menemukannya?” beliau menjawab, “Hendaknya ia melakukan kebaikan, dan menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan, sesungguhnya ini adalah sedekah darinya.” [HR. Bukhari].

Dari arahan Nabi di atas kita bisa melihat bahwa kita selaku muslim dibimbing untuk senantiasa memainkan lingkungan pengaruh kita, melakukan hal-hal riil yang bisa kita lakukan, bukan menghabiskan waktu hanya untuk memikirkan hal besar namun hanya dalam alam khayalan.

Mari kita lihat kembali sikap kita selama ini kepada pasangan dan anggota keluarga kita yang lain. Kita koreksi, bisa jadi selama ini kita masih lebih banyak menuntut orang lain untuk melakukan ini dan itu sementara kita tidak pernah melakukan hal itu untuk mereka. Bisa jadi kita selalu berharap perubahan pada mereka sementara kita tidak pernah mau melakukan perubahan dalam diri kita. Barangkali kita selalu berharap anak-anak dekat dengan kita namun kita lupa tidak pernah mendekati hati-hati mereka. Atau barangkali kita berharap mereka membantu pekerjaan kita tetapi kita tidak pernah membimbing mereka untuk itu.

Baca Juga  Bunda, Jadilah Murabbiyah Yang Tak Kenal Lelah (Bag. 3)

Dengan berusaha fokus pada hal-hal di atas maka keluarga akan tumbuh dalam suasana saling menghargai satu sama lain. Selanjutnya akan terbiasa dengan prinsip melakukan yang terbaik untuk anggota keluarga yang lain. Karena cinta adalah kata kerja.

 

Sudarisman Ahmad, Lc., MA.

Alumni S2, Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?