Dalil-Dalil Atas Kehujjahan Pemahaman Salaf (2)
Ketiga: Atsar dari Salaf Saleh:
- Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
«يا معشر القراء, استقيموا فقد سبقتم سبقا بعيدا، فإن أخذتم يمينا وشمالا، لقد ضللتم ضلالا بعيدا» (أخرجه البخاري رقم: 7282).
“Wahai para qurra`! Hendaklah kalian beristikamah (mengikuti jalan pendahulu kalian). Karena dengannya kalian telah jauh lebih maju. Tetapi jika kalian belok kiri dan kanan niscaya kalian akan tersesat sangat jauh”. (AR. Bukhari).
Dalam Mushannaf Ibni Abi Syaibah teks tersebut tertulis sebagai berikut:
«يا معشر القراء، اسلكوا الطريق، فلئن سلكتموه لقد سبقتم سبقا بعيدا، ولئن أخذتم يمينا وشمالا لقد ضللتم ضلالا بعيدا»
“Wahai para qurra`! Hendaklah kalian meniti jalan tersebut (jalan pendahulu kalian). Karena jika kalian menitinya niscaya kalian jauh lebih maju. Tetapi jika kalian belok kiri dan kanan niscaya kalian tersesat sangat jauh”. (AR. Ibn Abi Syaibah)
Ibnu Hajar rahimahullah memandang bahwa pernyataan Hudzaifah tersebut posisinya seperti hadis Nabi (lahu hukmu ar-raf’u) lalu beliau berkomentar bahwa “pernyataan tersebut memberi isyarat tentang keutamaan orang-orang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Ansar yang berjalan di atas jalan istikamah”. (Fath al-Bari: 13/257).
Dalam atsar tersebut, Hudzaifah sebagai salah seorang sahabat senior menegaskan seruannya untuk meniti jalan para sahabat senior kepada sebagian sahabat junior yang tergolong sebagai qurra`, yaitu para ahli ibadah dari kalangan ulama Al-Qur`an dan Hadis. (lihat: Fath al-Bari: 13/257& 258).
- Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berwasiat kepada seorang tabiin,
»عليك بالاستقامة، واتبع الأمر الأول، ولا تبتدع«
“Hendaklah engkau beristikamah, ikutilah jejak orang-orang sebelummu dan janganlah berbuat bidah”. (AR. Ad-Darimiy).
Orang-orang sebelum tabiin adalah para sahabat, sehingga seruan mengikuti al-amr al-awwal dalam atsar tersebut merupakan seruan untuk menapaki manhaj dan pemahaman mereka.
- Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah berwasiat yang petikannya antara lain:
“Aku berwasiat kepada Anda untuk senantiasa bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, komitmen dengan perintahnya, mengikuti Sunnah Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam, dan meninggalkan bidah yang diada-adakan oleh para pencetusnya pasca adanya Sunnah Nabi. Hendaklah Anda berpegang teguh kepada Sunnah karena dengannya Anda dapat terpelihara dari kesesatan atas izin Allah. Ketahuilah bahwa tidaklah manusia melakukan suatu bidah kecuali sebelumnya telah ada dalil yang menunjukkan kebidahannya atau menunjukkan adanya pelajaran di dalamnya. Karena sesungguhnya Sunnah hanya ditetapkan oleh orang yang telah paham bahwa selainnya adalah kesalahan, penyimpangan, kebodohan, dan kepura-puraan. Hendaklah Anda rida dengan apa yang mereka ridai untuk diri mereka sendiri… Mereka (para sahabat) telah membaca apa yang kalian baca (Al-Quran), dan mereka benar-benar telah memahami tafsirnya yang kalian tidak mengetahuinya.” (AR. Ibnu Batthah, Al-Ibanah no. 1833: 4/231).
- Imam Al-Auza’iy rahimahullah berkata:
«اصبر نفسك على السنة، وقف حيث وقف القوم، وقل بما قالوا، وكف عما كفوا عنه، واسلك سبيل سلفك الصالح، فإنه يسعك ما وسعهم».
“Sabarkanlah dirimu di atas Sunnah. Cukupkanlah dirimu pada hal yang mereka (para salaf) merasa cukup dengannya. Katakanlah apa yang mereka katakan. Diamkanlah apa yang mereka diamkan. Dan tempuhlah jalan para Salaf Saleh, niscaya cukuplah bagimu apa yang telah mereka cukup dengannya.” (AR. Al-Likai,Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah no. 315: 1/147).
- Abul-‘Aliyah rahimahullah berkata:
تعلموا الإسلام، فإذا تعلمتوه فلا ترغبوا عنه، وعليكم بالصراط المستقيم فإنه الإسلام، ولا تحرفوا الإسلام يمينا ولا شمالا، وعليكم بسنة نبيكم والذي كان عليه أصحابه، وإياكم وهذه الأهواء التي تلقي بين الناس العداوة والبغضاء.
“Pelajarilah Islam! Jika kalian mempelajarinya maka janganlah kalian membencinya. Hendaklah kalian meniti jalan yang lurus, yaitu Islam. Janganlah kalian membelokkan Islam ke kanan atau ke kiri. Dan hendaklah kalian mengikuti Sunnah Nabimu dan yang dilakukan oleh para sahabatnya. Dan jauhilah hawa nafsu yang menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia.” (AR. Al-Lalakaiy, Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah no. 17: 1/62).
- Imam Syafi’i rahimahullah berkata:
“أقول: ما كان الكتاب والسنة موجودين فالعذر عمن سمعهما مقطوع إلا باتباعهما، فإذا لم يكن ذلك صرنا إلى أقاويل أصحاب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أو واحد منه”.
“Aku berprinsip: selama ada dalil Al-Quran dan Sunnah, maka uzur terputus atas siapa saja yang telah mendengarnya, kecuali dengan mengikuti keduanya. Jika dalil tersebut tidak ada, maka kita kembali kepada perkataan-perkataan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau perkataan salah satu dari mereka”. (Al-Umm: 7/280).
- Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata:
أصول السنة عندنا: التمسك بما كان عليه أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، والاقتداء بهم، وترك البدع، وكل بدعة فهي ضلالة…
“Pokok-pokok Sunnah menurut kami adalah berpegang kepada apa yang para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di atasnya, meneladani mereka, meninggalkan seluruh bidah. Dan seluruh bidah merupakan kesesatan …”. (AR. Al-Lalikai; Syarh Ushulil I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, no. 317: 7/175).
Sekelumit atsar yang dikemukakan di atas, semuanya menunjukkan bahwa Salaf Saleh dan pemahaman mereka merupakan referensi yang penting dan harus dirujuk dan dipegang dalam memahami nas-nas syariat.
Keempat: Ijmak atau Konsensus
Ahli Sunnah wal Jamaah telah berijmak bahwa sebaik-baik generasi umat ini adalah generasi pertama, yaitu para sahabat, lalu generasi berikutnya, yaitu para tabiin, kemudian generasi selanjutnya, yaitu atba’ tabiin.
Konsensus ini telah dinukil antara lain oleh Ibn Taimiyah dalam pernyataannya: “Secara aksioma, telah maklum bagi yang menadaburi Al-Quran dan Sunnah dan konsensus Ahli Sunnah wal Jamaah dari berbagai variannya bahwa sebaik-baik umat ini dari segi pengamalan, pendapat, keyakinan dan berbagai keutamaan lainnya adalah generasi pertama, kemudian generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis sahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan bahwa mereka lebih utama dari generasi khalaf (yang datang kemudian) dalam segala keutamaan; dari segi ilmu, amalan, keimanan, akal, agama, penjelasan, dan ibadah. Dan bahwa mereka lebih berhak memberikan penjelasan dalam berbagai problem. Realita ini tidak terbantahkan kecuali oleh orang-orang angkuh yang menolak sesuatu yang bersifat aksiomatis dalam agama Islam dan tersesat setelah berilmu”. (lihat: Majmu’ Fatawa: 4/157-158).
Lebih lugas, para tabiin telah berkonsensus atas wajibnya mengikuti pendapat dan pemahaman para sahabat dan menjadikannya sebagai referensi dalam berfatwa. Konsensus mereka telah dinukil oleh Shalahuddin al-‘Ala`iy dalam tulisannya: “Sesungguhnya para tabiin telah melakukan konsensus atas wajibnya mengikuti para sahabat dalam perkara yang datang dari mereka, wajib mengambil pendapat mereka dan menfatwakannya. Tidak seorang pun di antara mereka yang menyelisihi konsensus ini, sedang mereka adalah para ahli ijtihad”. (lihat: Ijmal al-Ishabah fi Aqwal ash-Shahabah, hal. 66).