Tatsqif

Faktor-faktor Penyebab Runtuhnya Andalusia (Bag. 1)

Studi Analisis Dari Kacamata Hukum Sosial

Cerita runtuhnya Andalusia termasuk tragedi yang cukup menyakitkan. Cukup menyakitkan, karena banyaknya syuhada yang gugur. Menyakitkan, sebab besarnya jumlah muslimah yang dinodai kehormatannya. Juga banyaknya pengkhianat dari interen muslimin. Kita sedih, sebab hilangnya salah satu sejarah besar, sejarah dari kejayaan yang agung. Kita sadar, bahwa kejayaan agung tersebut sudah hilang dan berakhir. Andalusia kini menjadi Firdaus yang hilang.

Kita harus menelaah sebab runtuhnya kejayaan tersebut dan bagaimana ia dirampas dari kita, setelah berjaya berabad-abad lamanya. Penelitian sejarah Andalusia dengan seksama, akan mengantarkan kita pada hasil penting, yang cukup bermanfaat bagi umat di masa kini dan masa yang akan datang. Kita akan tahu, bagaimana cara membangun kejayaan, dan bagaimana ia runtuh. Cara membangun peradaban tinggi, dan mengapa ia bisa hancur. Bagaimana matahari umat ini terbit dan tenggelam, bagaimana fajarnya menyingsing dan bagaimana pula ia hilang.

Dalam sejarah Andalusia yang begitu panjang, dengan jelas dapat dilihat sunnatullah dalam kemenangan dan kekalahan, serta sebab berdiri dan runtuhnya sebuah kejayaan. Juga berbagai pelajaran penting lainnya yang cukup berharga.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab runtuhnya Andalusia dapat disimpulkan dalam poin-poin berikut:

Pertama: Cinta Dunia dan Takut Mati

Thariq ibn Ziyad rahimahullah bersama pasukannya berhasil meraih kemenangan besar di Lembah Barbate. Jumlah mereka saat itu hanya 12 ribu orang, menghadapi musuh yang berjumlah 100 ribu orang dari Bangsa Franks. Thariq bin Ziyad kemudian meneruskan perjalanannya menuju Utara, menaklukkan bagian Andalusia lainnya. Allah memberinya kemudahan, sebab ia hanya bangga dengan agamanya, bukan dengan Yahudi atau Nashrani. Obsesinya hanyalah kejayaan Islam, bukan sektarian, popularitas, kekuasaan  atau cinta dunia. Pasukannya solid, tidak terpecah belah.

Namun sayang, kemenangan yang diraih oleh Thariq ibn Ziyad, dan selanjutnya oleh Yusuf ibn Tashfin rahimahumullah itu, tidak dijaga dengan baik oleh para pemimpin berikutnya yang haus kekuasaan. Kekuasaan menjadi tujuan satu-satunya bagi mereka, walau harus mengorbankan rakyat dan tanah airnya.

Tenggelam dalam kemewahan dan kenikmatan dunia, bersenang-senang, terjerumus pada perbuatan fasik dan tercela, serta cinta dunia dan kekuasaan, menjadi faktor utama yang mengantarkan Andalusia kepada akhir yang cukup menyakitkan. Andalusia, sebagai mercusuar ilmu dan peradaban runtuh begitu saja dan tak pernah kembali lagi, hanya karena kemewahan dunia, tenggelam dalam kesenangan, serta lemahnya generasi muda sehingga kehilangan tujuan.

Rakyat Andalusia telah ditimpa sanksi ilahi, lupa akan peringatan Nabi akan akibat fatal bagi mereka  yang mengingkari hukum-hukum Allah, berpaling dari manhaj yang lurus. Sehingga terjerumus cinta dunia dan benci kematian.

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Hampir Umat-umat lain mengerumuni kalian, bagaikan orang-orang yang makan mengerumuni nampan (makanannya) .Salah seorang sahabat berkata, “Apakah karena sedikitnya Kami pada waktu itu?” Nabi berkata: “Bahkan, pada saat itu kalian banyak jumlahnya, tetapi kalian bagai buih (buih kotor yang terbawa air saat banjir). Pasti Allan akan cabut rasa gentar yang ada dalam dada-dada musuh kalian, kemudian Allah benar-benar akan melemparkan kepada kalian ‘wahn’. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah apakah ‘wahn’ itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati”. [1]

Baca Juga  Pemuda dalam Al-Quran (Bag. 2)

Tiada perumpamaan yang lebih sempurna dari sabda Nabi ini tentang perpecahan umat. Ya, umat yang terpecah belah, tak punya kekuatan dan tidak disegani. Hanya membuntut pada aliran politik dan pemikiran Barat. Musuh-musuhnya pun berlomba-lomba menindasnya. Semuanya adalah akibat perbuatan mereka sendiri.

Masyarakat Andalusia saat itu telah ditimpa penyakit ‘wahn’, yang kemudian menjadi faktor utama runtuhnya Andalusia setelah berkuasa lebih dari 8 abad lamanya. Peradaban agungnya kemudian dicengkram dan dihancurkan oleh Bangsa Franks.

Dalam salah satu ayat dari Surat Ali Imran, Allah Azza wa Jalla menyebutkan empat jenis penyakit yang saling berkorelasi, dan salah satunya menyebabkan munculnya penyakit lainnya. Semua penyakit ini menjadi pemicu kekalahan dan kerugian besar. Allah Ta’ala berfirman:

Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan seizin-Nya sampai pada sa’at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai . Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 152)

Penyakit yang dimaksudkan adalah:

1. Kegagalan.

Dalam kisah Andalusia dapat dilihat kegagalan Pangeran Abu Abdil Malik al-Shaghir, yang kemudian diikuti kegagalan bala tentaranya.

2. Timbulnya perselisihan.

Dibuktikan dengan perselisihan yang terjadi antara Raja-raja Taifa dalam memperebutkan kekuasaan, hingga mereka membagi-bagi Andalusia menjadi kerajaan-kerajaan kecil.

3. Pembangkangan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya,

yang telah memerintahkan mereka untuk bersatu padu, berpegang pada agama Allah, dan menegakkan jihad demi menjaga umat, dan menegakkan Syura.

4. Cinta Dunia.

Cinta dunia adalah sumber dari segala musibah dan kesalahan. Obsesi raja-raja Andalusia saat itu hanyalah mempertahankan singgasana dan kekuasaannya, meski harus mengorbankan rakyatanya, atau tanah airnya.

Ketika empat penyakit ini mewabah di Andalusia, kekalahan demi kekahalahan pun datang silih berganti. Hingga lenyaplah salah satu negara Islam terbaik sepanjang masa.

Kedua: Dosa dan Maksiat

Dari Abdullah ibn Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap ke arah kami dan bersabda:

Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya-: (1)Tidaklah zina menjadi fenomena di suatu kaum sehingga dilakukan secara terang-terangan, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya,(2)Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka. (3) Tidaklah mereka menahan zakat (tidak membayarnya) kecuali hujan dari langit akan ditahan dari mereka (hujan tidak turun), dan sekiranya bukan karena hewan-hewan, niscaya manusia tidak akan diberi hujan. (4)Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka (dari kalangan selain mereka; orang kafir) berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil sebagian apa yang mereka miliki, (5) Dan selama pemimpin-pemimpin mereka (kaum muslimin) tidak berhukum dengan Kitabullah (al-Qur’an) dan mengambil yang terbaik dari apa-apa yang diturunkan oleh Allah (syariat Islam), melainkan Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka. [2]

Baca Juga  Salahuddin Al-Ayyubi Sang Pembebas Baitul Maqdis

Para pemimpin Andalusia telah melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya. Berpecah belah, bertikai, dan mengkhinatai rakyatnya demi memperebutkan kekuasaan. Enggan menjaga keamanan negara dan umat. Tenggelam dalam dosa dan maksiat. Maka mereka pun hancur kendati jumlahnya cukup banyak, sebab umat ini tidak dimenangkan berkat kekuatan, senjata, atau kuantitas, melainkan mereka dimenangkan dengan ketakwaannya.

Ketiga: Persatuan Musuh dan Perpecahan Kaum Muslim

Perpecahan dan pertikaian tidak pernah menghasilkan kemenangan atau menggentarkan musuh. Ia adalah penyakita akut dengan dampak yang sangat buruk. Karena itu Allah memperingatkan kita akan bahaya virus jahat ini. Allah mendahulukan perintah taat kepada-Nya dan Rasul-Nya, sebelum larangan berpecah belah dan berselisih, sebagai indikasi, bahwa hanya ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya sajalah yang dapat menghindarkan kita dari penyakit ini.

Ketika tangan para penguasa Andalusia terlepas dari ikatan fitrah dan tali Al-Quran, mereka terpecah belah dan terjerumus dalam perselisihan yang kian mendalam. Pasca runtuhnya pemerintahan Amiriah, Andalusia hidup dalam perselisihan dan terpecah menjadi 22 kerajaan-kerajaan kecil independen, kemudian lebih dikenal dengan Muluk al-Thawaif. Sebagian mereka rela meminta tolong musuh dan melepaskan benteng pertahanan kerajaannya demi mendapat bantuan melawan saudaranya. Akhirnya, negeri muslim jatuh satu persatu dan musuh pun berhasil menghancurkan kejayaan Islam, membantai pemeluknya dengan kejam dan bengis.

Keempat: Malas Berjihad Demi Menjaga Keamanan Negara dan Rakyat

Barangkali kita bertanya-tanya, di mana para pejuang yang berjanji akan menjaga agama Allah dan melindungi orang-orang lemah saat Andalusia hampir runtuh? Ke mana perginya penerus Yususf bin Tashfin, Abu Bakar ibn Umar al-Lamtuni, Thariq ibn Ziyad dan yang lainnya?

Pelajaran berharga dapat kita petik dari para pemimpin Granada dan yang semisalnya, setelah meninggalkan jihad, mereka menjadi rendah dan terhina. Rasulullah benar-benar menyadari rahasia besar di balik jihad fi sabilillah, karenanya beliau mewanti-wanti umatnya, agar jangan sampai meninggalkan syari’at jihad ini.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika kalian sudah berdagang dengan ‘inah, rela dengan pertanian, mengikuti ekor-ekor sapi (ternak) dan meninggalkan jihad, niscaya Allah akan menguasakan kehinaan pada kalian yang tidak akan diangkat sampai kalian kembali kepada agama kalian.”[3] 

Bukankah sunnatullah ini benar-benar dialami oleh Raja-raja Andalusia? Saat meninggalkan jihad,  mereka menjadi lemah dan terusir dari istana-istananya dengan penuh kehinaan.

Kelima: Bergantung Kepada Selain Allah, dan Loyalitas Kepada Yahudi dan Nashrani

Di antara sunnatullah di muka bumi ini, adalaha bahwa siapa saja bergantung kepada selain Allah, maka ia akan merugi. Firman Allah Ta’ala:

Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka.

Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu menjadi musuh bagi mereka. (QS. Maryam: 81-82)

Baca Juga  MASJID AQSA DAN PERISTIWA ISRA’ DAN MI’RAJ

Saat para pemimpin Andalusia bergantung dan berbangga dengan Yahudi dan Nasharani yang ada di sana, taufik Allah diangkat dari mereka sehingga terpecah-belah, dan peradaban yang berdiri tegak selama 8 abad runtuh begitu saja. Siapa saja mencari kejayaan dengan selain Islam, maka ia akan merugi dan terhina.

Keenam: Menyerahkan Amanah Kepada yang Bukan Ahlinya

Di masa-masa akhir kejayaan Andalusia, fenomena ini terlihat begitu jelas. Seperti pemerintahan Hisyam ibn al-Hakam, Nashir ibn Ya’qub al-Muwahhidi, begitu pula dinasty Bani Ahmar dengan raja terakhirnya Abu Abdil Malik al-Shaghir.  Amanah pemerintahan diserahkan kepada orang fasik, jahat, dan cinta kekuasaan. Kepada orang-orang yang loyal kepada musuh kendati mengorbankan saudara-saudaranya seagama.

Ketujuh: Jahil Agama dan Tarbiyah dengan Cara Yang Salah

Pemahaman agama dan tarbiyah imaniah akan melindungi seseorang dari fitnah, kerugian, dan kehancuran. Hakikat inilah yang dipahami dengan baik oleh Abdullah ibn Yasin pendiri Daulah al-Murabithin dan Yusuf bin Tashfin, pemimpin mujahid rabbani, yang telah berhasil memimpin jihad merebut kembali Andalusia, dan mengembalikan kehormatan dan kejayaannya. Kemudian ilmu agama memiliki posisi penting di zaman Hakam ibn Abdurrahman al-Nashir.

Di akhir masa negara al-Murabithin dan negara al-Muwahhidin, kejahilan dalam masalah agama menjadi fenomena umum masyarakat. Berbagai pemikiran aneh tersebar karena kebodohan dalam masalah agama, hukum-hukum dan prinsip-prinsipnya. Contoh terjelas dapat dilihat ketika Muhammad ibn Ahmar I menyerang Seville, dengan klaim bahwa mereka adalah yang terbaik, hanya merekalah pemegang risalah paling benar.

Kedelapan: Tertipu dengan Jumlah yang Banyak namun Semu

Allah Azza wa Jalla berfirman:

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai orang-orang mu’minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu,maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfa’at kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dan bercerai-berai. (QS. at-Taubah: 25)

Berbangga-bangga dengan jumlah besar sejatinya adalah kekalahan mental sebelum kekalahan hakiki di medan perang. Bergantung pada unsur materi adalah penyakit dan obatnya adalah tawakkal kepada Allah Ta’ala tanpa melupakan usaha dan persiapan maksimal. Usaha adalah unsur material yang diberikan Allah, klaim tidak memerlukannya adalah penolakan langsung terhadap penghambaan yang diwajibkan atas manusia. Siapa bersungguh-sungguh ia pasti berhasil. Barang siapa menempuh jalan yang benar, niscaya ia akan sampai ke tujuan.

___________________________

[1] HR Abu Daud No.4297, Ahmad 5/278, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 1/182 dengan dua jalan, dan dengan keduanya hadits ini menjadi shahih.

[2] HR. Ibnu Majah, no. 4019 dan Al-Hakim, no. 8623. Dishahihkan oleh Syaikh al al-Albani dalam ash-Shahihah no. 106

[3]HR. Abu Daud, NO. 3426, Syekh al-Albani menyatakan hadits ini shahih.

Abu Zulfa, Lc., M.A., Ph.D.

Doktor Bidang Fiqih dan Ushul, King Saud University, Riyadh, KSA.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?