Hadis

Faedah hadis “Tiga hal yang mengiringi mayit”

Anas bin Malik meriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

يتبع الميت ثلاث، فيرجع اثنان ويبقى واحد: يتبعه أهله وماله وعمله، فيرجع أهله وماله، ويبقى عمله.

“Tiga hal yang mengiringi mayit, dua akan kembali sedang yang satu akan tetap menyertainya; keluarga, harta dan amalannya. Harta dan keluarganya akan kembali, sedangkan amalannya akan tetap bersamanya”.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al Bukhari (6514), Muslim (2960), at Tirmidzi (2379), an Nasaai (1937), dan Imam Ahmad (12080) melalui jalur Abdullah bin Abi Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm, salah seorang tabi’in asal medinah yang ketsiqahannya disepakati oleh para ulama hadis sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar al ‘Asqalaaniy dalam kitabnya at taqrrib at tahdziib.

              Ibnu Rajab ketika menafsirkan hadis ini mengatakan bahwa setiap anak cucu Adam di dunia harus memiliki keluarga yang ia tinggal bersamanya, dan juga harta yang ia hidup dengannya. Namun keduanya pasti akan ia tinggalkan, dan keduanya juga akan meninggalkan dirinya. Manusia dalam perkara ini terbagi menjadi dua golongan:

Pertama: Golongan yang berbahagia; yaitu mereka yang menjadikan kedua hal tersebut sebagai wasilah yang akan memberinya manfaat di dunia dan di akhirat. Harta yang ia kumpulkan dapat mengantarkan dirinya menuju surga dengan menginfakkannya di jalan Allah. Juga ketika ia memilih istri salehah yang senantiasa membantunya dalam ketaatan kepada Allah.

Kedua: Golongan yang merugi; Yaitu mereka yang justru disibukkan dan dilalaikan oleh harta dan keluarganya, sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang badui di dalam al Qur’an:

سَيَقُوْلُ لَكَ الْمُخَلَّفُوْنَ مِنَ الْاَعْرَابِ شَغَلَتْنَآ اَمْوَالُنَا وَاَهْلُوْنَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا ۚ

“Orang-orang Arab Badui yang ditinggalkan (karena tidak mau ikut ke Hudaibiah) akan berkata kepadamu, “Kami telah disibukkan oleh harta dan keluarga kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami.” (QS. Al Fath: 11)

Juga firman Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚوَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan anak-anakmu membuatmu lalai dari mengingat Allah. Siapa yang berbuat demikian, mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al Munafiqun: 9)

Hadis Anas di atas menunjukkan kepada kita bahwa tiga hal yang akan mengiringi mayit, sebagaimana berikut:

  1. Keluarga

Mereka akan mengiringi namun akan kembali sesaat setelah mayit dikuburkan. Peran keluarga bagi seorang mayit sangatlah penting baik semasa hidupnya maupun setelah meninggal. Oleh karena itu, jika anak cucu adam telah meninggal maka harta dan keluarganya tidak lagi mampu memberinya manfaat kecuali doa dan permohonan ampun dari keluarganya (anak-anaknya) untuknya. Allah berfirman:

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ ۙ اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ ۗ

“(Yaitu) pada hari ketika tidak berguna (lagi) harta dan anak-anak. Kecuali, orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy Syuara: 88 – 89)

Rasulullah bersabda: “Jika anak cucu adam telah meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya kecuali tiga hal: Sedekah jariyah (yang pahalanya terus mengalir), anak saleh yang mendoakannya, dan ilmu yang bermanfaat.” (HR. Muslim: 1631)

Keberadaan keluarga, terlebih khusus anak-anak sudah sepantasnya mendapatkan perhatian khusus sejak dini, mentarbiyah mereka agar tumbuh menjadi saleh dan salehah, sebab seorang mukmin akan diberi kabar gembira di kuburnya melalui anak-anak mereka yang saleh, dan merekalah yang disebutkan oleh Nabi pada hadis di atas. Para malaikat akan turun mendatangi orang-orang mukmin memberi kabar gembira dan mengatakan: “Janganlah kalian takut terhadap apa yang akan kalian hadapi (yaitu di alam kubur), dan jangan pulalah bersedih terhadap apa yang engkau tinggalkan di dunia (berupa anak-anak saleh) karena Allah akan menjaga mereka.”

  1. Harta

Sebanyak apapun harta yang dikumpulkan di dunia namun pada hakikatnya ia kumpulkan untuk ahli warisnya, adapun untuk dirinya maka apa yang ia makan, minum, pakai dan yang ia gunakan di jalan Allah, dan yang terakhir inilah yang akan memberinya manfaat setelah ia meninggal. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda:

يقول ابن آدم: مالي، مالي، قال: وهل لك يا ابن آدم من مالك إلا ما أكلت فأفنيت، أو لبست فأبليت، تصدقت فأمضيت.

“Anak cucu adam berkata: Hartaku, hartaku. Beliau lalu meneruskan: Hartamu wahai anak cucu adam tidak lain adalah yang kau makan lalu kau habiskan, yang kau kenakan lalu kau usangkan, dan yang kau sedekahkan lalu kau habiskan.” (HR. Muslim: 5258)

Maka dari itu para salaf terdahulu menjadikan harta sebagai wasilah yang akan membahagiakan mereka di akhirat, bahkan tidak sedikit dari mereka yang ketika mendapatkan harta justru ia infakkan semuanya di jalan Allah. Salah seorang pernah masuk ke rumah Abu Dzar, dengan penuh keheranan ia berkata: “Wahai Abu Dzar, mana perhiasan duniamu (isi rumahmu)?, maka Abu Dzar menjawab: “Sesungguhnya kita semua memiliki rumah abadi yang akan kita datangi dan akan hiasi dengan amalan-amalan saleh kita.” Oleh karenanya, maksud dari harta yang akan mengiringi seorang mayit adalah pahala dari apa yang ia keluarkan dari hartanya dan bukan harta secara fisik.

  1. Amal saleh.

Inilah yang akan mengiringi dan membersamai seorang mayit di alam kuburnya, tidak cukup di kubur saja, melainkan akan membersamainya tatkala ia dibangkitkan pada hari kiamat, saat melewati sirath, saat penimbangan amal sampai ia mengantarkannya masuk ke dalam Surga.

Allah berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهٖ ۙوَمَنْ اَسَاۤءَ فَعَلَيْهَا ۗوَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيْدِ ۔

“Siapa yang mengerjakan kebajikan, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan siapa yang berbuat jahat, maka (akibatnya) menjadi tanggungan dirinya sendiri. Tuhanmu sama sekali tidak menzalimi hamba-hamba(Nya).” (QS. Fussilat: 46)

Orang yang berakal dan beruntung adalah mereka yang senantiasa mengisi umurnya dengan bekal yang akan ia bawa menuju ke rumah sejatinya untuk berjumpa denga Allah, sedang orang yang rugi adalah mereka yang sibuk mengisi hidupnya dengan bekal sebatas di dunia saja.

Sebagian salaf berkata: “Beramallah untuk dunia sesuai dengan kadar tinggalmu di dalamnya, dan beramallah untuk akhiratmu sesuai dengan tinggalmu di dalamnya”. Berkata Wahb bin Munabbih: “Lukman berkata kepada anaknya: Wahai anakku, setiap manusia memiliki dua rumah: rumah yang ia tinggali sekarang (di dunia) dan rumah yang ia akan tinggali esok (di akhirat), maka janganlah sekali-kali ia tergiur dengan rumah sekarang sehingga engkau lalai dengan rumahmu besok”.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi setiap mukmin sibuk mempersiapkan bekal yang akan membersamainya ketika ia telah meninggal yaitu berupa amal saleh. Janganlah penyesalan mendatanginya di kemudian hari. Abu Hurairah di penghujung hidupnya menangis seraya berkata: “Sesungguhnya saya menangisi perjalanku yang panjang ini sedang bekalku sangatlah sedikit”. Jikalau saja sekelas Abu Hurairah yang mengatakan demikian sedang ia adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis dan banyak amalannya, maka apakah yang akan dikatakan oleh selain beliau yang justru tidak memiliki amalan sama sekali?!. Allahul musta’an.

Darul Idam, Lc., M.A.

Kandidat Doktor Qassim University, KSA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Klik
Kami siap melayani anda
Anda terhubung dengan admin
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan, ada yang bisa kami bantu?