Faktor-Faktor Penyebab Runtuhnya Andalusia (Bag. 2)

Studi Analisis Dari Kacamata Hukum Sosial
Faktor-faktor penting lainnya yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Andalusia tercinta adalah:
- Mengingkari Nikmat
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah suatu ni’mat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Pendengar lagi Maha Pengetahui. (QS. al-Anfal: 53)
Ketika pemimpin dan rakyat Andalusia bersatu dalam setiap peperangan dan rekonstruksi negeri, konsisten dengan perintah Allah, menegakkan jihad demi membela agama Allah, melindungi kaum muslimin dan negara mereka, Allah menepati janji-Nya, memberi mereka kemenangan dalam berbagai peperangan, sehingga peradaban Islam langgeng beberapa abad lamanya. Namun, saat mereka menentang perintah Allah, tenggelam dalam kesenangan dan syahwat duniawi, larut dalam kemaksiatan, berpecah belah, paara wanitanya bertabarruj, dan kemaksiatan meraja lela, maka kekalahan dan kehancuran menimpa. Semuanya karena mereka mengubah nikmat Allah dan mengingkarinya. Fakta inilah yang diriwayatkan para sejarawan kepada kita.[1]
Thariq ibn Ziyad bersama kaum muslimin memasuki Andalusia dengan teriakan “Allahu Akbar” dan berhasil mengibarkan panji Islam di sana. Kaum muslimin Berjaya ketika pemimpin mereka seperti Abdurrahman ad-Dakhil-rahimahullah-, saat seorang wanita cantik diserahkan kepadanya, ia berkata: “Wanita ini cukup cantik dan menarik di mata dan hati, jika aku melalaikannya karena tugasku, maka aku telah menzhaliminya. Dan jika aku melalaikan tugas karenanya, maka aku telah menzhalimi tugasku. Aku tidak membutuhkannya sekarang.” Ketika diberi khamar ia berkata: “Aku membutuhkan sesuatu yang menambah cerdas akalku, bukan sesuatu yang malah merusaknya.” [2] Peradaban Andalusia runtuh, ketika seruan rakyatnya berubah menjadi “Anggur dan wanita adalah segalanya.” Begitu pula saat Bangsa Frank bergerak ingin menguasai Valencia, rakyatnya justru keluar menyambut mereka dengan pakaian kebesaran masing-masing.
Motivasi kaum muslimin jadi lemah. Sibuk berlomba-lomba mengejar dunia dengan segala kesenangannya, hingga negerinya dirampas dan kehormatannya diinjak-injak. Para raja dan pangeran dikuasai oleh dunia saat mereka berlomba memenuhi syahwat para istri dan selirnya. Lihatlah apa yang diperbuat oleh al-Mu’tamid ibn Abbad, ketika permaisurinya ingin bermain di lumpur sambil membawa kendi. Al-Mu’tamid memerintahkan pelayannya menebar saffron dan kamper yang disirami minyak misik, sedangkan kendinya diisi dengan kesturi, demi memenuhi syahwat isterinya.
Yang pasti, suatu keadaan tak pernah kekal, sedang kejayaan hanya milik Allah dan Rasul-Nya. Kondisi berbalik 180 derajat, Ibn Abbad akhirnya ditawan dan diasingkan ke Ogmat. Kerajaannya hilang, keluarganya terlantar. Sampai-sampai, sebagian puterinya terpaksa bekerja sebagai tukang jahit demi memenuhi kebutuhan hidup, setelah sebelumnya bergelimang dengan kemewahan.
- Kalah Mental
Kalah mental dan psikologis adalah penyakit kronis, akan menyebabkan perpecahan, perselisihan dan cinta dunia. Selain menjadi sarana kehancuran materi dan militer. Ketika Abu Abdil Malik al-Shaghir menambah kegagalan dengan berencana menyerahkan diri, mayoritas menteri dan tentaranya justru setuju dengan idenya, kecuali salah seorang menterinya yang bernama Musa. Ia tidak rela kunci kerajaan diserahkan begitu saja kepada Bangsa Franks.
- Melupakan Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan kita akan bahaya melupakan-Nya:
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. al-Hasyr: 19)
Fakta ini terlihat di akhir masa kejayaan Andalusia. Para pemimpinnya sibuk membangun istana-istana megah, berlomba-lomba dalam kemewahan, berfoya-foya dalam kenikmatan dunia sesaat. Adapun rakyatnya, sibuk dengan urusan duniawi masing-masing. Mereka lupa akan Allah, sehingga mereka lupa akan diri sendiri dan Allah melupakan mereka . Perbuatan mereka menjadi sumber kehancurannya sendiri.
- Haus Kekuasaan
Di antara bahaya yang paling merusak hati adalah haus kekuasaan dan popularitas. Sejarah Andalusia menjadi bukti nyata, di mana para pemimpin dan penguasanya memuja kekuasaan, mengorbankan segalanya demi meraihnya, dan berjuang mati-matian demi mempertahankannya. Agama ditinggalkan, dunia dikejar, dan perpecahan terjadi di mana-mana. Akhirnya mereka lemah, dan menjadi bola pingpong di tangan musuh.
Bukan hanya itu, penyakit ini menjadi pemicu utama terjadinya pertumpahan darah, menghalalkan harta dan kehormatan sesama muslim. Demi kenikmatan dunia sesaat, seorang rela membunuh saudara, ayah, atau pamannya. Ia rela bersekongkol dengan musuh untuk memerangi kerabat atau saudaranya seagama.
- Kezhaliman di Mana-mana
Kezhaliman tidak hanya membawa kekalahan atau keruntuhan semata. Tetapi lebih parah lagi, kezhaliman bisa menghancurkan sebuah umat, memporak-porandakan sebuah negara, meruntuhkan peradaban, dan mengubah semua generasi. Berbagai macam kezhaliman telah dilakukan oleh Raja-raja Taifa. Mereka berbuat zhalim kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban dan melakukan perkara-perkara yang diharamkan. Menzhalimi rakyatnya dengan menghambur-hamburkan kekayaan negara dan tidak memperhatikan rakyat. Menzhalimi negaranya dengan menjadikannya umpan besar bagi musuh. Mengkhianati para pendahulunya karena melalaikan kejayaan yang telah terbangun 800 lamanya. Mereka juga menzhalimi generasi mendatang, saat menyia-nyiakan amanat, dan menyerahkannya kepada yang bukan ahlinya.
- Fenomena kaum Pengecut, Munafik dan Pengkhianat
Sudah menjadi takdir Allah bahwa barisan mujahidin tak pernah kosong dari para munafik, pengecut, dan pengkhianat. Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah dipenuhi dengan peringatan bagi kita atas bahaya besar golongan ini. Umat wajib berhati-hati, agar jangan sampai golongan ini berhasil merongrong kesatuan umat dan menghancurkannya dari dalam. Inilah salah satu penyebab kehancuran Andalusia dulunya.
Imam Abu Walid al-Baji telah memberi nasihat dan memperingatkan Raja-raja Taifa agar bersatu menghadapi bahaya Nashrani yang mengancam eksistensi kaum muslim di Andalusia. Kendati para penguasa itu menyambutnya dan berterimakasih atas nasihatnya, namun mereka terus bertikai dan saling memerangi. Hingga pada tahun 449 H, Ferdinand menyerang Kota Paso, sebagian besar penduduknya dibantai, dan yang tersisa menjadi tawanan.
Sampai-sampai seorang saudara rela mengkhianati saudaranya sendiri. Ketika Katolik Perancis dan Krisnten Norman mengepung Barbastro, al-Muzhaffar Billah sebagai rajanya meminta bantuan dari saudaranya al-Mu’ayyad Billah, ia juga meminta raja-raja lainnya agar mengirim bantuan guna menghancurkan blockade musuh. Tapi, sayang tak seorang pun dari mereka mau menolongnya. Lebih memilukan lagi, saat seorang pengkhianat menunjukkan sumber air utama bagi penduduk kerajaan kepada musuh. Sumber air tersebut kemudian diputus, dan kaum muslimin semakin lemah. Akhirnya pasukan Kristen dapat menaklukkan kerajaan dengan mudah. Membantai sekitar 40 sampai 100 ribu penduduknya, memperkosa para wanita di depan mahramnya, dan selanjutnya penduduk yang tersisa menjadi budak bagi kaum kuffar.
Daerah Andalusia lainnya tinggal menunggu giliran. Ferdinand bergerak menuju Granada. Pengkhianat baru muncul. Abu Abdillah Muhammad III yang lebih dikenal dengan julukan al-Zaghal mengkhianati sadauaranya Raja Granada Abu Abdillah al-Shaghir, karena haus akan singgasana. Karena semakin melemah, kerajaan bagai santapan mudah bagi penjajah Kristen Castilla dan Argon. Akan tetapi, sepertinya angin berhembus melawan arah. Semua rakyat Granada sangat membenci pengkhianat ini. Akhirnya ia terpaksa melarikan diri dengan membawa semua harta, pengawal, dan pelayannya lari menuju Maroko. Ia berharap dapat hidup dengan tenang di sana. Malang, pemimpin Fes segera menangkapnya, mencongkel matanya, dan memasukkannya ke penjara. Kemudian ia dibebaskan, dan hidup sebagai pengemis sampai ajal menjemputnya.
Kepungan atas Granada bertambah kuat. Raja al-Shaghir memutuskan untuk menyerah. Keputusan ini didukung oleh para menteri dan sebagian ulama suu’(buruk). Hanya Menteri Musa ibn Abi Ghassan yang menolak menyerah, ia melawan sampai akhirnya syahid –biiznillah-. Raja al-Shaghir kemudian mnyerahkan Granada kepada Ferdinand dan Elizabet. Dengan jatuhnya Granada ke tangan musuh, berakhirlah kejayaan kaum muslimin di Andalusia.
Abu Abdillah Muhammad II mengirimkan surat persetujuan untuk menyerah yang disertai dengan hadiah-hadiah istimewa bagi kedua pemimpin Kristen tersebut. Beberapa hari kemudian Ferdianand dan Elizabet dengan didampingi oleh para pendeta memasuki Istana al-Hamra’ dengan penuh kesombongan. Upacara resmi pertama yang mereka lakukan adalah menempelkan kayu salib besar yang terbuat dari perak di menara tertinggi istana. Dari menara ini, Ferdinand mendeklarasikan bahwa Granada resmi menjadi milik dua kerjaan Katholik, dan bahwa pemerintahan kaum muslim di Andalusia telah berakhir.
Dengan penuh kehinaan raja terakhir kaum muslim Andalusia keluar dari istananya menempuh jalan yang cukup jauh melalui Andarax. Saat melewati sebuah bukit tinggi, ia berbalik menatap istana al-Hamra’ untuk terakhir kalinya. Mengenang kejayaan yang telah sirna, air mata mengalir deras di pipinya sampai membasahi jenggotnya. Ia terus menangis, sampai-sampai ibunya Aisyah al-Hurrah berkata: “Tangisilah kerajaanmu seperti wanita, karena kau tidak bisa mempertahankannya sebagai pria sejati.”
Sampai saat ini bukit tersebut masih ada dan menjadi pusat wisata. Orang-orang datang mengunjunginya dan mencoba membayangkan kondisi Raja al-Shaghir saat itu. Raja dengan hati penuh penyesalan karena telah menyia-nyiakan kejayaan yang telah diwariskan leluhurnya. Bukit ini dikenal dengan nama Zafrat al-Arabi al-Akhir (tangisan terakhir Arab).
Siapa menaiki singgasana tanpa perjuangan
Dengan mudahnya ia akan lepaskan
Ia pergi jauh menuju Maroko dan berdomisili di sana sampai akhir hayatnya. Di sana ia membangun istana model Andalusia. Anak cucunya kemudian banyak yang menjadi pengemis. Semuanya adalah akibat kehinaan diri dan pengkhianatan.[3]
Andalusia jatuh ke tangan musuh pada tanggal 2 Rabi’ul Awaal 897 H/2 Januari 1492 M. Runtuhnya Andalusia telah berlalu 542 tahun (hitungan tahun hijriah).
Pergiliran Masa di Antara Manusia
Pergiliran masa(kejayaan dan kehancuran) adalah sunnatullah bagi semua manusia. Untuk membedakan siapa yang imannya benar atau sebatas klaim semata, dan agar kemunafikan terlihat dengan jelas. Allah Ta’ala berfirman:
Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir). (QS. Ali Imran: 140)
Barang siapa bersungguh-sungguh berjuang di jalan yang benar, maka ia meraih kejayaan, dan siapa berpaling –seperti rakyat Andalusia- maka kehancuranlah bagian mereka, dan Allah sama sekali tidak pernah berbuat zhalim kepada siapapun.
Penutup
Selembar sejarah agung telah digulung. Sebuah peradaban yang pernah mencapai masa keemasan telah berakhir. Dunia kehilangan salah satu peradaban luhur Islam di Andalusia, yang digantikan dengan bendera Nashrani. Kejayaan para pemimpin muslim tenggelam akibat melanggar sunnatullah dalam kesinambungan satu umat dan kejayaannya. Peradaban Andalusia dilipat dalam lembaran sejarah sebagai ganjaran yang setimpal.
Peristiwa ini akan terus berulang, jika faktor-faktor penyebab keruntuhan tersebut muncul pada negara atau peradaban manapun. Lembar sejarah yang telah berlalu takkan kembali lagi, sejarah takkan berulang, namun kesalahan manusia yang telah berlalulah yang diulangi oleh manusia berikutnya. Karena itu kaum muslimin diperintahkan untuk mengambil ibrah dan pelajaran berharga dari kisah kaum terdahulu, agar kesalahan mereka tak diulangi, agar kejayaan mereka direalisasikan kembali.
Meski Andalusia telah runtuh di tangan Bangsa Franks, niscaya suatu masa nanti akan kembali ke pangkuan kaum muslimin. Pada masa di mana mereka mengaplikasikan sunnatullah dalam meraih kemenangan dan kejayaan . Pada saat itu, setiap jengkal tanah Andalusia yang dirampas akan kembali ke genggaman kaum muslim. Biiznillahi Ta’ala.
_____________________________
[1] Syauqi Abu Khalil, Mashra’ Gharnathah, h. 120
[2] Prof. Dr. Nashir al-Umar, Suquth al-Andalus, Durus wa ‘Ibar, h.72
[3] Muhammad Abdullah Adnan, Daulat al-Islam Fii al-Andalus, jilid VII, h. 257-dst .