Di Balik Ibadah Penantian

Suatu hari, di bawah naungan Ka’bah yang mulia, Baginda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam didatangi oleh sekelompok sahabat dengan rona wajah pesimis. Mereka datang demi mengeluhkan beratnya derita perjuangan keislaman, dan penatnya penantian akan datangnya kemenangan. Penyiksaan dan boikot yang dilakukan oleh Kuffar Quraisy terhadap mereka nampaknya sudah terlampau berat. Mendengar keluhan mereka, beliau yang tengah bersandar di Ka’bah yang suci itu hanya bisa menuturkan, “Dahulu ada seorang laki-laki dari ummat sebelum kalian, dibuatkan lubang di tanah untuknya lalu ia dimasukkan di dalamnya, lalu diambilkan gergaji, kemudian gergaji itu diletakkan di kepalanya lalu ia dibelah menjadi dua, namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Dan ada lagi yang disisir dengan sisir dari besi mengenai tulang dan urat di bawah dagingnya, namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Demi Allah, sungguh urusan (Islam) ini akan sempurna sehingga orang yang mengendarai unta berjalan dari Shanaa’ ke Hadlramaut, tidak ada yang ditakutinya melainkan Allah, atau terhadap serigala atas kambing-kambingnya, akan tetapi kalian sangat tergesa-gesa”. (HR. Bukhari).
Dalam titah suci ini, beliau hanya ingin mengajarkan pada seluruh umatnya bahwa penantian suatu kemenangan memerlukan perjuangan yang berat, dan mesti melewati sahara fitnah dan rintangan huru hara yang penuh prahara. Sama seperti jalan yang ditempuh oleh para pejuang agama Allah terdahulu dari kalangan para nabi, rasul, dan wali-wali Allah. Allah Ta’ala telah menegaskan hal ini dalam firman-Nya: Artinya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Bilakah datangnya pertolongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214).
Demikianlah ujian Allah bagi mereka yang meniti di atas jalan perjuangan jihad dan dakwah ini, bahwa penantian mereka untuk sebuah kemenangan dan surga harus melewati berbagai penderitaan, dan kesengsaraan. Mesti mengarungi samudra perjuangan yang penuh badai dan rintangan. Namun ketegaran imanlah yang membuat mereka senantiasa optimis dalam meraih tongkat estafet pengorbanan, dan memperbaharui gerakan perjuangan mereka. Dalam hadis shahih. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan: “Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (berupa kesengsaraan) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
Ayat di atas menunjukkan bahwa penantian suatu kemenangan adalah jalan para rasul, sekaligus sebagai satu ibadah yang tak kalah beratnya dengan seluk-beluk perjuangan itu sendiri. Ya, bila setiap pejuang meyakini bahwa “sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” maka ibadah penantian ini mesti ditanamkan dalam hati dan ditegakkan dalam diri setiap jiwa yang menazarkan dirinya dalam jalan perjuangan ini, sebab fondasi utama untuk tetap tegar di atasnya adalah kesabaran, sikap berbaik sangka kepada Allah serta harapan pahala dari-Nya. Bila demikian, maka cepat atau lambat pertolongan-Nya pasti akan datang: “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS Muhammad: 7).
Ibadah penantian yang dipraktekkan oleh para rasul dan kaum mukminin juga mengisyaratkan bahwa tertundanya datangnya suatu kemenangan tidak selamanya mencirikan adanya kelemahan iman, dan minimnya gerakan perjuangan, namun kadang itulah takdir Allah yang hendak menguji kuatnya ibadah perjuangan sekaligus penantian hamba-hamba-Nya, agar kemenangan suci dari-Nya tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang memang berhak meraih dan menerimanya. Dalam ayat lain, Dia berfirman: Artinya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belumlah diketahui oleh Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu (yakni secara lahirnya) dan belum diketahui-Nya orang-orang yang sabar (dalam menghadapi penderitaan).” (QS Ali ‘Imran:142).
Motivasi ilahi ini harusnya bisa terus mengetuk hati kita agar selalu optimis menatap masa depan, dan bersabar menata diri di tengah prahara perjuangan yang menghadang tanpa henti, seraya menghayati janji suci-Nya: “Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS Al-Insyirah: 5-6).
Oleh karena itu, dalam masa-masa beratnya perjuangan islam ini, marilah kita senantiasa berkorban, bersabar menanti pertolongan-Nya, berbaik sangka kepada-Nya, dan berharap pahala dari-Nya. Itulah ibadah penantian yang mesti ada dalam diri kita semua: “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS At-Taubah: 105).
Wallaahu a’lam.